30/04/23

Kisah Keledai Ufair: Benarkah Shahih?

Seseorang telah meminta untuk untuk menyampaikan komentar atas buku Banyolan Syiah Imamiyah  karya Firanda Andirja Abidin, Lc, MA yang dimuat dalam situs Salam-Online; yang isinya menyatakan perawi hadis Syiah terdapat keledai. Benarkah riwayat tersebut shahih dalam khazanah hadis-hadis dalam mazhab Syiah Imamiyah?

Pertama, dalam tradisi keilmuan mazhab Syiah Imamiyah, tidak ada yang namanya kitab hadis yang shahih, yaitu kitab yang seluruh isinya hadis yang shahih. Dari seluruh kitab hadis Syiah, termasuk kitab Al-Kafi karya Al-Kulaini oleh ulama Syiah yang muktabarah tidak dianggap seluruhnya shahih. KeduaAl-Kafi adalah kitab hadis Syiah yang ditulis pada abad ke-4 H. Hadits-hadits al-Kafi mencapai 16.199 hadis. Tidak seperti Bukhari yang menyeleksi hadis yang ia tulis, Al-Kulaini pada kitabnya hanya menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang yang “mengaku” sebagai pengikut para Imam Ahlulbait as. Jadi, Al-Kulaini hanya sebagai pengumpul hadis-hadis dari Ahlulbait as. Tidak ada satu pun pernyataan dari Al-Kulaini yang mengisyaratkan semua hadis yang dikumpulkannya adalah otentik (shahih). Dia hanya mengumpulkan dan mempersilakan para ahli untuk memverifikasinya.

Oleh karena itu, ulama-ulama Syiah Imamiyah (sesudah Al-Kulaini) telah menyeleksi kitab hadis ini dan menentukan kedudukan setiap hadisnya. Hasil penelitian Sayyid Ali Al-Milani menyatakan bahwa dari seluruh hadis-hadis Al-Kulaini, lebih dari setengahnya (lebih dari 9.000) adalah dha’if (lemah).

Syahid Tsani juga memiliki pandangan yang sama.[1] Meski banyak yang lemah, tetap saja hadis shahih yang ada pada kitab Al-Kafi jumlahnya masih sangat banyak, yaitu kira-kira sama dengan jumlah riwayat yang terdapat pada kitab Shahih Bukhari. Hingga kini, orang-orang Syiah memperlakukan kitab-kitab hadis mereka dengan cara pandang kritis. Tidak setiap hadis langsung dipercaya. Mereka hanya mempercayai hadis yang sudah diteliti oleh para ulama dengan sangat ketat. Sehingga adanya riwayat-riwayat aneh seperti kisah keledai ini bukan hal yang menakjubkan dan sama sekali tidak bisa secara serta-merta dijadikan sebagai argumen untuk memojokan Syiah. Bagi orang Syiah pun, riwayat seperi ini juga memang lemah dan tidak layak dijadikan pegangan.

Ketiga, khusus untuk kisah Keledai Ufair ini, Allamah Majlisi dalam kitab yang berjudul Mir’aatul Uquul menyatakan bahwa riwayat ini lemah dan sengaja disusupkan oleh musuh-musuh Islam dalam rangka menghina agama. Menurut ulama hadis Syiah, hadis ini mursal (ada mata rantai sanad yang terputus). Selain itu, di antara para perawinya terdapat seorang bernama Sahal bin Ziyad. Pada kitab Rijal An-Najasyi dikatakan bahwa dia orang yang tidak bisa dipercaya serta sering berdusta dan berbohong.[2]

Perlu segera ditambahkan bahwa Allamah Majlisi wafat pada tahun 1110 H. (sekitar 330 tahun yang lalu) dan ia sudah mengkritisi riwayat ini. Pendeteksian atas kelemahan riwayat ini sudah dilakukan oleh ulama Syiah sendiri, berabad-abad yang lalu. Lalu, kini dimunculkan kaum takfiri, yang juga mengkritisinya bak pahlawan kesiangan.

Keempat, seperti tuduhan-tuduhan lainnya, Firanda sama sekali tidak mencantumkan kitab rujukan terkait dengan pernyataan Ayatullah Khui yang mempercayai riwayat ini. Firanda juga tidak mencantumkan rujukan ketika menyatakan bahwa Al-Mahdi memiliki keyakinan tentang validnya semua hadis dalam kitab Al-Kafi. Siapakah Al-Mahdi yang dimaksud?  Di kitab apa ia bicara seperti itu? Karena itu, seperti biasa sulit memberikan tanggapan atas tulisan yang sangat tidak ilmiah tersebut (buku Banyolan Syiah Imamiyah).

Kelima, sebenarnya riwayat tentang keledai bernama ‘Ufair ini (dengan kisah yang sangat mirip, yaitu bisa bicara, mengaku sebagai keturunan keledai di masa Nabi Nuh, serta mati bunuh diri dengan cara meloncat ke sumur) terdapat juga pada sejumlah kitab riwayat Sunni. Bisa ditemukan riwayat ini pada kitab Subul Al-Huda karya Shalih Asy-Syaami (jilid 7, halaman 406; dan jilid 11, halaman 421), kitab Dala’il An-Nubuwwah karya Abu Nai’m Isfahani, kitab As-Sirayah (jilid 6, halaman 10) karya Ibnu Asakir; riwayat tentang Ufair ini kemudian dikutip oleh Ad-Dumairi dalam kitab yang berjudul Hayat Al-Hayawan (jilid 1, halaman 251), kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir Asy-Syami, dan kitab Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyadh.

Silakan direnungkan! Kisah keledai Ufair ini hanya ada pada satu kitab hadis Syiah, tetapi mereka ributnya minta ampun. Padahal, kisah ini sudah lama dikritisi oleh ulama Syiah sendiri. Sedangkan kisah yang sama terdapat, sediktinya pada enam kitab Sunni, dan mereka sendiri tidak pernah mencoba melakukan otokritik atas riwayat yang ada pada kitab riwayat mereka.

Keenam, kalau takfiri menyerang Syiah dengan riwayat ini dan mengatakan bahwa kitab Syiah penuh dengan dongeng yang menggelikan, riwayat-riiwayat yang aneh juga terdapat pada kitab-kitab Sunni. Perhatikan beberapa di antaranya dalam kitab Hilliyyah Al-Auliya karya Abu Naim Al-Isfahani (jilid 3) terdapat riwayat yang menyatakan bahwa “yang pertama kali menyalati jenazah Rasulullah saw adalah Allah (fa innahu awwala man yushalli ‘alayya Ar-Rabbu ‘azza wa jalla wa man fawqa arsyihi). Allah menyalati jenazah? Terus, saat Allah shalat, Dia menyembah siapa?

Kemudian dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir dikatakan bahwa Rasulullah saw melihat Allah di Padang Arafah sedang menunggangi unta berwarna merah. Nah, apakah yang demikian layak dianggap lelucon dan kekonyolan dari Ahlussunnah? Tentu ini untuk dikaji ulang terkait dengan riwayat tersebut. Mari bersikap kritis atas setiap riwayat yang merendahkan derajat agama Islam. *** (Ikhwan Mustafa) 



[1] Majid Ma’arif, Sejarah Hadis (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012)  halaman 467.

[2] Kitab Rijal An-Najasyi, Jilid 1, halaman 185.