18/09/20

Shalat Jumat versi Mazhab Ahlulbait

image
Kalau shalat Jumat versi mazhab Ahlulbait, apakah sama dengan Ahlussunnah yang kalau tiga kali berturut-turut tidak dilaksanakan dia keluar dari kemuslimannya? Benarkah untuk pengikut mazhab Ahlulbait, shalat jumat tidak wajib? Demikian tanya seseorang pada chat WhatsApp.
Baiklah kami coba jawab seadanya. Dalam mazhab Ahlulbait ada hadis yang berbunyi: “Apabila seseorang meninggalkan shalat jumat tiga kali berturut-turut, Allah akan memasukan kemunafikan dalam hatinya.” Hadis ini mashur di kalangan Ahlulbait.
Berkaitan dengan shalat Jumat ini ada sedikit perbedaan pemahaman. Dalam mazhab Ahlulbait ada yang memahami shalat Jumat tidak wajib kalau Imam Mahdi tidak hadir. Sekarang ini beberapa orang dari pengikut Ahlubait menyatakan tidak wajib melaksanakan shalat jumat karena Imam Mahdi sedang gaib (tidak terlihat dengan mata lahiriah manusia biasa). Dalilnya merujuk pada surah Jumu'ah ayat 9, “Hai orang yang beriman, idza nuudiya lis shalaati min yawmil jumu'ah..." (apabila dipanggil shalat di Hari Jum'at...). Menurut mazhab Ahlulbait bahwa yang memanggil shalat jumat itu bukan (hanya) seruan azan, melainkan juga Amirul Mu'minin atau Imam pada zamannya.
Dalam fiqih Jafari disebutkan bahwa sang penyeru haruslah Rasulullah saw dan para Imam yang dipilihnya. Karena syaratnya Imam shalat khusus ini harus 'adalat' (adil) karena salat Jumat ini bukan shalat biasa. Ini adalah pertemuan agung mingguan antara Ulil Amri (Rasul atau Imam) dengan seluruh kaum Muslimin.
Di zaman Rasulullah saw, Beliau yang menjadi 'nadi' (penyeru) orang-orang untuk menghadiri shalat jumat. Di masa Imam Ali bin Abu Thalib as, beliau yang menjadi penyeru.
Saat Imam hadir maka shalat Jumat hukumnya wajib 'aini. Dengan gaibnya Imam Mahdi maka shalat Jumat menjadi wajib ikhtiari alias wajib optional, pilihan antara shalat Jumat atau shalat Zuhur saja. Hanya saja ada beberapa orang yang ingin ikhtiyat (ekstra hati-hati) mereka shalat Zuhur lagi setelah Jumatan dengan alasan Imam adil (Mahdi) belum hadir.
Di Iran setelah kepemimpinan rezim Pahlevi, Imam Khumaini menganjurkan orang-orang pergi Jumatan dan mirip di zaman Rasulullah saw dipusatkan di setiap kota karena ini pertemuan agung. Demikianlah, semoga sedikit dipahami. *** [Tim Misykat]