06/10/20

Syiah dan Sunni: Sampai Kapan Bertikai Terus? [by Husein Alkaff]

Fakta dan Realita

Kelompok Syiah dan kelompok Sunni merupakan fakta sejarah dan realita yang ada sejak sejak zaman dahulu. Keberadaan mereka akan tetap ada hingga akhir zaman.  

Menjadi seorang Syiah atau menjadi seorang Sunni bisa karena faktor lingkungan yang determinan atau karena faktor pilihan. Mayoritas rakyat Iran menjadi Syiah karena faktor lingkungan. Demikian pula halnya dengan mayoritas rakyat Indonesia menjadi Sunni. Sementara yang menjadi Syiah atau menjadi Sunni karena pilihan hanya sebagian kecil saja.

Namun di era komunikasi yang serba terbuka ini, kesempatan untuk menjadi Syiah atau menjadi Sunni karena faktor pilihan makin terbuka pula. Setiap kelompok punya kesempatan yang sama untuk menyampaikan ajaran dan keyakinannya. Karena itu, mereka ditantang untuk beradu argumentasi dan harus menyampaikan ajaran dan keyakinannya dengan cara yang menarik, logis dan bernash. 

Setiap kelompok berhak mempertahankan atau membela ajaran dan keyakinannya dengan tanpa menyerang ajaran dan keyakinan kelompok yang lain.

Setelah itu semua, biarkan akal dan hati setiap manusia yang akan menilai, mana yang logis dan sesuai dengan kemantapan hatinya, dan kemudian ketika dia menjadi Syiah atau menjadi Sunni, maka itu karena pilihannya sendiri bukan karena paksaan dan ancaman atau karena rayuan. 

Bukan saatnya lagi satu kelompok mengajak kelompok  yang lain untuk mengikutinya, karena cara ini akan mengalami kegagalan atau akan menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran, dan kemudian akan melahirkan konflik dan permusuhan. Jika harus berdiskusi dan tukar pikiran, maka harus didasari dengan jiwa yang terbuka, hati yang dingin dan saling menghargai. 

Ajaran dan Prilaku

Dalam kaitannya dengan diskusi dan tukar pikiran antara Syiah dan Sunni, maka yang harus disoroti adalah ajaran dan keyakinan masing-masing bukan prilaku mereka. Seringkali terjadi dalam sebuah diskusi dan kajian tentang Syiah dan Sunni, yang menjadi tema diskusi adalah prilaku mereka yang salah, lalu disematkan pada ajaran mereka. Hal ini tentu tidak dapat dibenarkan dan bahkan sebuah kedzaliman terhadap ajaran mereka.  

Karena itu, perlu diperjelas mana yang menjadi ajaran Syiah dan Sunni dan mana yang menjadi prilaku orang Syiah dan prilaku orang Sunni.

Ajaran dan keyakinan adalah sesuatu yang diambil dari sumber-sumbernya yang dapat dipertanggungjawakan kebenaran dan validitasnya. Sedangkan prilaku adalah sesuatu yang diambil dari para pemeluk ajaran itu yang bisa benar dan bisa salah. 

Sumber Ajaran Syiah dan Sumber Ajaran Sunni

Dalam tulisan ringkas ini, tidak akan disebutkan ajaran-ajaran Syiah dan ajaran-ajaran Sunni, karena hal itu membutuhkan kajian yang panjang, dan itu dapat dilihat dari buku-bukunya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan validitasnya. 

Tulisan ini hanya menitikberatkan secara ringkas apa yang menjadi sumber ajaran mereka. Sumber ajaran yang disepakati Syiah dan Sunni adalah Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Selama ajaran mereka berdasarkan dua sumber itu, maka siapapun tidak bisa menyalahkan dan sensesatkannya. Perbedaan antara Syiah dan Sunni atau bahkan intra Syiah dan intra Sunni sendiri muncul lebih karena ijtihad dalam memahami teks Qur’an dan Sunnah, dan ijtihad seseorang mungkin benar dan mungkin salah. Oleh karena, ijitihadnya mungkin salah, maka dia tidak berhak menyalahkan orang lain.  

