Dalam diskusi buku berjudul 40 Masalah Syiah yang diadakan Balitbang Kemenag, 17 Desember 2012, Fahmi Salim (FS) menuduh telah memutarbalikkan fakta sejarah terkait dengan terbunuhnya Utsman bin Affan.
Sembari menolak keterlibatan Aisyah, Thalhah, Zubair dan sahabat-sahabat yang lain, Fahmi menduga tuduhan Kang Jalal tersebut disandarkan pada kitab al-Muraja'at karangan Syafruddin al-Musawi yang menurutnya kitab fiktif yang penuh dengan tuduhan jahat.
Ada beberapa kesalahan fatal FS dalam diskusi atas studi kasus-kasus lektur dan khazanah keagamaan di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat tersebut.
Pertama, sebagai anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat seharusnya FS tidak berargumentasi dengan dugaan. Bisa dibayangkan kalau MUI Pusat saja mengandalkan dugaan untuk membuktikan apa yang FS anggap sesat. Maka tidak aneh kalau MUI daerah seperti Sampang dan Jawa Timur pun mengandalkan isu-isu irrasional dalam fatwanya, seperti yang penulis sebut di awal tulisan ini. Argumentasi yang tentunya lebih buruk dari sekedar dugaan yang dipraktekkan FS.
Kedua, Kitab al-Muraja'at baik edisi asli maupun terjemahan yang diterbitkan Mizan dengan judul Dialog Sunni-Syiah dilengkapi dengan referensi yang otoritatif. Alih-alih melacaknya untuk membuktikan benar tidaknya apa yang ditulis pengarangnya, FS malah menuduhnya sebagai buku palsu.
Jelas kalau FS benar-benar terkena sindrom cognitive dissonance. Mencari kambing hitam, melemparkan tuduhan adalah cara yang paling mudah untuk menghindari konsekwensi yang pasti dihadapi.
Ketiga, FS hanya melakukan copy paste dalam menuduh al-Muraja'at sebagai buku fiktif. Tampaknya FS menukilnya dari makalah Mustafa Ya'qub yang disampaikan pada seminar Istiqlal, 21 September 1997, yang diterbitkan dengan judul Mengapa Kita Menolak Syiah.
Untuk tidak mengulangi pembahasan yang sudah ada, di sini penulis tidak akan membahas polemik tentang al-Muraja'at. Poin yang ingin penulis tunjukkan dalam bagian ini betapa para pendukung fatwa sesat MUI Jatim benar-benar terkena sindrom cognitive dissonance, tidak hanya FS tapi semua pihak yang menolak keberadaan Syiah.
Keempat, FS menuduh Emilia di halaman 83 bukunya telah menfitnah para tokoh perang Jamal yang memerangi Ali. Menurutnya ini suatu tuduhan yang luar biasa terhadap para sahabat. Sekali lagi, di sini, tampak ketidakcerdasan FS -untuk tidak menyebut ketololannya- dalam membaca buku. Pada halaman yang dimaksud Emilia hanya menukil pendapat para ulama terdahulu yang melaporkan peristiwa Jamal kepada kita.
Beberapa sumber yang menjadi rujukan Emilia disebut dengan jilid dan halamannya. Seperti Sahih Bukhari 7: 458 Hadis Nomor 5688. Tarikh Ibn al-Athir, 3: 242, al-Isti'ab hamish al-Isabah, 2: 245, disertasi Muhammad Zain dengan judul Dekonstruksi Sakralitas Sahabat Nabi. Karena itu tuduhan FS adalah salah alamat.
Bukan Syiah dan bukan Emilia yang menuding keterlibatan sahabat dalam pembunuhan Usman. Sejarawan Ahlussunnah yang menyebut para elit sahabat terlihat kudeta penggulingan Usman. Adalah Thalhah dan Zubair, selain Aisyah, Ummul Mu'minin, dan Amru bin Ash penggerak utama penggulingan Usman.
Thalhah adalah sahabat yang menyembelih Usman dan dibalas dengan perlakukan serupa oleh Marwan dalam perang Jamal. Ucapan Aisyah yang menyebut Usman sebagai na'thal sangat terkenal: "Bunuhlah si Na'sal ia telah kafir."
Abu Said al-Khudri menyebut delapan ratus sahabat menyaksikan pembunuhan Usman dan, membiarkannya. Amru bin Ash melarang sahabat lain untuk menyalati Usman. Dan Thalhah dengan dukungan kaum Anshar melarang penguburan jasad Usman sehingga terlantar selama tiga hari.
Setelah semua bukti yang terang benderang ini masihkah FS menganggap Emilia melakukan tuduhan yang luar biasa terhadap sahabat? fa'tabiru ya ulil absar!
Fakta sejarah yang direkam oleh ulama Ahlussunah di atas semakin memperjelas bahwa Syiah-Sunni memiliki banyak kesamaan. Semua argumentasi yang dibangun Syiah memiliki landasan epistimologi dalam referensi Sunni.
Sekiranya Syiah sesat karena mengusung argumentasi yang didukung oleh banyak rujukan Sunni yang otoritatif, maka logikannya Sunni juga sesat. Karena itu, sesama kelompok sesat dilarang saling menyesatkan.[]