01/12/21

Islam User Friendly [by Miftah F. Rakhmat]

 

image

Di antara keistimewaan seorang guru adalah ketika ia menyederhanakan materi yang berat untuk murid-muridnya. Bagi saya, itulah di antara kelebihan penulis buku ini. Saya memilih kata guru untuk menyimpulkannya. Karena, bila orang ditanya tentang siapa Jalaluddin Rakhmat, penulis buku ini? Maka jawaban yang biasa diberikan adalah: cedikiawan Islam, pemikir, pakar komunikasi, dosen, kiai haji, dan sebagainya. Barangkali amat jarang yang dengan segera menggelarinya guru. Padahal semua yang dilakukannya berada dalam bingkai keguruan itu.

Kang Jalal−begitu kerap ia disapa−juga punya kelebihan lain. Ia sering dengan cepat dapat menemukan istilah yang pas, jawaban yang tepat, atau kata yang dengan segera merangkum segala apa yang sedang dibicarakan. Istilah-istilah seperti Islam aktual, homo orbaicus, mubalig pop, para perampok di jalan Tuhan dan masih banyak lagi menjadi signposts di rekam jejaknya.

Terakhir, ia mengusung konsep Islam madani: Islam yang menjadi perwujudan rahmatan lil ‘alamin manakala dihadapkan pada Islam Siyaasi dan Islam Fiqhi. Dua kecenderungan keberagaman yang belakangan muncul di tanah air, yang marak dengan orientasi berpolitiknya, dan yang kental dengan nuansa kepatuhan fiqihnya. Kang Jalal muncul dengan warna lain; Islam Madani.

Contoh berikutnya adalah kisah ini. Satu saat, seorang sahabat bertanya kepada saya tentang makna al-hanifiyyatu as-samhah. Saya menjawabnya agak panjang. Bahkan saya kutipkan beberapa hadis yang memuat kalimat itu. Antara lain:

Agama yang paling dicintai di sisi Allah, al-hanifiyyatu as-samhah (Shahih Bukhari, Kitab Iman, Bab Al-Diinu Yusrun, juz 1:23)

Orang bertanya: Agama apa yang paling dicintai di sisi Allah ya Rasulullah? Nabi menjawab: al-hanifiyyatu as-samhah. (Musnad Ahmad 1:236)

Nabi Saw: Sesungguhnya Allah Swt memerintahkan aku untuk mengajarkan pada kalian Al-Quran. Kemudian Nabi bersabda: Sesungguhnya agama disisi Allah adalah al-hanifiyyah al-samhah. Bukan musyrikah, bukan Yahudiyah, bukan Nashraniyah. Dan barangsiapa yang berbuat kebajikan, ia tidak akan kehilangannya. (Mustadrak al-Hakim 2:244,579)

Setelah beberapa hadis itu, saya tidak menerjemahkan al-hanifiyyah al-samhah, kawan saya bertanya: Jadi apa makna al-hanifiyyah al-samhah itu? Saya lanjut dengan menjabarkan hadis-hadis lainnya:

Seorang bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah apakah berwudhu dari tempat khamar yang sudah dibersihkan lebih engkau cintai ataukah  dari tempat yang biasanya orang-orang berwudhu?  Nabi menjawab: Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah al-hanifiyyah. Sahabat bertanya lagi: apakah al-hanifiyyah itu? Nabi menjawab” al-samhah. Mereka bertanya lagi: apakah al-samhah itu? Nabi menjelaskan: al-Islam al-waasi’. Islam yang luas, Islam yang meluaskan. (Hilyat al-Awliya, 8:2003)

Aku tidak diutus dengan kerahiban. Sesungguhnya agama yang paling baik di sisi Allah adalah al-hanifiyyah al-samhah. (al-Mu’jam al-Awsath, 7:229)

Saya masih juga tidak menerjemahkan kalimat itu. Sahabat saya tambah bertanya. Saya menjawab dengan menambahkan hadis lainnya.

Rasulullah Saw bersabda: Supaya umat Yahudi tahu bahwa dalam agama kita ada keleluasaan. Sesungguhnya aku diutus dengan al-hanifiyyah al-samhah. (Musnad Ahmad 6:116, 233)

Dan saya masih belum juga menerjemahkan kalimat itu. Ketika akhirnya kawan saya bertanya lagi, saya menjawab: Saya memang sengaja tidak menerjemahkannya karena kesulitan menemukan padanan yang tepat untuk itu.

