Masih tentang Sayyidah Fathimah alaihassalam, berikut ini kami tuliskan empatpuluh hadits tentang Ummu Abiha. Hadis-hadis ini datang dari lisan Ummul Mu’minin berdasarkan sumber-sumber kitab dua mazhab besar dalam Islam. Saya terjemahkan dari www.imamreza.net/arb/imamreza.php?id=2907. Semoga memperkuat barisan persatuan Kaum Muslimin.
Berkata ‘Aisyah: “Sesungguhnya Nabi Saw jika kembali dari bepergian, beliau akan mencium leher Fathimah dan berkata, ‘darinya aku mencium wewangian surgawi.” (Yanabi’ al-Mawaddah, 2:60, hadits 46, dan halaman 322, hadits 934; Syaikh Sulaiman al-Qanduzi al-Hanafi).
Berkata ‘Aisyah: “Nabi Saw banyak sekali mencium Fathimah.” (Al-Jami’ al-Shaghir 2:294, Imam al-Suyuthi al-Syafi’i dan; Al-Fath al-Kabir, 2:368, Al-Nabhani).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa jika Fathimah mendatangi (majelis) Rasulullah Saw, beliau akan berdiri dari tempat duduknya, mencium kepala Fathimah dan (mempersilakan) mendudukan Fathimah di tempat duduk Nabi. Begitu pula bila Nabi Saw datang menemui Fathimah. Fathimah akan berdiri, mencium Nabi dan mempersilakan Nabi di tempat duduknya. (Manaqib Ali abi Thalib, Ibn Syahr Asub 3:113)
Berkata ‘Aisyah: “Rasulullah Saw berkata kepadaku, ‘Ya ‘Aisyah, sesungguhnya ketika aku diperjalankan ke langit pada malam isra, malaikat Jibrail as memasukkan aku ke surga. Ia memberikan bagiku satu buah. Aku pun memakannya. Jadilah ia benih dalam sulbiku. Dan ketika aku turun (ke bumi) aku menemui Khadijah sa. Sesungguhnya Fathimah dari buah surgawi itu. Ialah bidadari dalam rupa manusia. Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fathimah. (Tarikh Baghdad, 5:87, Al-Khatib al-Baghdadi).
Diriwayatkan pula dari ‘Aisyah, ketika Nabi Saw menjawab pertanyaannya mengapa ia sering mencium Fathimah, “…sesungguhnya bila aku merindukan wewangian surgawi aku mencium wewangian itu dari Fathimah. Ya Humaira! Sesungguhnya Fathimah tidak seperti perempuan lainnya.” (Maqtal al-Husain as, 1:63-64, Al-Khawarizmi al-Hanafi).
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata, “’Aisyah menemui Nabi Saw dan ia melihat beliau mencium kening Fathimah. ‘Aisyah bertanya, “Engkau mencintainya ya Rasulallah?” Kemudian Nabi Saw menjawabnya. Di akhir kalimatnya Nabi bersabda, “…Jibrail membawa aku ke surga, dan aku berada di depan sebuah pohon dari cahaya. Aku bertanya kepadanya, “Kekasihku Jibrail, bagi siapakah pohon ini?” Ia menjawab, “Bagi saudaramu, Ali.” Kemudian aku berjalan hingga sebuah pohon kurma, yang sangat lembut, lebih harum dari wewangian misk, lebih manis dari madu. Aku ambil satu dan memakannya. Maka jadilah buah itu dalam sulbiku. Dan ketika aku turun, aku menemui Khadijah. Ia pun mengandungkan Fathimah. Maka, Fathimah adalah bidadari dalam rupa manusia (al-hawra al-insiyyah). Kalau aku merindukan surga, aku mencium harumnya Fathimah. (‘Ilal al-Syara’i, 2:184, bab 147, Syaikh Al-Shaduq).
Dari Masruq, dari ‘Aisyah, ia berkata: “Fathimah berjalan kaki. Seakan-akan langkah kakinya seperti langkah kaki Rasulullah Saw.” Shahih al-Muslim, 4:1905, hadits nomor 99).
Berkata ‘Aisyah, “Kalau Fathimah berjalan, ia menyerupai Rasulullah Saw.” (Akhbar al-Duwal wa Atsaar al-Uwal, 87, Al-Qirmani).
Dari Masruq, dari ‘Aisyah, ia berkata: “Fathimah berjalan kaki. Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia. Tidaklah Fathimah berjalan kecuali seperti Rasulullah Saw. Kalau beliau melihatnya, Nabi Saw akan berkata: ‘Marhaban ya bintii, selamat datang wahai putriku.” Beliau sebut itu dua kali. Kemudian Nabi Saw berkata, “Tidakkah engkau ridha, datang pada hari Kiamat sebagai Sayyidah (penghulu perempuan) kaum Mu’minin, dan perempuan umat ini?” (Amaali al-Thusi, 9:496 bab 12; Bihar al-Anwar, 23:43, hadits nomor 19, Allamah al-Syaikh al-Majlisi).
