Secara etimologi, mahabbah adalah bentuk masdar dari kata: حب yang mempunyai arti: a) membiasakan dan tetap, b) menyukai sesuatu karena punya rasa cinta. Dalam bahasa Indonesia kata cinta, berarti: a) suka sekali, sayang sekali, b) kasih sekali, c) ingin sekali, berharap sekali, rindu, makin ditindas makin terasa betapa rindunya, dan d) susah hati (khawatir) tiada terperikan lagi.
Bisa dipahami bahwa mahabbah (cinta)
merupakan keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi kepada yang lain
atau ada perhatian khusus, sehingga menimbulkan usaha untuk memiliki dan
bersatu dengannya, sekalipun dengan pengorbanan. Sedangkan secara terminologi,
terdapat perbedaan defenisi di kalangan ulama. Misalnya Imam al-Gazāli mengatakan bahwa mahabbah adalah
kecenderungan hati kepada sesuatu. Kecenderungan yang dimaksud oleh al-Gazali
adalah kecenderungan kepada Tuhan karena bagi kaum sufi mahabbah yang
sebenarnya bagi mereka hanya mahabbah kepada Tuhan. Hal ini
dapat dilihat dari ucapannya, “Barangsiapa yang mencintai sesuatu tanpa ada
kaitannya dengan mahabbah kepada Tuhan adalah suatu kebodohan
dan kesalahan karena hanya Allah yang berhak dicintai.”
Sementara itu, Harun Nasution (w.1998 M.)
mengemukakan bahwa mahabbah mempunyai beberapa pengertian:
1. Memeluk
kepatuhan pada Tuhan dan membenci sifat melawan pada-Nya.
2. Menyerahkan
seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan
hati dari segala-galnya kecuali dari diri yang dikasihi. Yang dimaksud
dengan kekasih ialah Allah.
Pengertian tersebut di atas sesuai dengan tingkatan kaum
muslimin dalam pengalamannya terhadap ajaran agama, tidak semuanya mampu
menjalani hidup kesufian, bahkan hanya sedikit saja yang menjalaninya, yang
terbanyak adalah kelompok awam mahabbah-nya termasuk pada
pengertian yang pertama. Sejalan dengan itu, al-Sarraj (w. 377 H) membagi mahabbah kepada
tiga tingkatan yaitu:
1. Cinta
biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, senantiasa menyebut nama-nama
Allah dan memperoleh kesenangan dalm berdialog dengan Tuhan.
2. Cinta
orang siddiq, yaitu orang yang kenal kepada Tuhan, pada
kebesaran-Nya tabir yang memsahkan diri seseorang dari Tuhan dan denagn
demikian dapat melihat rahasia-rahasia pada Tuhan
3. Cinta
orang ‘arif, yaitu mengetahui betul Tuhan, yang dilihat dan yang dirasa
bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai
masuk ke dalam ciri yang mencintai.
Terlepas dari banyaknya
penjelasan mengenai defenisi dan “seluk-beluk” cinta atau mahabbah tersebut,
namun yang pasti, mahabbah pada dasarnya merupakan sebuah sikap
operasional. Dengan kata lain, konsep mahabbah (cinta kepada
Allah) adalah salah satu ajaran pokok yang memungkinkan Islam membawa rahmat
bagi seluruh isi alam.
Cinta pada hakikatnya bukanlah sebutan untuk
emosi semata-mata yang hanya dipupuk di dalam batin saja, akan tetapi ia adalah
cinta yang memiliki kecenderungan pada kegiatan nyata sekaligus menjadi sumber
keutamaan moral. Hanya saja dalam perjalanan sejarah umat Islam, term “cinta”
atau “mahabbah” telah menjadi salah satu pokok pembicaraan orang-orang
sufi. Mereka menggeser penekanan cinta kea rah idealism emosional yang
dibatinkan secara murni. Sehingga di kalangan sufi, mahabbah adalah
satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan makrifat, baik dalam
penempatannya maupun dalam pengertiannya.
Kalau makrifat merupakan tingkat pengetahuan
tentang Tuhan melalui hati, sedang mahabbah adalah merupakan
perasaan kedekatan dengan Tuhan melalui cinta. Seluruh jiwa terisi oleh rasa
kasih dan kasih dan cinta kepada Tuhan. Rasa cinta yang tumbuh dari pengetahuan
dan pengenalan kepada Tuhan, sudah sangat jelas dan mendalam, sehingga yang
dilihat dan dirasa bukan cinta, tetapi”diri yang dicintai”.
Oleh karena itu menurut al-Gazali, mahabbah itu
adalah manifestasi dari makrifat kepada Tuhan. Demikian cintanya orang-orang
sufi kepada Tuhan, mereka rela mengorbankan dirinya demi memenuhi keinginan
Tuhannya.
Olehnya itu, cinta atau mahabbah pada
hakikatnya adalah lupa terhadap kepentingan diri sendiri, karena mendahulukan
kepentingan yang dicintainya yaitu Tuhan. Mahabbah adalah
suatu ajaran tentang cinta atau kecintaan kepada Allah. Tetapi bagaimana bentuk
pelaksanaan kecintaan kepada Allah itu tidak bisa dirumuskan secara pasti
karena hal itu menyangkut perasaan dan penghayatan subyektif tiap sufi. ***
Kajian Mahabbah dalam Tasawuf bisa diikuti melalui Youtube (klik) Misykat TV