Spektakuler
Setiap bangsa—sedikit banyak—memiliki karya sastra yang sebagiannya terhitung luar biasa di tengah-tengah mereka sendiri. Kita lewati saja karya-karya spektakuler dunia kuno di Yunani ataupun yang lain, begitu pula dengan karya spektakuler sastra abad modern di Italia, Inggris, Prancis dan sebagainya. Komentar tentang itu semua kita serahkan saja pada mereka yang pakar di bidang literatur mereka dan memang pantas jadi juri. Kita batasi perbincangan kali ini hanya seputar karya spektakuler bahasa Arab dan Persia yang—kurang lebih—bisa kita mengerti secara baik dan benar.
Tentunya yang layak menjadi juri karya spektakuler bahasa Arab dan Persia adalah pakar spesialis sastra dan disiplin ilmu bersangkutan. Akan tetapi, sudah disepakati bahwa masing-masing dari karya tersebut terhitung luar biasa di sisi tertentu saja dan tidak di semua sisi. Artinya, masing-masing pengarang karya itu tadi hanya bisa tampil hebat dan menakjubkan di bidang khusus yang terbatas. Potensi seni mereka mencuat di bidang tertentu saja. Kadang-kadang terjadi ketika mereka menginjakkan kaki di bidang yang berbeda, dia seakan terpelanting dari langit ke bumi, begitu jauhnya jarak kualitas karyanya di bidangnya sendiri dengan karyanya di posisi yang tidak dibidangi.
Ada berbagai karya spektakuler berbahasa Persia, baik di dalam puisi cinta irfani, puisi cinta biasa, nasehat dan ibrat, perumpamaan-perumpamaan spiritual irfan, semangat, kasidah, dan lain sebagainya. Tapi sebagaimana kita ketahui bersama, tak satu pun dari sastrawan dan pujangga kita (Persia) yang terkenal di semua bidang tersebut setingkat dunia; tak seorang pun mampu melahirkan karya luar biasa di semua bidang itu.
Hafizh masyhur di puisi cinta irfaninya, Sa’di hebat di nasehat dan puisi cinta biasa, Firdausi spesial di dalam puisi pengobaran semangat, Maulawi pakar dalam perumpamaan spiritual yang sangat teliti, Khayam terkenal di pandangan negatif filosofis, Nezhami tersohor di bidang yang lain, dan begitulah seterusnya. Oleh karena itu, tidak bisa kita bandingkan mereka satu sama yang lain dan menentukan mana yang lebih unggul. Maksimal apa yang bisa dikatakan, mereka adalah nomor satu di bidangnya masing-masing. Siapa saja dari para jenius di atas yang kadang mencoba berjalan di luar jalurnya, maka terjadi perbedaan yang amat jauh dengan karya mereka di bidangnya sendiri. Hal yang serupa juga berlaku di tengah pujangga-pujangga Arab, baik pada masa jahiliah maupun di periode Islam, dan selanjutnya.
Ali as—sebagaimana diriwayatkan Nahjul Balaghah—pernah ditanya oleh seseorang, siapakah yang lebih unggul di antara pujangga Arab?
Beliau menjawab, "Para pujangga ini tidak berpacu di satu lapangan sehingga bisa diketahui siapa pemenangnya. Dan jika terpaksa harus berkomentar, maka yang (relatif) lebih unggul adalah raja yang sesat (maksudnya, Umru’ul Qais)."
Ibn Abil Hadid menjelaskan kalimat di atas dalam Syarah Nahjul Balaghah dengan meriwayatkan kisah yang otentik sebagai berikut:
Salah satu rutinitas Amirul Mukminin as di setiap malam bulan Ramadhan adalah mengundang rakyat untuk makan malam dan menghidangkan daging untuk mereka, tapi beliau sendiri tidak ikut menkonsumsi daging tersebut. Setiap setelah makan beliau berceramah dan memberi wejangan. Suatu malam ketika mereka sibuk menyantap hidangan; perbincangan yang berkembang saat itu berkisar tentang para pujangga Arab kuno, usai makan Ali as membuka mulut dan berceramah, “Agama adalah standar tindakanmu, takwa adalah modal keterjagaan kalian, adab adalah hiasanmu, sabar adalah kehormatanmu.” Kemudian beliau mengarahkan perhatian kepada Abul Aswad ad-DualĂ® yang hadir pada waktu itu dan termasuk orang yang memperbincangkan pujangga Arab kuno, seraya berkata, "Apa pendapatmu tentang pujangga yang paling puitis?" Abul Aswad melantunkan puisi Abu Daud Ayadi dan berkata, "Menurut saya, orang ini lebih unggul dari pada penyair-penyair lain."