Seperti riwayat di atas, kecuali pada bagian akhirnya Nabi Saw bersabda pada Fathimah, “Sesungguhnya engkaulah Ahlul Baitku yang pertama menyusulku. Sebaik-baiknya kebahagiaan bagiku adalah kedatanganmu.” Fathimah menangis setelah itu kemudian Nabi bersabda tentang Fathimah sebagai penghulu perempuan umat ini dan kaum Mukminin. (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal 6:286).
Dari ‘Aisyah binti Thalhah dari ‘Aisyah, ia berkata, “Tidaklah aku melihat seseorang yang sangat menyerupai Nabi Saw dalam pembicaraan dalam perkataan selain Fathimah. Dan kalau ia datang menemui Nabi Saw, Nabi Saw akan menyambutnya. Beliau berdiri, mengambil tangan Fathimah dan menciumnya kemudian mendudukannya di tempat duduk Nabi Saw.” (Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, 3:154, al-Hakim al-Nisyaburi al-Syafi’i).
Dari Minhal bin ‘Amr, dari ‘Aisyah dalam sebuah hadis yang panjang awalnya, ia berkata, “Tidaklah aku melihat orang yang paling mirip Nabi Saw dari sosok lahiriahnya, dari santun dan pekertinya, dari berdiri dan duduknya selain Fathimah putri Rasulullah Saw.” (al-Jami’ al-Shahih, 5:700, hadits 3872, Al-Turmudzi).
Dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang paling menyerupai Nabi Saw dalam ucap dan tutur kata seperti Fathimah…” (Basyarat al-Mushtafa li Syi’at al-Murtadha li Abi Ja’far Muhammad ibn Ali al-Thabari al-Imami:311)
Dari Shafiyyah binti Syaibah, ia berkata, “Berkata ‘Aisyah: satu hari Nabi Saw membawa selimut jubah yang tebal dan besar (mirthun murajjal) lalu datang al-Hasan, dan Nabi memasukkan al-Hasan ke dalam selimut itu bersamanya. Lalu datang al-Husain, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Lalu datang Fathimah, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Lalu datang Ali, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Kemudian Nabi Saw membaca ayat, “Sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan segala nista dari kalian wahai Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.” (Shahih Muslim, kitab Fadhail Shahabah. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 3:147, menurut Al-Hakim sesuai sanad dua Syaikh Bukhari dan Muslim; Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 2:149; Ibn Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan 22:5; dan Jalaluddin al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur; dan al-Zamakhsyari dalam al-Kasyaaf).
Dari ‘Aisyah, Nabi Saw bersabda, “Wahai Fathimah, berbahagialah. Sesungguhnya Allah telah memilihmu di antara perempuan semesta, di antara perempuan Islam, dan Islamlah sebaik-baik agama.” (Manaqib Ali Abi Thalib 3:104-105; Bihar al-Anwar 43:36, hadits nomor 39).
Dari ‘Aisyah, ia berkata pada Fathimah, “Maukah kau kuberi kabar gembira? Sungguh aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sayyidah, penghulu perempuan di surga ada empat: Maryam binti Imran, Fathimah binti Rasulillah, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.” (Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, 2:61; Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2:23; al-Ardabily, Kasyf al-Ghummah, 1:45).
Bertanya Mu’adz bin Jabal pada ‘Aisyah, “Bagaimana kaulihat Nabi Saw pada saat sakit hingga wafat beliau?” Ia menjawab, “Ya Mu’adz, aku tidak melihatnya pada wafatnya. Tapi di dekatmu ada Fathimah putrinya. Tanyalah dia.” (Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Ishabah 4:360).
Dari ‘Aisyah, “Rasulullah Saw meminta Fathimah agar mendekat. Nabi berbisik kepadanya, dan Fathimah menangis. Kemudian Nabi menyampaikan lagi, dan Fathimah tersenyum. Aku bertanya pada Fathimah, ‘apa yang disampaikan Rasulullah Saw hingga kau menangis? Lalu apa yang disampaikannya hingga kau tertawa?’ Fathimah menjawab, “Nabi Saw mengabarkan kepadaku saat wafatnya, maka aku menangis. Kemudian Nabi sampaikan padaku akulah yang pertama menyusulnya. Maka aku tersenyum.” (Shahih Muslim 4:1904 hadits nomor 97)
Seperti hadits sebelumnya, dengan penjelasan yang lebih rinci. Tentang pembicaraan ‘Aisyah dengan Fathimah putri al-Husain. (Al-Baihaqi, Dalail al-Nubuwwah 7:165-166).
