“Maka paling tidak kita telah berhasil menghindari kafir-mengkafirkan, bahkan (mungkin) bunuh-membunuh yang selama ini terdengar,” tulis Quraish Shihab di buku itu.
Sebagaimana golongan Syiah, Ahlussunnah berpendapat bahwa iman terdari dari enam rukun, yakni keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab-kita suci, para rasul, hari kemudian, dan qadha dan qadar. Enam rukun itu diambil dari penjelasan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari melalui Umar Ibn Khaththab ra. Sementara itu, dalam Rukun Islam, Rasulullah SAW menyebut lima hal, yakni syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji.
Dalam hal keimanan, Syiah Itsna Asyariyah tidak menyebut butir-butir kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab, dan para rasul yang merupakan keyakinan Ahlussunnah. Demikian juga dalam Rukun Islam. Mereka tidak menyebut syahadat sebagai Rukun Islam. Namun mereka menetapkan jihad sebagai rukun. Adapun jihad bukan Rukun Islam dalam pandangan Ahlussunnah.
Lalu apakah artinya Syiah Imamiyah tidak mengharuskan pengikutnya percaya malaikat, kitab Allah, dan rasulnya? Jawabannya: jelas tidak.
Dalam
buku itu, Quraish Shihab mengatakan mereka hanya tidak menyebut tiga perkara
itu secara eksplisit. Syiah
Imamiyah, ketika menyebut salah satu dari Rukun Iman adalah,
“Pengetahuan/keyakinan tentang yang menyampaikan dari Tuhan.” Rumusan ini
dinilai sudah mencakup banyak rincian, termasuk percaya kepada rasul dan
malaikat.
Lantaran malaikat-lah yang menyampaikannya kepada rasul, kemudian rasul
menyampaikannya kepada malaikat, dan tentu saja penyampaian itu mencakup
wahyu-Nya yang dicantumkan dalam kitab-Nya.
Demikian juga sebaliknya. Kelompok Ahlussunnah tidak menyebut, “peribadatan dan
tata cara pengamalannya” dan “budi pekerti” sebagai bagian dari rukun. Namun
itu bukan berarti golongan ini mengabaikannya. Mereka hanya menekankan
persoalan itu di tempat yang lain.
Ada pun keimanan tentang qadha dan qadar yang merupakan Rukun Iman dalam
pandangan Ahlussunnah, itu juga bukan berarti Syiah Imamiyah tidak
mempercayainya. Memang, dalam Al-Quran ketika menyebut sekian banyak hal yang
harus diimani, keimanan menyangkut qadha dan qadar tidak dimasukkan dalam
rangkaiannya (lihat surah Al-Baqarah ayat 285 dan An-Nisa ayat 136).
Namun sekali lagi itu bukan berarti rukun itu tidak harus dipercayai. Buktinya,
dalam buku yang ditulis ulama Syiah Imamiyah ditemukan uraian tentang qadha dan
qadar yang diartikan “manusia berada di lingkungan keduanya.” Di samping itu,
manusia juga memiliki kebebasan bertindak dan kemerdekaan berkehendak. Pendapat
mereka ini justru serupa dengan pendapat tokoh Ahlussunnah, Al-Asyari. ***
Sumber https://nasional.tempo.co/read/426819/rukun-iman-dan-islam-dalam-kacamata-syiah-sunni#:~:text=Sebagaimana%20golongan%20Syiah%2C%20Ahlussunnah%20berpendapat,melalui%20Umar%20Ibn%20Khaththab%20ra.