Ali as berkomentar, "Kamu keliru, dan bukan dia orangnya."
Ketika para undangan menyaksikan beliau seakan menunjukkan ketertarikannya pada tema pembahasan mereka tadi, maka mereka serempak berteriak, "Hai Amirul Mukminin, sampaikanlah pendapatmu siapakah pujangga yang paling unggul?"
Ali as berkata, "Tidaklah benar menghakimi dalam hal ini. Karena apabila semua penyair Arab berlomba di satu arah puisi dan sastra, maka kita dapat mengatakan siapa pemenangnya. Kendatipun demikian, kalau terpaksa harus memilih satu yang—relatif—terunggul dari mareka semua, maka pendapatku adalah, bahwa orang yang bersyair tanpa terpengaruh oleh kecenderungan internal pribadi dan juga tidak terpengaruh oleh rasa takut, (melainkan murni karena kekuatan imajinasi dan selera puisi) adalah pemenangnya."
Mereka bertanya, "Siapakah dia hai Amirul Mukminin?"
Beliau menjawab, "Raja yang sesat, Umru’ul Qais."
Konon, Yunus terkenal sebagai pakar ilmu Nahwu, ditanya siapakah penyair terbesar? Dia menjawab, "Penyair terbesar adalah Umru’ul Qais saat berkuda." Artinya, ketika emosi dan keberaniannya bergejolak dan semangat. Penyair terbesar adalah Nabighah Dzibyani saat ketakutan dan ingin melarikan diri, penyair terbesar adalah Zuhair Salami saat mencintai sesuatu dan ingin menyifati cintanya, dan penyair terbesar adalah A’sya saat dia mabuk.
Yunus ingin mengatakan bahwa masing-masing dari pujangga di atas berpotensi luar biasa di bidang tertentu dan karya spektakuler mereka terbatas pada bidangnya masing-masing. Setiap dari mereka adalah nomor satu dan jenius dengan spesifikasinya masing-masing.
Ali di Berbagai Medan
Salah satu kistimewaan terbesar kata-kata Amirul Mukminin as yang sebagiannya terkumpul di Nahjul Balghah adalah ketidaktebatasannya pada bidang tertentu. Ali—dengan meminjam ibarat yang beliau gunakan—tidak berpacu di satu lapangan saja, melainkan beliau berlomba di semua medan yang terkadang saling bertentangan dan di semua pertandingan itu beliau menampilkan puncak komunikasi yang tak terjajaki. Nahjul Balaghah adalah karya spektakuler, tapi tidak terbatas pada bidang tertentu seperti nasehat, semangat, cinta, gazal, pujian, atau lain sebagainya, melainkan luar biasa di semua jurusan tersebut sebagaimana akan kita jelaskan kemudian.
Komunikasi spektakuler di bidang tertentu kendatipun sedikit dan terhitung oleh jari, tapi masih tetap ada. Karya biasa di berbagai jurusan terhitung banyak, akan tetapi komunikasi yang spektakuler tanpa batas jurusan tertentu merupakan keistimwaan Nahjul Balaghah. Tentunya terlepas dari kitab suci Al-Qur’an yang memiliki cerita terpisah dari sekedar karya manusia. Tiada satu karya pun yang seperti Nahjul Balaghah unggul di berbagai jurusan.
