28/05/22

Sekilas Ghadir Khum

Selesai melaksanakan haji wada, Rasulullah saw meninggalkan Makkah menuju Madinah. Pada 18 Zulhijjah, di tempat bernama Khum, di sebuamata air (Ghadir), iringan kafilah Nabi Muhammad saw terhenti. Rasulullah saw memerintahkan para sahabat untuk beristirahat.

Panas padang pasir menyengat kepala para jamaah haji yang baru menyelesaikan ritus suci. Nabi memandang ke padang yang luas. Beliau meminta para jemaah yang lebih dahulu pergi untuk kembali. Beliau menunggu para peziarah yang belum tiba. Ghadir Khum memang sebuah persimpangan. Dari titik itulah kemudian, para jemaah haji pulang ke kampung halaman.

27/05/22

Belajar Tasawuf seri Malu (Al-Hayaa') [by Dr Kholid Al Walid]

Allah SWT berfirman: "Tidaklah dia tahu bahwa sesungguhnya Allah menyaksikannya" (QS 96:14). Al-Hayaa’, yang diterjemahkan malu, merupakan awal dari tingkatan kalangan khusus terhasilkan dari pengagungan karena terhubung melalui rasa sayang. Manzilah malu ini merupakan tingkatan awal bagi kalangan khusus, karena rasa malu muncul dari kesadaran dirinya yang merasa selalu dalam pengawasan al-Haqq dan al-Haqq hadir selalu bersamanya. Karena keterhubungan dan kemuliaan yang disaksikannya kepada al-Haqq, menumbuhkan rasa sayang kepada al-Haqq, kemudian menyebabkan munculnya rasa malu pada dirinya. Karena itu, manzilah malu ini hanya hadir pada mereka yang sudah mulai menapaki tingkat khusus dan bukan pada pada tingkatan awwam.

26/05/22

Rasulullah SAW pun Menyeru Keluarganya


Masih terkait dengan mazhab Syiah, yang perlu diketahui adalah penyebutan 'Ali bin'Abu Thalib as sebagai washi oleh Rasulullah saw telah disebut pada saat seruan (dakwah) untuk masuk agama Islam kepada keluarga terdekatnya.
 

Sejarah mengisahkan ada dua tahapan dakwah Rasulullah saw: diam-diam dan terang-terangan. Selama tiga tahun sejak bi’tsah, Rasulullah saw berdakwah di lingkungan rumah. Khadijah binti Khuwailid adalah wanita pertama yang masuk Islam dan mengimani kenabian suaminya. Lelaki pertama yang memeluk Islam adalah Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya disusul oleh Zaid bin Haritsah, Abu Bakar dan lainnya. 

25/05/22

Asal Usul (mazhab) Syiah

Berkaitan dengan sejarah Syiah, setidaknya ada tiga pendapat tentang lahirnya Syiah. Pertama, bahwa istilah Syiah sudah dilekatkan oleh Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib ra dan pengikutnya. Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Tafsir Al-Durr al-Mantsur  meriwayatkan dari Ibnu  ‘Asakir  kemudian  dari  Jabir  bin  Abdullah  bahwa  Kami  sedang  bersama Nabi Muhammad saw. Tidak lama kemudian Ali datang. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda,  “Demi yang jiwaku berada  digenggaman-Nya, sesungguhnya ini (Ali) dan Syiahnya benar-benar orang yang menang di hari kiamat.” Juga masih dari as-Suyuthi bahwa Ibn Abbas berkata, “Ketika turun ayat, Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itulah sebaik-baik manusia, Rasulullah saw berkata kepada Ali: mereka adalah engkau dan Syiahmu.”[1]

24/05/22

Nikah Mutah, Dibenarkan Secara Dalil tetapi Dilarang dalam Prakteknya

Orang-orang yang tidak paham dengan Mazhab Syiah menyebarkan bahwa kaum Muslim Syiah melegalisasikan prostitusi dengan membolehkan nikah mutah. Tentu yang dituduhkan tersebut tidak benar. Nikah Mut’ah atau disebut juga nikah muaqqat adalah nikah bersyarat dengan antara  lain syarat waktu. Semua hukum pernikahan  berlaku  pada  nikah  mut’ah. Misalnya, tidak boleh  menikahi perempuan-perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, tidak boleh menikahi perempuan sebelum ‘iddahnya selesai, sama seperti hukum-hukum nikah daim. Yang membedakan  nikah  mut’ah  dengan  nikah  daim ialah  adanya  persyaratan  yang  disetujui  oleh  kedua  belah pihak.

23/05/22

Nishfu Syaban

Kaum Muslim Syiah menghidupkan malam Nishfu Syaban[1] dengan ibadah-ibadah seperti shalat-shalat sunnah,  berdoa, zikir,  dan bersedekah. Pada siang hari Nishfu Sya’ban mereka  melakukan  puasa  sunnah.  Amal-amal  itu  semua diperintahkan  dalam  syariat  secara  umum. Syari’at  tidak menentukan waktunya. Ada di antara ketentuan syariat yang sudah ditentukan waktunya  dan  tempatnya. Misalnya tentang wuquf. Waktunya setelah Zhuhur sampai  terbenam  matahari, tanggal 9 Dzulhijjah. Tempatnya di Arafah. Melakukan wuquf pada pagi hari, tanggal 15 Sya’ban di Tanjung  Priok  adalah bid’ah. Tetapi syari’at tidak menentukan tempat dan waktu shalat sunnah, berdoa, dan bersedekah. Kita dapat melakukannya kapan kita mau, sesuai dengan  kesempatan yang kita miliki. 

22/05/22

Menangisi Mayit

Menangisi orang yang meninggal dunia (mayyit) adalah fitrah yang sangat manusiawi. Secara psikologis bahwa siapa pun  akan  menangis  kehilangan  orang  yang  dicintainya. Mungkinkah agama Islam, yang diciptakan Tuhan sesuai dengan fitrah manusia akan melarang ekspresi duka cita dalam bentuk tangisan?

Semua  hadis, dengan  redaksi  yang  berbeda-beda sedikit tetapi  mengandung  makna  yang  sama, yang melarang menangisi mayyit bersumber pada Umar bin Khaththab dan  anaknya  Abdullah bin ‘Umar (Imam Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim 6: 228, Kitab al-Janaiz): “Sesungguhnya mayyit disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.”