Untuk itu serombongan Quraisy menemui Nabi saw. Beliau sedang berada di masjid. Utbah bin Rabi'ah anggota Dar al-Nadwah (parlemen) yang paling pandai berbicara, berkata:
"Wahai kemenakanku! Aku memandangmu sebagai orang
yang terpandang dan termulia di antara kami. Tiba-tiba engkau datang kepada kami
membawa paham baru yang tidak pernah dibawa oleh siapapun sebelum engkau.
Kauresahkan masyarakat, kautimbulkan perpecahan, kaucela agama kami. Kami
khawatir suatu kali terjadilah peperangan diantara kita hingga kita semua
binasa.
"Apa sebetulnya yang kau kehendaki. Jika
kauinginkan harta, akan kami kumpulkan kekayaan dan engkau menjadi orang
terkaya di antara kami. Jika kau inginkan kemuliaan, akan kami muliakan engkau
sehingga engkau menjadi orang yang paling mulia. Kami tidak akan memutuskan
sesuatu tanpa meminta pertimbanganmu. Atau, jika ada penyakit yang
mengganggumu, yang tidak dapat kauatasi, akan kami curahkan semua
perbendaharaan kami sehingga kami dapatkan obat untuk menyembuhkanmu. Atau
mungkin kauinginkan kekuasaan, kami jadikan kamu penguasa kami semua."
Nabi saw mendengarkan dengan sabar. Tidak sekalipun beliau memotong
pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, "Sudah selesaikah ya
Abal Walid?"
"Sudah," kata Utbah. Nabi membalas ucapan Utbah dengan membaca
surat Fushilat: "Ha mim. Diturunkan al-Qur'an dari Dia yang Mahakasih
Mahasayang. sebuah kitab, yang ayat-ayatnya dijelaskan. Qur'an dalam bahasa
Arab untuk kaum yang berilmu....." Nabi saw terus membaca. Ketika sampai
ayat sajdah, ia bersujud.
Sementara itu Utbah duduk mendengarkan sampai Nabi menyelesaikan bacaannya. Kemudian, ia berdiri. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Kaumnya
berkata, "Lihat, Utbah datang membawa wajah yang lain."
Utbah duduk di tengah-tengah mereka. Perlahan-lahan ia berbicara, "Wahai
kaum Quraisy, aku sudah berbicara seperti yang kalian perintahkan. Setelah aku
berbicara, ia menjawabku dengan suatu pembicaraan. Demi Allah, kedua telingaku
belum pernah mendengar ucapan seperti itu. Aku tidak tahu apa yang
diucapkannya. Wahai kaum Quraisy! Patuhi aku hari ini. kelak boleh kalian
membantahku. Biarkan laki-laki itu bicara. Tinggalkan dia. Demi Allah, ia tidak
akan berhenti dari gerakannya. Jika ia menang, kemuliannya adalah kemulianmu
juga."
Orang-orang Quraisy berteriak, "Celaka kamu, hai Abul Walid. Kamu sudah
mengikuti Muhammad". Orang Quraisy ternyata tidak mengikuti nasihat Utbah
(Hayat al-Shahabah 1:37-40; Tafsir al-durr al-Mansur 7:309, Tafsir Ibn Katsir
4:90, Tafsir Mizan 17:371). Mereka memilih logika kekuatan, dan bukan kekuatan
logika.
Peristiwa itu sudah lewat ratusan tahun yang lalu. Kita tidak heran bagaimana
Nabi Saw dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita
mengenal akhlak Nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Yang menakjubkan
kita adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh Utbah, si musyrik, kita kalah.
Utbah mau mendengarkan Nabi saw. dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi
berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat kaum kafir. Kita bahkan tidak mau
mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Seperti pembesar-pembesar
Quraisy, kita lebih sering memilih shoot it out! ***
KH Jalaluddin Rakhmat adalah Ketua Dewan Syura IJABI (Periode 2000-2021)