Husain Al-Musawi Tidak Mengenal Ulama dan Imam Syiah
Husain al-Musawi yang mengaku mujtahid syiah ini, ternyata tidak mengenal tokoh-tokoh dan ulama-ulama syiah, bahkan ia tidak mengenal imam syiah. Sebagai buku yang ditulis untuk provokasi, karya Husain al-Musawi, “Mengapa Saya Keluar Dari Syiah?” ini memang sudah sewajarnya tidak memiliki bobot akademis dan ilmiah.
Selain kerancuan dan kejanggalan sosok Husain al-Musawi yang mengaku mujtahid syiah, dia juga tidak mengenal tokoh-tokoh syiah bahkan gurunya sendiri. Selain itu bahkan dia tidak mengetahui tradisi keilmuan syiah dalam ushul maupun furu’.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Husain al-Musawi adalah sosok fiktif yang mengarang buku dengan khayalan dan imajinasinya. Dia ingin membuat sandiwara dan berusaha menjadi pemain utamanya dan menjadikan yang lain sebagai "bandit-banditnya".
Tapi sayang, ternyata pemeran utama ini tidak tahu naskah skenarionya, dan tidak mengenal dengan baik lawan bermainnya. Pada edisi ketiga ini, kita akan mengungkap lanjutan kepalsuannya dan kebodohannya tentang ulama-ulama dan imam-imam Syiah.
Untuk tidak berpanjang mari kita cermati beberapa isi buku tersebut. Pertama, pada halaman 4 (dan berlanjut di halaman-halaman berikutnya), ia menulis: > “Yang penting, saya menyelesaikan studiku dengan sangat memuaskan, hingga saya mendapat ijazah (sertifikat) ilmiah dengan mendapat derajat ijtihad dari salah seorang tokoh yang paling tinggi kedudukannya, yaitu SAYID MUHAMMAD HUSAIN ALI KASYIF AL-GHITA”....
# Perhatikanlah, Husain Musawi menyebut “Sayid Muhammad Husain Ali Kasyf al-Ghita, padahal Allamah Kasyif al-Ghita bukanlah "SAYID", karena beliau bukanlah keturunan dari Rasulullah saaw dan Ahlul bait Nabi saaw. Sehingga Allamah Kasyf al-Ghita tidak pernah dipanggil dengan Sayid melainkan dengan SYEIKH. Kita bisa baca semua buku-buku ulama syiah yang besar maupun yang kecil, semua menyebut dengan SYEIKH KASYF AL-GHITA. Bahkan kita bisa lihat sendiri di dalam karya-karyanya misalnya “Ashl Syiah wa Ushuluha” di sana disebutkan nama SYEIKH MUHAMMAD HUSAIN ALI KASYF AL-GHITA. Bagaimana mungkin Husain al-Musawi yang mengaku mujtahid dan menjadi murid Syeikh Kasyif al-Ghita, tidak tahu tentang silsilah gurunya? Padahal orang awam Syiah sekali pun tahu perbedaan antara Sayid dengan Syeikh.
Kedua, pada halman 12, ia menulis: > “...sebagaimana SAYID MUHAMMAD JAWAD pun mengingkari keberadaannya ketika memberi pengantar buku tersebut.”
# Perhatikanlah, dia menyebut Sayid Muhammad Jawad, padahal yang benar adalah “SYEIKH MUHAMMAD JAWAD (MUGHNIYAH)” karena beliau juga bukan keturunan Ahlul Bait as. Masih banyak lagi kesalahannya seperti menyebut Sayid Ali Gharwi (lihat halaman 26), padahal seharusnya Mirza Ali Ghuruwi. Begitu juga pada halaman 111 dia menulis “SAYID MUHAMMAD BAQIR ASH-SHADUQ”? Siapa orang ini? Apakah maksudnya Syeikh Shaduq yang bernama asli Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih al-Qummi (gelarnya Syeikh Shaduq)? Atau apakah maksudnya adalah Allamah Sayid Muhammad Baqir Ash-Shadr, salah seorang marja’ syiah di Najaf? Ini mungkin hanya salah tulis.
Ketiga, tidak hanya disitu ia juga tidak bisa membedakan antara ulama sunni dan syiah. Bahkan keliru menyebut buku syiah. Misalnya pada halaman 28 dan 29 dia mengutip dari buku “Maqatil ath-Thalibin”, padahal buku tersebut bukan buku syiah. "Maqatil ath-Thalibin" adalah buku karya Ulama ahlus sunnah Abul Faraj al-Isfahani al-Umawi.
Itulah di antara kekeliruannya menyebut ulama-ulama syiah. Tapi hal itu masih lumayan. Sebab tidak hanya sampai di situ, bahkan Husain al-Musawi yang mengaku mujtahid syiah ini tidak bisa membedakan imam-imam syiah. Dia kesulitan membedakan Imam-imam syiah karena terkadang memiliki panggilan yang sama.
