Berlari adalah berpindah dengan cepat dari sesuatu yang nisbi menuju Yang Abadi. Berlari dalam konteks tasawuf adalah mengangkat kesadaran dari kesadaran pada tingkat makhluk yang bersifat nisbi menuju al-Haqq yang bersifat hakiki dan abadi.
Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu, dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka. (HR Al-Baihaqi)
05/02/22
Belajar Tasawuf, Al-Firar: Berlari Menuju Allah [by Dr Khalid Al Walid]
TOLERANSI TOTAL HAJI AGUS SALIM: Konfirmasi atas Esai Dr. Sukidi [by Hamid Basyaib]
ESAI pendek Dr. Sukidi di Kompas [20/1/2022] tentang Haji Agus Salim sungguh bernas dan menyadarkan kita bahwa tokoh besar yang berpikiran besar itu sangat kurang diapresiasi. Padahal ide-ide keislaman dan kenegaraannya istimewa, sangat maju, semakin relevan untuk dihayati publik hari-hari ini.
Menurut Sukidi, gagasan-gagasan Agus Salim — khususnya tentang hubungan yang layak antara negara dan pilihan agama warganegara — bertumpu kokoh pada ajaran Islam. Ia bukan mengajukan ide kemerdekaan religius berdasarkan parameter luar [ini pekerjaan yang sangat mudah], melainkan bertolak dari ajaran baku Islam sendiri.
04/02/22
Negara, Tuhan, dan Kesetaraan [by Sukidi Mulyadi, Ph.D]
Tantangan keagamaan yang eksklusif dan diskriminatif menuntut pembaruan komitmen kita untuk menegakkan Indonesia sebagai negara ketuhanan yang inklusif dan setara. Ketuhanan menjadi konsensus para pendiri bangsa untuk mendirikan Indonesia sebagai negara religius yang menjamin hak berkeyakinan secara setara kepada setiap warga. ”Indonesia,” kata pendiri bangsa, Soekarno, pada pidato 1 Juni 1945, ”ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa,” yakni dengan sikap yang lapang, bebas, dan merdeka. Kemerdekaan keyakinan ini berlaku setara untuk semua warga.
Negara ketuhanan yang menjamin kesetaraan dalam berkeyakinan ini terekam pada pemikiran pendiri bangsa dan pemikir Islam brilian H Agoes Salim. ”Dapatkah dengan asas negara [Ketuhanan yang Maha Esa] itu,” tanya Agoes Salim dalam esai Kementerian Agama dalam Republik Indonesia (1950), ”kita mengakui kemerdekaan keyakinan orang yang meniadakan Tuhan? Atau keyakinan agama yang mengakui Tuhan berbilangan atau berbagi-bagi?” Tanpa ragu sedikit pun, Agoes Salim menjawabnya: ”Tentu dan pasti!”
31/01/22
Mengenal Al-Hasan bin Ali al-Mujtaba
Nama: al-Hasan.
Gelar: al-Mujtaba.
Julukan: Abu Muhammad.
Nama ayah: Amirul Mukminin.
Nama ibu: Fatimah (putri Rasulullah).
Lahir: Di Madinah pada Selasa, 15 Ramadhan 3 H.
Meninggal: Meninggal pada umur 46, di Madinah pada Kamis, 28 Shafar 50 H; dimakamkan di JannatuI Baqi, di Madinah.
***
Imam Hasan adalah putra tertua Imam ‘Ali dan Sayyidah Fatimah. Ketika Rasulullah menerima kabar gembira lahirnya sang cucu, beliau datang ke rumah putri tercintanya, menggendong bayi yang baru lahir tersebut kemudian mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Sesuai dengan perintah Allah, Nabi menamainya al-Hasan.
30/01/22
Menerbitkan Cerita-cerita Pesimistis
Soal: Bolehkah secara hukum menerbitkan berita yang mengandung cerita-cerita pesimistis yang mendorong para pembaca menjadi putus asa?