Diriwayatkan oleh al-Bazzar (dalam musnadnya) melalui ‘Aisyah bahwa Nabi Saw berdabda tentang Fathimah, “Ia sebaik-baiknya putriku. Ia diuji karenaku.” (Al-Suhaili, al-Raudh al-Anif 1:280).
Dari ‘Aisyah, Nabi Saw berkata pada Fathimah, “Sesungguhnya Jibrail mengabarkan kepadaku bahwa tidak ada perempuan kaum Muslimin yang penderitaannya lebih besar darimu.” (Ibn-Hajar al-Asqalani, Fath al-Baari 8:111).
Dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih utama dari Fathimah kecuali ayahnya.” (Al-Ishabah 4:378, Majma’ al-Zawaaid dari Al-Haitsami al-Syafi’I 9:201, al-Sirah al-Nabawiyyah dari Ibn Hisyam 2:107).
Dari ‘Amr bin Dinar, berkata ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang lebih shidq (tulus, benar, jujur) dari Fathimah selain ayahnya. “ (Abu Nu’aim al-Isfahani, Hilyat al-Awliya 2:41).
Dari Yahya bin ‘Ubadah dari ayahnya dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang paling tulus tutur katanya dari Fathimah melainkan ayahnya. Tentu saja, karena darinya ia lahir ke dunia.” (Yusuf Abdullah bin Abdullah, yang lebih dikenal dengan Abdul Barr, al-Isti’ab 4:377).
Masih dengan nash yang sama, dalam Manaqib Ali Abi Thalib 3:119.
Dari Jami’ bin ‘Umair bahwa ‘Aisyah gelisah ketika bibinya bertanya kepadanya (pada hari perang Jamal), “(katakan padaku) dalam Allah…engkau berangkat menghadapi Ali. Apa perkaranya?” ‘Aisyah menjawab, “…sesungguhnya tiada lelaki yang sangat dicintai Rasulullah Saw seperti Ali dan tiada perempuan yang dicintainya melebihi Fathimah.” (Amaali al-Thusi 383, bab 9, hadits 31).
Dalam riwayat lain dengan nash yang sama, “Aku tidak melihat laki-laki yang lebih dicintai oleh Rasulullah selain Ali. Dan tidak perempuan kecuali perempuannya (isteri Ali).” (Ibn ‘Asakir al-Syafi’i, Tarikh Dimasyq 2:164).
‘Aisyah ditanya, “Siapakah yang paling dicintai Rasulullah Saw?” Ia menjawab “Fathimah.” Orang bertanya lagi kepadanya, “Dari kaum lelaki?” Ia menjawab, “Suaminya. Sungguh, aku tahu puasanya dan shalatnya.” (Al-Isti’ab 2:751, Al-Shawaiq al-Muhriqah 72).
‘Aisyah berkata, “Aku sedang bersama Nabi Saw lalu aku sebut nama Ali. Nabi Saw bersanda, “Ya ‘Aisyah, tak seorang pun di dunia lebih Allah (dan aku) cintai daripada Ali dan istrinya Fathimah putriku dan kedua putranya Al-Hasan dan Al-Husain. Tahukah kau ya ‘Aisyah apa yang kulihat dari putriku Fathimah dan suaminya?” ‘Aisyah berkata, “aku berkata: kabari aku ya Rasulallah” Nabi Saw bersabda, “Ya ‘Aisyah, sesungguhnya putriku adalah penghulu perempuan di surga. Sesunguhnya suaminya tiada bandingannya dari manusia. Sesungguhnya kedua putranya adalah wewangian surgawiku di dunia dan akhirat. Ya ‘Aisyah, aku dan Fathimah, dan putra pamanku Ali, dan Al-Hasan dan Al-Husain berada disebuah ruangan putih yang dasarnya adalah rahmat Allah Ta’ala, sekitarnya adalah keridhoanNya, dan ia berada di bawah ‘Arasy Allah Ta’ala.” (Ibn Sadzan, Al-Fadhail 169; Al-Kulayni, Al-Kafi 8:156).
Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah, mereka berdua berkata, “Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk membantu mempersiapkan Fathimah hingga ia diantarkan ke rumah Ali…sungguh kami tidak melihat pengantin seindah pengantin Fathimah.” (Sunan Ibn Majah 1:616, hadits 1911).
Ibn Syahr Asub dalam Manaqib Ali Abi Thalib 3:130 bahwa ‘Aisyah menyenandungkan beberapa bait pada malam pengantin Fathimah.
Dari ‘Aisyah, ia berkata sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Fathimah bagian diriku. Siapa saja menyakitinya, ia menyakitiku.” (Al-Hamadani, Mawaddah al-Qurba: 103).