Betapa tidak. Saya gunakan kamus Hans Wehr dan Lexicon Lane (dua-duanya bisa kita rujuk online di www.ejtaal.net) dua kamus besar yang menurut saya sangat komprehensif.

Berikut makna kata hanif: murni, tulus, sejati, setia, agama yang hakiki, ortodoksi, dan sebagainya. Makna yang sangat dalam. Adapun samhah, maknanya jauh lebih luas lagi: kemudahan, keleluasaan, kebebasan, keterbukaan, toleransi, membantu, mengizinkan, memaafkan, dan masih banyak lagi. Sekarang, dengan makna yang begitu luas dan dalam, bagaimana saya harus menerjemahkan al-hanifiyyah al-samhah itu?

Saya buka tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathaba’i, saya menemukan makna yang jauh lebih sulit lagi. Kata hanif digunakan Al-Quran sebagai sifat yang dilekatkan pada Nabi Ibrahim as. (QS.Ali Imran [3]:67; 3:95; 4:125 dan beragam ayat lainnya). Hanif menjadi tanda sejati yang membedakan seorang beriman dengan seorang musyrik. Allamah Thabathabai bahkan mengaitkannya dengan posisi Nabi Ibrahim sebagai Imam yang di angkat Allah Ta’ala untuk manusia bahwa setelah ia menjadi Imam, Allah Ta’ala menggelarinya hanif. (Tafsir Al-Mizan 1:267)

Saya kebingungan mencari padanan kata yang pas. Bagi saya, maknanya terlalu luas. Sulit untuk dicarikan istilah yang tepat. Kalimat itu merangkum hampir segalanya tentang Islam. Menarik untuk dikaji lebih jauh bahwa kalimat al-hanafiyyah atau al-hanifiyyah al-samhah kurang popular di tengah-tengah kita. Dari sekian banyak  kelompok, tidak ada yang melekatkan sifat itu pada mereka.

Ada Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sulit dicari rujukannya dari kalimat atau sejarah Rasulullah Saw, apalagi dari Al-Quran. Ada Syiah yang hanya merujuk pada Syi’ah Nuh (“Dan di antara Syiahnya adalah Ibrahim” Al-Quran 37:83) dan Syiah  Musa (“Yang  ini dari Syi’ah Musa dan yang lainnya dari musuhnya” Al-Quran 28:15) atau Syi’ah Ali dalam asbabun nuzul ulaika hum khair al-bariyyah, seperti diceritakan oleh Jalaluddin al-Suyuthi dalam Tafsir al-Durr al-Mantsur. Tapi tidak ada madzhab yang melekatkan sifat hanif dan samhah pada nama kelompoknya.

Kepada kawan saya itu, saya berkata singkat; tanya saja sama ustad Jalal. Biasanya beliau punya kalimat yang tepat untuk itu.

Rupanya ia memang bertanya. Dan rupanya juga, Ustad Jalal memang tahu jawabannya. Ketika ditanya tentang agama yang hanif dan samhah itu, berikut hadis-hadis yang memuatnya, Ustad Jalal dengan cepat menjawab: Maksudnya, Islam itu adalah agama yang “user friendly”, yang ramah. Yang memudahkan dan tidak menyulitkan. Bagi penganutnya dan bagi orang-orang di sekitarnya.

Sebuah jawaban yang lugas, tegas,  pada saat yang sama: cerdas. Jawaban yang menyimpulkan hampir segalanya. Kalimat “user friendly” itu bukan saja merangkum makna yang pas, tapi juga menunjukkan kecemerlangan yang merumuskannya.

Luar biasa! Jawaban-jawaban seperti itulah yang dibutuhkan umat sekarang ini. Sosok guru yang menyederhanakan yang rumit, memberi jalan keluar dari permasalahan yang sulit, dan menghadirkan Islam sebagai agama yang mendatangkan keberkahan bagi alam semesta. Di tengah kecamuk dunia yang sensitif, yang mudah disulut dengan isu sekecil apa pun, dengan banyak orang yang cepat tersinggung, perbedaan pendapat yang menjadi konflik tak berujung... kita membutuhkan orang-orang seperti Ustad Jalal ini. Semoga Allah Ta’ala memanjangkan usia beliau dalam keberkahan.

