Sebetulnya ada yang bisa mempersatukan, yaitu menggunakan akal. Gunakanlah akal untuk menguji masing-masing dalil. Penggunaan akal dengan sistematis itulah yang disebut berfilsafat. Agar kita berfikir secara jernih. Itu namanya berfilsafat. Kalau kita berdiskusi antar agama dengan menggunakan masing-masing pegangannya maka tidak akan menyambung. Kalau orang Kristen menggunakan kitab sucinya saat berdiskusi dengan orang Islam maka tidak akan nyambung.
NAMA Syiah itu pada awal mulanya berarti golongan, firqah dalam bahasa Arab. Tetapi telah pada permulaan Islam nama ini terutama digunakan untuk suatu golongan yang tertentu, yaitu golongan yang sepaham dan membela Ali bin Abi Thalib, khalifah yang keempat, suami dari anak junjungan kita Nabi Muhammad SAW, bernama Fatimah dan kemenakan penuh dari Nabi, karena ia anak pamannya Abu Thalib, saudaranya ayahnya.
Dalam masa salaf, zaman Nabi dan sahabatnya, perkataan ini belum digunakan orang, tetapi untuk itu dipakai perkataan Ahlil Bait atau Alawi atau Bani Ali atau Ba Alawi. Orang-orang Syi’ah itu, artinya orang-orang yang masuk golongan Saidina Ali, mempercayai bahwa Saidina Ali itulah orang yang berhak menjadi pengganti Nabi sesudah wafatnya. Begitu pula khalifahan itu turun-menurun dari padanya, sebagai orang yang berhak menjadi Imam, yaitu kepala masyarakat kaum muslimin. Karena mereka itulah, yang juga dinamakan Ahlil Bait, yang lebih mengetahui dan lebih dekat serta lebih meyakini akan ajaran Nabi Muhammad.