Untuk melakukan ijtihad, seseorang harus menguasai sejumlah disiplin ilmu alat sebagai pra-syarat ijtihad seperti, Bahasa Arab, Ushul Fiqih dan lainnya yang mumpuni agar pemahamannya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan meskipun hasil ijtihadnya tidak absolut kebenarannya.  

Selain Qur’an dan Sunnah, terdapat sumber ajaran yang membedakan Syiah dan Sunnah, yaitu Sunnah Ahlul Bait dan Sunnah (atsar) Sahabat.  

Syiah berpegangan dengan Ahlulbait. Sedangkan Sunni mengikuti Sahabat, khususnya empat khalifah. Masing-masing dari mereka mempunyai alasan dari Qur’an dan Sunnah Nabi saw dalam mengikuti sumber ketiga ini. Malah ada satu dasar yang sama, namun beda pemahaman yaitu sabda Nabi Muhammad Saw yang berbunyi, "Peganglah sunnahku dan sunnah para khalifah rasyidiin setelahku.” Syiah mengartikan para khalifah itu adalah para Imam Ahlulbait. Sedangkan Sunni mengartikan mereka itu adalah empat khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abu Thalib ra.  

Syiah mengikuti sahabat selama tidak bertentangan dengan Ahlulbait. Sunni  mengikuti Ali bin Abi Thalib selaku sahabat Nabi saw. Karena itu, mereka tidak mengikuti Ahlulbait lainnya. Meski demikian, Syiah dan Sunni mengikuti sumber ketiga ini berdasarkan Qur’an dan Sunnah Nabi saw. 

Prilaku Orang Syiah dan Prilaku Orang Sunni

Orang Syiah adalah seorang Muslim yang mengikuti Qur’an, Sunnah Nabi saw. dan Sunnah Ahlul Bait. Orang Sunni adalah seorang Muslim yang mengikuti Qur’an, Sunnah Nabi saw dan Sunnah Sahabat Nabi.  

Orang Syiah dan orang Sunni adalah manusia biasa; bisa salah dan bisa benar. Bahkan banyak dari mereka yang melanggar ajaran mereka sendiri.  

Karena itu, prilaku mereka tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai ajaran mereka, atau menganggap prilaku mereka sebagai ajaran. Terlalu banyak bukti kesalahan atau penyimpangan mereka dari ajaran mereka sendiri. Bukti yang paling nyata adalah mereka melakukan maksiat, asusila dan tidak manusiawi. Kemudian kita pun menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa dan tidak heboh, karena kita mempunyai kecerdasan yang cukup untuk membedakan mana yang menjadi ajaran dan mana yang menjadi prilaku para pengikut ajaran itu. 

Namun sayang kecerdasan itu tiba-tiba hilang ketika yang melakukan kesalahan itu kelompok lain lalu dianggapnya sebagai ajaran mereka, dan kemudian muncul saling menyalahkan dan mensesatkan yang berakhir pada kebencian dan permusuhan. 

Kapan Pertikaian Berakhir?

Banyak alasan untuk menghentikan pertikaian Syiah dan Sunni, diantaranya, ketika semua para pengikutnya menjadi orang-orang yang baik dan tidak ada yang melakukan kesalahan. Namun keadaan seperti ini agak mustahil atau sangat sulit terjadi sampai hari Kiamat. 

Kalau keadaan itu tidak mungkin, maka pertikaian bisa berakhir, ketika masing-masing dari pengikutnya mempunyai kecerdasan yang cukup untuk membedakan antara ajaran Syiah dan ajaran Sunni dengan prilaku orang Syiah dan prilaku orang Sunni. Semoga dari mereka banyak yang cerdas.*** 

Husein Alkaff adalah Anggota Dewan Syuro Ahlulbait Indonesia