20/11/21

Bagaimana Syahadatain Syiah?

Saya terganggu dengan sebuah pertanyaan dan pernyataan dari grup-grup whatsapp yang menyebut ajaran Islam mazhab Syiah disebut bukan bagian dari Islam karena ucapan syahadatain, kitab suci, nabi, dan kiblat berbeda dengan umat Islam mazhab Sunni (Ahlussunnah). Bahkan menyebutkan Syiah melegalkan perzinaan dan menghujat sahabat beserta istri Nabi. Sudah pasti pernyataan di atas berasal dari orang-orang kurang gaul dan salah informasi dalam menerima informasi yang terkait dengan Syiah.

Ada dua hal, yang penting dijadikan catatan. Pertama, tidak mau tabayun atau cek dan ricek atas setiap isu dan tidak mau baca buku-buku yang terkait dengan Syiah. Kedua, memang baca buku atau melihat bacaan di internet hanya saja orang tersebut salah mengakses bacaan. Padahal, sekarang ini lebih mudah untuk tabayun dan akses informasi yang benar. Jika mau pasti bisa lakukan keduanya langsung pada tokoh dan penganut Syiah langsung atau membaca buku karya resmi dari organisasi ABI dan IJABI, yang keduanya ormas Islam Syiah di Indonesia.

Ini hanya analogi. Jika Anda ingin beli nasi untuk makan harus datang warung nasi. Jangan datang ke toko bangunan karena yang tersedia adalah aneka bahan bangunan. Jika ingin tahu Syiah datang kepada tokoh Syiah atau baca karya yang ditulis tokoh Syiah. Jangan datang kepada orang Wahabi pasti akan diberikan informasi yang tidak benar tentang Syiah. Jika ingin tahu tasawuf segera datang penganut tarekat sufi dan guru sufi (mursyid). Jika ingin tahu benar terkait matematika datang kepada guru matematikan, jangan bertanya pada guru agama atau guru seni lukis.

Dengan kata lain, tabayun harus kepada orang yang punya otoritas. Tabayun harus kepada ahli dan yang memang pelaku atau bagian dari informasi yang ingin diketahui. Jangan salah tabayun ya!

Syahadatain  

Agama Islam dalam sejarah membuktikan bahwa orang-orang masuk agama Islam diawali dengan syahadatain: penyataan kesaksian Allah sebagai Tuhan dan Muhammad saw sebagai Rasul-Nya. Ucapan tersebut merupakan pintu untuk masuk sebagai pemeluk agama Islam. Orang-orang Makkah dan Madinah terdahulu pada masa Rasulullah saw menyatakan syahadatain.

Selain karena kerelaan dan sadar untuk menganut agama Islam, ada pula yang mengucapkan syahadatain secara terpaksa karena kondisi kalah perang melawan umat Islam. Peristiwa Futuh Makkah menjadi bukti bahwa banyak orang Makkah yang memusuhi Rasulullah saw kemudian saat diserang pasukan Islam, mereka segera ikrar syahadatain dan menyatakan memeluk agama Islam. Motivasi saat ikrar bisa benar-benar sadar atau mungkin karena takut. Perlu dikaji dalam sejarah tentang motivasi orang-orang Makkah ikrar syahadatain dalam peristiwa Futuh Makkah.

Sekarang terkait dengan isu orang Syiah yang mengucapkan syahadatain tidak sama dengan orang Sunni (Ahlusunnah). Bahkan disebutkan ada tambahan kesaksian kepada Imam Ali bin Abi Thalib ra dan menghujat sahabat beserta ummul mukminin (istri-istri nabi).  Benarkah demikian?

Ketahuilah bahwa isu demikian munculnya dari situs atau tokoh yang bukan orang Syiah sendiri. Bukan dari situs Syiah yang resmi, tetapi dari situs yang anti dengan mazhab Syiah. Kalau pun ada dari orang Syiah (dalam video, youtube) adalah Yasir Al-Habib dan Syaikh Tawhidi yang merupakan kaum Syiah eksream (takfiri) yang bermarkas di London, Inggris. Para ulama Syiah secara mayoritas mengecam tindakan Syiah ekstream dengan menyebutnya sebagai Syiah London dan Syiah Takfiri. Jika dikecam oleh ulama Syiah mayoritas, berarti (kaum syiah takfiri tersebut) telah menyalahi ajaran Mazhab Syiah. Sehingga bukan representasi Syiah.

Untuk membuktikan syahadatain versi Syiah yang benar perlu dicek dalam buku-buku terkait dengan ajaran mazhab Syiah. Misalnya dalam buku fikih karya ulama Syiah ditemukan pada tasyahud dalam shalat diwajibkan membaca syahadatain: Asyhadu anla ilaaha illallaah, wahdahulaa syarikalah; wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Selanjutnya disambung dengan shalawat: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Silakan buka buku Fiqih Imam Jafar Shadiq, yang ditulis oleh Muhammad Jawad Mughniyyah (Penerbit Lentera, tahun 2004) halaman 167 bahwa Imam Jafar Shadiq mengatakan dalam tasyahud membaca syahadatain.

Lihat buku Mukhtasar Al-Ahkam: Fatwa A-Marja Ad-Dini Al-‘Ala Ayatullah Al-Uzma Sayyid Muhammad Rida Al-Musawi Al-Gulpayagani (Penerbit Markaz Ahlul Bait, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor – Darol Ehsan, tahun 1993) halaman 79 bagian tasyahud tercantum syahadatain.

Selanjutnya buku A Summary of Rullings: Grand Ayatollah Nasir Makariim Ash-Shirazi (Penerbit Qom, tahun 1996) halaman 82 bagian teks azzan tercantum syahadatain; dan halaman 94 bagian tasyahud disebutkan baca syahadatain dan shalawat.

Aliyyan Waliyullah

Penambahan kalimat wa asyhadu anna ‘aliyyan waliyyullah, dalam azzan setelah syahadatain adalah sekadar syiar. Masuk kategori bid’ah dan tidak boleh dibaca dalam tasyahud saat shalat (karena bukan syahadatain). Dalam Kitab Wasail Al-Syiah, bab 19 tentang azzan dan iqamah disebutkan larangan untuk menambah teks: ‘aliyyan waliyullah dalam azzan. Hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dimasukkan dengan tidak sahih dalam kitab-kitab Syiah.

Sama seperti pernyataan kaum sufi yang masuk Tarekat Qadariyah Naqsyabandiyah menyebut bahwa Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Waliyullah. Jelas pernyataan tersebut bukan syahadatain, hanya syiar bahwa beliau adalah wali yang dirujuk dan dijadikan panutan.

Selanjutnya dalam azzan subuh, terdapat kalimat: ash-shalatu khairum minannaum. Ternyata itu tambahan dari khalifah Utsman bin Affan ra yang dimasukan dalam azzan sebagai penegas bahwa shalat lebih baik dari tidur.

Khulashah

Sejumlah isu tentang mazhab Syiah bisa diketahui jawabannya kalau mau baca buku: Syiah Menurut Syiah (Diterbitkan ABI), Buku Putih Mazhab Syiah (Diterbitkan ABI), Memahami Syiah Merajut Ukhuwah (ditulis oleh Muhammad Babul Uum), Spiritual Traveller (karya Muhammad Tijani Samawi), Dialog Sunnah Syiah (ditulis oleh Abdul Husain Syarafuddin Musawi), dan lainnya. Selayaknya buku tersebut dibaca agar mengenal dan memahami Syiah dari sumbernya. *** (IKHWAN MUSTOFA)