Keempat, pada halaman 18, ia menulis: > “Amirul mukminin as berkata, “Kalaulah aku bisa membedakan pengikutku, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang-orang yang memisahkan diri. Kalaulah aku menguji mereka, maka tidak akan aku dapatkan kecuali orang-orang murtad. Kalaulah aku menyeleksi mereka, maka tidak ada yang akan lolos seorang pun dari seribu orang. (Al-Kafi/Ar-Raudhah, 8/338).”
# Ternyata Husain al-Musawi tidak mengenal Imam-imam Syiah. Di atas ia menulis “AMIRUL MUKMININ as berkata”. Perlu diketahui, gelar AMIRUL MUKMININ itu diperuntukkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib as (imam pertama syiah). Setelah kita periksa ke kitab ar-Raudhah al-Kafi, ternyata tidak terdapat kata “Amirul Mukminin”, tetapi yang ada adalah “ABUL HASAN”. Di bawah ini saya tuliskan riwayatnya:
وَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الصُّوفِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ بَكْرٍ الْوَاسِطِيُّ قَالَ قَالَ لِي أَبُو الْحَسَنِ ( عليه السلام ) لَوْ مَيَّزْتُ شِيعَتِي لَمْ أَجِدْهُمْ إِلَّا وَاصِفَةً وَ لَوِ امْتَحَنْتُهُمْ لَمَا وَجَدْتُهُمْ إِلَّا مُرْتَدِّينَ وَ لَوْ تَمَحَّصْتُهُمْ لَمَا خَلَصَ مِنَ الْأَلْفِ وَاحِدٌ وَ لَوْ غَرْبَلْتُهُمْ غَرْبَلَةً لَمْ يَبْقَ مِنْهُمْ إِلَّا مَا كَانَ لِي إِنَّهُمْ طَالَ مَا اتَّكَوْا عَلَى الْأَرَائِكِ فَقَالُوا نَحْنُ شِيعَةُ عَلِيٍّ إِنَّمَا شِيعَةُ عَلِيٍّ مَنْ صَدَّقَ قَوْلَهُ فِعْلُهُ .
“Dengan sanad-sanad ini, dari Muhammad bin Sulaiman, dari Ibrahim bin Abdillah al-Sufi berkata: meyampaikan kepadaku Musa bin Bakr al-Wasiti berkat : “Abu al-Hasan a.s berkata kepadaku (Qala li Abul Hasan): ‘Jika aku menilai syi‘ahku, aku tidak mendapati mereka melainkan pada namanya/sifatnya saja. Jika aku menguji mereka, nescaya aku tidak mendapati mereka kecuali orang-orang yang murtad (murtaddiin). Jika aku periksa mereka dengan cermat, maka tidak seorangpun yang lulus dari seribu orang. Jika aku seleksi mereka, maka tidak ada seorangpun yang tersisisa dari mereka selain dari apa yang ada padaku, sesungguhnya mereka masih duduk di atas bangku-bangku, mereka berkata : Kami adalah Syi‘ah Ali. Sesungguhnya Syi‘ah Ali adalah orang yang amalannya membenarkan kata-katanya.“ (ar-Raudhat al-Kafi hadis no 290).
# Perhatikan, hadits di atas menyebutkan ABUL HASAN as, bukan Amirul Mukminin. Ketahuilah Abul Hasan as adalah panggilan untuk beberapa imam syiah, di antaranya Imam Ali bin Abi Thalib as (imam pertama), Imam Ali Zainal Abidin as (imam keempat), Imam Musa al-Kadzhim (imam ketujuh), Imam Ali ar-Ridha (imam kedelapan), dan Imam Ali al-Hadi (imam kesepuluh).
Sekarang siapakah Abul Hasan yang dimaksud oleh hadits di atas? Jawabnya adalah bahwa hadits di atas berasal dari Imam Musa al-Kadzhim, bukan dari Amirul mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as. Sebab hadits tersebut diriwayatkan oleh Musa bin Bakr al-Wasithi, dan beliau adalah sahabat Imam Musa al-Kadzhim as (imam ketujuh syiah). Bagaimana mungkin, Husain al-Musawi yang mengaku mujtahid ini, tidak mengenal imamnya sendiri? Ini mujtahid yang salah kaprah.
# Selain itu, perhatikan bagaimana ia memotong bagian akhir dari riwayat tersebut yang menegaskan, “Kami adalah Syi‘ah Ali. Sesungguhnya Syi‘ah Ali adalah orang yang amalannya membenarkan kata-katanya”.
Jika kita perhatikan akhir dari riwayat tersebut, maka jelas bagaimana Imam Musa al-Kadzim menyifati orang-orang syiah yang sejati. Di manakah posisi Husain al-Musawi? Mungkin termasuk yang bagian pertama dari hadits di atas, yaitu ngaku syiah dan murtaddiin yang tidak lolos seleksi para imam. Wallahu a’lam. (bersambung)
[ditulis oleh Candiki Repantu]