Kata-kata mewakili jiwa seseorang, ucapan seseorang bergantung pada dunia yang melekat di dalam jiwanya, dan pasti kata-kata yang menyentuh semua wilayah pertanda kejiwaan yang tidak terkungkung pada dunia tertentu. Dan karena jiwa Ali as tidak terikat dunia tertentu, melainkan aktif dan hadir di semua alam yang disebut oleh kaum arif dengan “insan kamil”, “kanun jami’”, “jami'ul hadharat” dan menguasai semua tingkatan, maka kata-katanya pun tidak akan terbatas pada wilayah khusus. Dengan demikian, salah satu keistimewaan komunikasi Ali as adalah yang dikenal sekarang dengan istilah multidimensi.
Keriteria multidimensi lisan dan jiwa Amirul Mukminin as bukanlah hal yang baru terungkap. Minimal seribu tahun yang lalu hal itu telah membangkitkan rasa heran yang bukan main. Sayid Radhi yang hidup sekitar seribu tahun yang lalu sudah memahami kereteria itu dan sungguh terheran-heran. Dia berkata, “Satu dari keajaiban istimewa Ali as yang tidak dimiliki oleh orang lain adalah apabila seseorang merenungkan kata-katanya tentang zuhud, nasehat dan keterjagaan, dan sekilas dia buang pra asumsi dan data bahwa yang berkata adalah manusia sosial terpandang yang perintahnya ditaati di segala penjuru dan memegang kendali pemerintahan pada zamannya, maka pasti ia akan mengatakan bahwa yang berkata ini adalah orang yang tidak kenal sesuatu dalam kehidupannya selain zuhud dan isolasi diri, orang yang tidak memiliki kesibukan selain ibadah dan zikir, orang yang memilih sudut rumah atau gunung sebagai tempat menyendiri, orang yang tidak mendengar apa pun selain suaranya sendiri, orang yang tidak melihat apapun kecuali dirinya sendiri dan orang yang betul-betul terpisah dari hiruk-pikuk kehidupan bermasyarakat. Orang tidak akan percaya bahwa orang yang melontarkan kata-kata zuhud, keterjagaan, dan nasehat ini adalah sosok yang menerobos sampai ke jantung pasukan musuh di medan perang, pedangnya senantiasa terayun-ayun siap menebas kepala lawan, dia kebumikan para pemberani dan hero, darah segar senantiasa menetes dari mata pedangnya yang tajam, tapi di saat yang sama dia adalah orang yang paling zuhud dan paling ibadah dari semua zahid dan 'abid.”
Sayid Radhi melanjutkan ucapannya seraya berkata, “Saya berulang kali mengungkapkan hal ini pada teman-teman, dan mereka sungguh terperanjat heran dengan realitas ini.”
Syaikh Muhammad Abduh juga sangat terpengaruh oleh sisi Nahjul Balahgah ini. Peralihan dari satu tabir ke tabir yang lain dan lika-liku perantauan Nahjul Balaghah dari satu alam ke alam yang lain memiliki daya tarik yang jauh luar biasa dari sisi lainnya. Dia ungkapkan pengalamannya ini di pengantar syarahnya terhadap Nahjul Balaghah.
Terlepas dari kata-kata Amirul Mukminin as, secara umum beliau adalah jiwa yang luas dan multidimensi, dan senantiasa terpuji dari sisi yang satu ini. Beliau adalah pemimpin yang adil, 'abid yang senantiasa bangun malam, menangis di mihrab peribadatan, dan tertawa di medan perang; prajurit yang tegar dan penanggung jawab—anak yatim—yang lembut dan penuh kasih sayang. Beliau adalah guru sekaligus orator, hakim sekaligus pemfatwa, dan petani sekaligus penulis. Beliau adalah insan kamil yang mendominasi semua alam kemanusiaan.
Shafiyuddin al-Hilli, yang wafat pada abad kedelapan hijrah, berkomentar tentang beliau, "Kamu kumpulkan sifat-sifat yang bertentangan dalam dirimu. Oleh karena itu, para pesaing tunduk di hadapanmu. Engkau adalah pezuhud, jaksa, sabar, dan pemberani, pejuang, abid, miskin dan dermawan. Karakter yang terkumpul pada seseorang dan tak seorang hamba pun yang dapat mengumpulkan hal serupa. Budi pekerti yang angin sepoi malu karena kelembutannya, dan kekuatan yang benda mati mencair karenanya. Terlalu agung maknamu untuk dicakup oleh puisi dan untuk dihitung sifat-sifatmu oleh pengkritisi."
