15/12/21

Syahadatain adalah Kata Kunci yang Memisahkan antara Muslim dan Kafir

 La ilahaillallah dan Muhammad Rasulullah adalah kunci Islam. Syahadatain ini adalah kata kunci yang memisahkan antara Muslim dan kafir, antara yang sesat dan yang masuk dalam naungan umat Nabi Muhammad saw.

Islam terdiri atas  dharuriyyat (qath’iyyat) dan zhanniyyat (ijtihadiyyat). Dharuriyyat (qath’iyyat) adalah hal-hal yang sudah disepakati oleh seluruh Muslim antara lain: kalimat Syahadatain, Al-Quran sebagai kitab Allah yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw, Nabi Muhammad saw adalah Nabi Termulia dan Terakhir bagi seluruh umat manusia, kewajiban shalat lima kali sehari, puasa, zakat, haji, dan Ka‘bah sebagai kiblat.

Sumber-sumber utama ajaran Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah yang mu’tabarah sehingga semua pandangan yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah yang mu’tabarah, seperti pandangan-pandangan yang dikategorikan sebagai syadz, nawâdir (tidak populer), atau di luar  ijma’ dan jumhur tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.

Ijma’ dan jumhur dalam tiap mazhab Islam adalah yang mewakili pandangan mazhab tersebut, sehingga pendapat-pendapat yang bertentangan dengan  ijma’ dan jumhur tidak mewakili mazhab tersebut.

Ikhtilaf

Islam adalah rahmatan lilalamin yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan pendapat di antara manusia. Ikhtilaf di antara umat Islam adalah rahmat Ilahi, sesuai sabda Nabi: ikhtilafu ummati rahmah dan merupakan kodrat manusia dalam hidup di dunia.

Ikhtilaf sudah timbul di antara para sahabat di masa Rasul. Bahkan, ada prinsip yang menyebutkan bahwa siapa saja yang telah berijtihad di antara muslimin  kemudian salah, maka dia akan mendapatkan satu pahala dan yang benar akan mendapatkan dua pahala.

Islam tidak pernah mengajarkan takfir dan tadhlil, bahkan melarang penghinaan atas kaum yang lain sesuai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurât [49]: 11).

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. Al-Najm [53]: 32).

Demikian pula sesuai dengan sabda Nabi, “Siapa yang mengkafirkan seorang mukmin, maka sungguh dia sendiri sudah kafir.”  

Dalam menghadapi kesalahfahaman yang mungkin timbul dengan non-Muslim saja, Islam menyuruh kita untuk berjidal (baca: dialog) dengan cara terbaik seperti dalam ayat berikut: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.  Sesungguhnya Tuhan-mu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS. Al-Nahl [16]: 125).

Apabila kesalahfahaman dapat berubah menjadi pertengkaran, maka Islam menyuruh kita untuk ishlah. “Oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfâl [8]: 1).

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya ber-saudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurât  [49]: 10).

Dalam Islam terdapat tiga dimensi ajaran: akidah, akhlak, dan  fiqih (syariat). Dalam bidang akidah muncul berbagai mazhab, seperti Asy’ariyyah, Mu’tazilah, Syiah, Maturidiyyah, dan Khawarij.

Dalam bidang akhlak, lahir berbagai  thariqah, seperti Syadziliyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah, dan Tijaniyyah.

Dalam fiqih muncul beberapa Mazhab Ahlus Sunnah, yang paling populer adalah Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali, dan dalam Syiah, Mazhab Ja’fari dan Zaydi, dan mazhab-mazhab lain seperti Ibadhi dan Zhahiri.

Islam menghukumi yang zahir, dan tidak menghukumi batin seseorang. Kita dilarang meng hukumi orang berdasarkan niatnya, melainkan harus berdasarkan sikap dan pernyataan yang keluar dari organ-organ tubuhnya sendiri, sesuai prinsip Al-Islam yahkumu bizh-zhawahir.

Pendapat atau perilaku dari individu atau sebagian kelompok dari penganut suatu mazhab dalam Islam tidak bisa dijadikan dasar penilaian terhadap kebenaran atau kesesatan mazhab tersebut karena sumber kebenaran suatu mazhab bukanlah pendapat atau perilaku dari individu atau sebagian kelompok dari penganut mazhab tersebut. Dan bahwa dalam semua komunitas Islam ada sufaha’ (orang bodoh) dan  ‘uqala’  (orang-orang pandai), ada mutatharrifin (kelompok ekstremis) dan mu’tadilin  (kelompok moderat). Dan bahwa sudah seharusnya kita melihat representasi setiap kelompok pada kaum  ‘uqala’ (cendikiawan) dan mu’tadilin, bukan kaum  sufaha’ dan mutatharrifin-nya.

Islam menegaskan pentingnya asas tabayyun (kon- fi rmasi) yang menyatakan bahwa semua tuduhan harus dibuktikan oleh para penuduh, dan kemudian yang tertuduh diberi kesempatan untuk membantah, memvalidasi, dan memverifi kasi bukti-bukti yang diajukan.

Islam menyuruh kita untuk berlaku adil bahkan atas orang-orang yang tidak kita sukai, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu me-negakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 8).

Al-Quran mengajak seluruh muslimin untuk bersatu dan bukan berpecah-belah di antara mereka sesuai dengan ayat: “Dan berpeganglah kamu semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu ber-cerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahi-liyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersa tukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 103).

Berdasarkan ayat tersebut maka setiap Muslim diperintahkan untuk mengajak dan menjaga persatuan. Problem riil umat saat ini adalah gencarnya agresi musuh-musuh Islam, yang menjajah umat Islam secara keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, sehingga kita semakin perlu menjaga persatuan.

Kita pun harus waspada terhadap kemungkinan permusuhan yang datang dari berbagai kelompok yang membenci Islam, seperti: “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 82).

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al-Baqarah [2]: 120). ***

[sumber: Buku Putih Mazhab Syiah: Menurut Para Ulamanya yang Muktabar. Penulis oleh  Tim Ahlul Bait Indonesia]