Dari ‘Aisyah sesungguhnya Fathimah mengutus seseorang pada Abu Bakar untuk mempertanyakan warisan yang diperolehnya dari Rasulullah Saw yang diperintahkan Allah Ta’ala (sebagai fa`i) dari tanah di Madinah dan Fadak, dan apa yang tersisa dari khumus Khaibar. Abu Bakar menolaknya. Fathimah menolak untuk bicara dengan Abu Bakar hingga wafatnya. Ketika Fathimah meninggal, Ali suaminya mengebumikannya di malam hari dan tidak memberi kabar pada Abu Bakar (tentang wafatnya). (Shahih al-Bukhari 5:177).
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Fathimah dan ‘Abbas keduanya datang pada Abu Bakar meminta warisan Rasulullah Saw. Mereka meminta hak dari Fadak dan Khaibar… Fathimah mendiamkannya dan tidak berbicara dengannya hingga Ali memakamkannya pada malam hari dan Abu Bakar tidak diberitahu. (Tarikh Thabari 3:208; Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra 6:300; Al-Sayyid al-Murtadha, Al-Syaafi 3:131).
Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, dalam kabar yang seperti hadits di atas kecuali di dalamnya ada khutbah Fadakiyyah Fathimah dalam Syarh Nahj al-Balaghah dari Ibn Abi al-Hadid 6:210, 249, dan 252).
Dari ‘Aisyah bahwa Ali mengebumikan Fathimah malam hari dan Fathimah tidak mengizinkan Abu Bakar diberitahu. (Al-Shan’ani, Al-Mushannaf 3:251).
Berkata ‘Aisyah, “Fathimah hidup enam bulan setelah Rasulullah Saw. Ketika ia wafat, Ali yang menshalatkan dan mengebumikannya.” (Manaqib Ali Abi Thalib 3:173).
Dari ‘Aisyah, Rasulullah Saw bersabda, “Kelak di hari kiamat, seorang akan menyeru: Wahai makhluk seluruhnya. Rendahkan kepala kalian, akan berlalu di hadapan kalian, Fathimah putri Rasulullah Saw.” (Al-Hafiz al-Suyuthi al-Syafi’i, Musnad Fathimah halaman 51, hadits nomor 109).
Berkata ‘Aisyah, “Berkata Rasulullah Saw: Kelak di hari kiamat, terdengar seruan dari ‘Arasy, ‘Wahai manusia. Tutuplah pandanganmu hingga Fathimah masuk ke surga.” (Musnad Fathimah 48, hadits nomor 91).
Dari Utsman bin Basyir ia berkata, “Abu Bakar meminta izin untuk bertemu Rasulullah Saw ketika ia mendengar ‘Aisyah dengan suara tinggi berkata, “Demi Allah, aku sudah tahu Ali dan Fathimah lebih kaucintai dariku dan ayahku!” Ia mengulangnya dua atau tiga kali. Kemudian Abu Bakar menemui Nabi Saw. Ia menghadap ke arah ‘Aisyah dan berkata, “Wahai putri... tidakkah aku dengar engkau meninggikan suara di hadapan Rasulullah Saw?!” (Al-Nasa’i, Khashais Amirul Mu’minin Ali 108).
Demikianlah hadits-hadits dan riwayat tentang Sayyidah Fathimah salaamullah ‘alaiha. Ia penghulu perempuan di surga. Ia penghulu perempuan kaum Mu’minin. Dan ia penghulu perempuan semesta. Selayaknyalah kita memanggilnya “Sayyidah” sebagaimana ia diberi gelar oleh Nabi Saw. Orang-orang Indonesia kemudian menyederhanakannya menjadi Siti, kependekan dari Sayyidati, junjunganku.
Boleh jadi belum banyak yang mengetahui tentangnya. Ajaran dan perjuangannya. Boleh jadi pula banyak yang tak mengenal kisahnya. Padahal mencintai yang dicintai Nabi Saw akan beroleh kecintaan Allah dan RasulNya.
Pada akhir tulisan ini, masuk berita duka ke telepon genggam saya. Seorang guru, seorang pecinta sejati Sayyidah Fathimah sa di tanah Manado berpulang ke rahmatullah. Allah yarham al-habib as-sayyid Arifin Assagaf. Maka tulisan ini saya hadiahkan untuk beliau. Sekiranya ada pahala karena kecintaan pada Sayyidah melalui tulisan ini, berkenan kiranya Allah Ta’ala antarkan pahalanya untuk menemani perjalanan almarhum di alam sana, di alam barzakh, di tempat para pangeran dan putri dari para teladan kekasih hati. Al-Fatihah. *** (Miftah F.Rakhmat)