Lebih menarik lagi, padahal Amirul Mukminin Ali as berbicara tentang hal-hal spiritual, namun beliau tetap mengemasnya dalam puncak kefasihan yang sempurna. Amirul Mukminin as tidak berbicara tentang arak, kekasih, kebanggaan dan semisalnya yang merupakan medan terbuka untuk kiprah kefasihan. Di samping itu pula kata-kata beliau tidak bertujuan untuk pamer seni dan orasi, melainkan semua itu adalah sarana dan bukan tujuan sebagaimana pujangga umumnya. Keinginan beliau dari semua ini bukan sekedar karya seni dan sastra spektakuler. Jauh lebih mulia dari itu ucapan beliau general dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu, serta tidak hanya untuk personal-personal tertentu saja. Audien beliau adalah “manusia”. Oleh karena itu, tidak ada batasan teritorial dan tidak ada batasan zaman. Semua ini akan mengikat medan orasi seseorang dan pribadinya sendiri.
Inti utama kemukjizatan bahasa Al-Qur'an yang mulia terletak pada semua tema dan muatannya berbeda dengan tema dan pembicaraan yang biasa berlaku pada masa itu. Dia datang dengan membawa pasal-pasal literatur baru yang berhubunganan dengan dunia yang lain, dan juga dihiasi keindahan dan kefasihan yang tiada tara adalah kategori mukjizat terbesar sepanjang zaman. Nahjul Balaghah menyerupai Al-Qur’an dari berbagai sisi, karena pada hakikatnya dia terpengaruh oleh Al-Qur’an dan merupakan anak Al-Qur’an.
Tema dan Pembahasan Nahjul Balghah
Banyak sekali tema dan pembahasan yang terpapar dalam Nahjul Balaghah dengan warna-warni yang menghiasi kata-kata berbau Ilahi Amirul Mukminin as itu. Hamba (Syahid Mutahari) mengaku bahwa Nahjul Balaghah bisa dibagi dan dianalisa untuk mengungkapkan maksud-maksudnya. Hamba hanya ingin memulai perspektif ini dalam kajian seputar Nahjul Balaghah, dan tentunya suatu saat nanti akan muncul orang-orang yang lebih mampu menyampaikan tujuan ini pada puncaknya.
Perspektif Umum Pembahasan Nahjul Balaghah
Pembahasan Nahjul Balaghah yang masing-masing mesti dikaji secara mendalam dan komparasi adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan dan metafisika
2. Suluk dan ibadah
3. Pemerintahan dan keadilan
4. Ahlulbait dan khilafah
5. Nasehat dan hikmah
6. Dunia dan penyembahan dunia
7. Semangat dan keberanian
8. Epos dan alam gaib
9. Doa dan munajat
10. Pengaduan dan kritik terhadap masyarakat kontemporer
11. Pokok-pokok sosial
12. Islam dan Al-Qur’an
13. Etika dan pembersihan diri
14. Pribadi-pribadi. Dan silsilah pembahasan-pembahasan lainnya.
Jelas bahwa sebagaimana judul yang hamba letakkan untuk serial artikel ini adalah “Perjalanan Meraungi Nahjul Balaghah”, maka saya tidak mengaku tema-tema di atas sudah lengkap mencakup semua tema yang ada dalam Nahjul Balaghah. Saya juga tidak mengaku telah mengkaji semua tema-tema itu secara tuntas. Di samping itu, saya bukanlah orang yang layak untuk tugas berat ini. Apa yang dapat Anda saksikan dalam artikel-artikel ini tidak lebih dari selayang pandang saja. Mungkin suatu saat ada peluang dan taufik yang lebih besar sehingga dapat mengambil keuntungan yang lebih banyak dari kitab ini, atau suatu saat orang lain akan mendapatkan taufik tersebut. Allah Maha Tahu. Dan seseungguhnya Dia adalah sebaik-baik Pemberi Taufik dan Penolong. ***