Inilah mengapa saya menyebutnya sebagai sosok guru, al-Ustadz. Guru bukan saja mengajarkan, ia merumuskan visi untuk muridnya ke depan. Sebagai jawaban terhadap tantangan zaman, sebagai pilihan terhadap beragam kemungkinan. Inilah ciri khas guru yang satu ini.

Pada buku ini, kita akan menemukan sentuhan khas Ustad Jalal itu. Komprehensif, aktual, mudah, ramah, bermanfaat dan menyajikan Islam sebagai agama yang benar-benar user friendly. Agama yang berusaha menempatkan konteksnya di tengah permasalahan umat manusia saat ini. Agama yang hanif dan samhah. Simaklah penuturan tentang definisi Iman dan Islam (hal 7-9), penjelasan apa yang disebut dengan keramat (hal. 73-75) bagaimana konteks berjamaah sekarang ini (hal. 13-17), kriteria amal saleh (hal. 32-35), jalan tengah pro-kontra ibadah nisfu sya’ban dan  masih banyak lagi.

Menyusuri hadis demi hadis dalam buku ini bagaikan diajak belajar ilmu hadis secara langsung, baik dari konteks sanad maupun matan. Baik dari jalur periwayatan maupun kritik isi. Di kalangan para ulama ada kebiasaan mengumpulkan hadis-hadis dan menjelasakannya. Umumnya, jumlahnya empatpuluh. Yang paling terkenal adalah Empatpuluh Hadis Imam Khumaini dan Empatpuluh Hadis Imam Nawawi.

Nah, Ustad Jalal, barangkali belum sampai pada angka empatpuluh hadis itu. Tapi beliau sudah on the right track. Sekarang  baru empatbelas hadis yang dirangkainya. Ia masih punya utang duapuluh enam hadis lagi. Kita tunggu  saja. Mungkin yang berikutnya dibagi jadi dua buku terpisah; yang kedua, empatbelas; yang ketiga, duabelas. Jangan tanya saya mengapa saya memilih angka-angka itu. Yang penting, jumlahnya empatpuluh.

Toh, ia selalu ingin menuliskan dan menerbitkan buku setiap Mawlidur Rasul.  Katanya, sebagai kado untuk Rasululah Saw. seperti juga buku ini. Empatbelas hadis ini diterbitkan sebagai hadiah sederhana untuk sang kekasih termulia. Insya Allah, dalam waktu yang tidak terlalu lama, empatpuluh hadis pilihan dari sang guru ini, siap hadir di tengah-tengah kita semua.

Saya (dan Ustadz Jalal) harus menghaturkan terima kasih kepada ‘almarhum” majalah Ummat. Dalam kolom Al-Sunnah, Ustadz Jalal menulis pembahasan tentang Sunnah Nabi Saw setiap edisi. Ia juga menulis halaman rubik Halaman Akhir. Yang terakhir ini telah diterbitkan dengan judul Reformasi Sufistik. Pada pembahasan hadis, Al-Ustadz menuliskan namanya Mustafa Syauqi, yang artinya kita ketahui−Rasulullah Saw kerinduanku.

Terima kasih kedua, yang tidak kurang pentingnya, di tujukan kepada IJABI Sulsel, khususnya Syamsuddin Baharuddin, yang telah dan masih mengumpulkan tulisan al-Ustadz di media massa. Tanpa bantuan Syamsuddin, yang lebih dikenal sebagai “guru” Jalaluddin Rumi oleh para aktivis di Makassar, buku ini tidak akan pernah melihat matahari. Ia jugalah sahabat yang saya ceritakan di awal kisah.

Dengan membawa kajian sunnah di sini, kita berdoa semoga Allah Swt menghimpun kita dalam kelompok pemeliharaan dan penerus Sunnah Nabawiyyah. Kiranya Sang Nabi Saw menyambut kita dengan senyumnya yang teduh; kelak, pada hari kita kembali kepada Allah Swt. ***

Ustadz Miftah F. Rakhmat adalah Dewan Syura IJABI

(Pengantar buku Sunnah Nabi: Kajian 14 Hadis karya Jalaluddin Rakhmat. PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012)