Bagi mazhab Ahlulbait as, turunnya surah Hal Ata (al-Insan) pada 25 Dzulhijjah merupakan bukti keutamaan dan kemuliaan Sayyidatina Fathimah al-Zahra’ as, Imam ‘Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as. Di antara keistimewaan Ahlul Bait as yang tak akan disamai siapa pun adalah siapa pun yang datang kepada mereka as, tak akan pulang dengan tangan kosong. Yang membutuhkan mereka as, tak akan kembali dengan tangan hampa, betapa pun keadaan mereka as itu sendiri.
Dan perkhidmatan yang dilakukan Ahlul Bait as itu hanya demi membuat Tuhan ridha, tanpa sedikit pun bercampur dengan noda-noda ruhaniah dan kegelapan ananiyah (keakuan). Ahlul Bait as adalah perwujudan sempurna dalam pengaktualan potensi-potensi diri yang dianugerahkan Allah SWT. Sebuah gerak subtantif menuju kesempurnaan setinggi-tingginya.
Namun, bagi Ibnu Taimiyah (w. 728 H), tokoh favorit rujukan Wahabi, surah al-Insan tidak berkenaan dengan keutamaan dan kemuliaan Ahlul Bait as. Di antara argumennya adalah Sayyidatina Fathimah al-Zahra’ as dan Imam ‘Ali as baru menikah di Madinah, Imam Hasan as dan Imam Husain as baru lahir di Madinah pada tahun ke-3 atau ke-4 H, sedangkan surah al-Insan sudah turun sebelumnya di Makkah.
Ibnu Taimiyah menulis begini dalam kitab Minhaj al-Sunnah jilid 7, halaman 179:
وسورة هل أتى مكية باتفاق أهل التفسير والنقل، لم يقل أحد منهم: أنها مدنية
“Surah al-Insan itu tergolong Makkiyah (diturunkan di Makkah) berdasarkan kesepakatan ahli tafsir dan ahli riwayat. Tidak seorang pun di antara para ahli itu yang berpendapat bahwa surah al-Insan tergolong Madaniyyah (diturunkan di Madinah)”.
Benarkah klaim tersebut? Mari kita periksa kitab-kitab dan pendapat para ulama Sunni yang eksis sebelum masa Ibnu Taimiyah.
Abu al-Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi (w. 373 H) berkata dalam tafsirnya Bahr al-‘Ulum jilid 3, halaman 429:
سورة الانسان
وهي احدى وثلاثون آية مدنية
“Surah al-Insan itu 31 ayat dan tergolong Madaniyah”
Abu al-Hasan ‘Ali al-Mawardi (w. 450 H) menulis dalam tafsir al-Nukat wa al-‘Uyun jilid 6, halaman 161:
قال ابن عباس ومقاتل والكلبي ويحى بن سلام: هي مكية، وقال آخرون فيها مكية من قوله تعالى {ان نحن نزلنا عليك القرآن تنزيلا} الى آخرها وما تقدم مدني
“Pendapat Ibnu ‘Abbas, Muqatil, al-Kalbi dan Yahya bin Salam bahwa surat itu Makkiyah. Yang lain berkata bahwa di dalamnya ada yang Makkiyah yakni dari ayat 23 sampai akhir surah, adapun ayat-ayat sebelumnya (ayat 1 sampai 22) itu tergolong Madaniyah”.
Abu Muhammad Husain al-Baghawi (w. 510 H) dalam Ma‘alim al-Tanzil jilid 8, halaman 289, menulis begini:
سورة الانسان
قال عطاء: هي مكية
وقال مجاهد وقتادة: مدنية
وقال الحسن وعكرمة: هي مدنية الا آية وهي قوله {فاصبر لحكم ربك ولا تطع منهم آثما أو كفورا}
“Surah al-Insan. ‘Atha berpendapat surah itu Makkiyah. Sedangkan Mujahid dan Qatadah berkata surah itu Madaniyyah. Ada pula pendapat ketiga dari Hasan dan ‘Ikrimah bahwa semua ayatnya tergolong Madaniyyah kecuali ayat 24”.
Di kitab Zad al-Masir fi ‘Ilm al-Tafsir jilid 8, halaman 427, Ibnu al-Jauzi (w. 598 H) menulis berkenaan dengan surah al-Insan:
أحدها: أنها مدنيّة كلّها، قاله الجمهور منهم مجاهد وقتادة. والثاني:
مكيّة، قاله ابن يسار، ومقاتل، وحكي عن ابن عباس. والثالث: أنّ فيها مكّيّا ومدنيّا.
“Pendapat pertama: surah al-Insan itu Madaniyyah seluruhnya dan inilah pendapat mayoritas ulama, di antaranya Mujahid dan Qatadah. Pendapat kedua: Itu surah Makkiyah, inilah pendapat yang dikatakan Ibnu Yasar. Adapula pendapat ketiga bahwa di surah itu ada yang Makkiyah, dan sebagian lain Madaniyyah”.
Semua keterangan ini membuktikan tidak ada kesepakatan di kalangan ulama Sunni, bahkan yang generasi salaf sekalipun bahwa surah al-Insan tergolong Makkiyah. Ulama salaf sekaliber Mujahid dan Qatadah malah berpendapat itu Madaniyyah, bahkan menurut sebagian ulama inilah pendapat yang dipegang mayoritas. Jadi, yang mengatakan Makkiyah itu justru pendapat minoritas.
Kalau kita mengacu ke sumber primer seperti Fadhail al-Quran karya Ibnu Dhurais (w. 294 H), terdapat riwayat dari sahabat bahwa surah al-Insan itu diturunkan di Madinah. Makan menurut peneliti kontemporer, argumen surah Al-Insan itu Madaniyyah mengacu pada perkataan sahabat dan tabi‘in dan riwayat-riwayat yang mendukung pandangan ini lebih banyak jalur periwayatannya; dibandingkan riwayat yang mengatakan surah itu Makkiyah.
Dengan semua ini, terbuktilah kedustaan klaim Ibnu Taimiyah yang mengatasnamakan kesepakatan para ahli. Semoga berkah dan bermanfaat. Mohon doanya. Shalawat!
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Aali Sayyidina Muhammad wa ‘ajjil farajahum.
***
Ditulis oleh Muhammad Bhagas, S.Ag