Dalam program Belajar Tasawuf di YouTube Misykat TV yang diasuh oleh Dr Kholid Al Walid, ada yang menyampaikan saran pada kolom chat room bahwa kajian tasawuf susah dicerna karena terdapat istilah Arab yang tidak diketahui maknanya.
Harus diakui untuk yang pemula atau belum memasuki kuliah di UIN/IAIN/STAI maka istilah keislaman atau yang terkait dengan ilmu-ilmu Islam yang muncul dalam forum diskusi atau ceramah, akan membuatnya tidak mengerti. Sebaiknya layak ditanyakan jika ada yang tidak diketahui. Apalagi menyangkut pemahaman agama Islam dan proses untuk menyempurnakan diri untuk menuju jalan Ilahi.
Sekadar membuka dan mengetahui secara ringkas tentang istilah yang terdapat dalam ilmu tasawuf, maka bisa dibaca istilah di bawah ini:
Dzauq: indra “batin” untuk merasakan pengalaman spiritual langsung. Kadang diidentikkan dengan hati, intuisi, atau intelek sebagai akal dalam tingkat tertinggi.
Fanâ’: peluruhan diri atau person kemanusiaan dalam
(kebersatuan dengan) Allah. Fana, dan fanâ’ al-fanâ’ (fananya fana), sebagai
tahap-lanjutnya, sering disebut-sebut sebagai tahap akhir dalam kembalinya atau
kenaikan (mi‘râj) manusia menuju Allah Subhânahu wa Ta‘âlâ.
Hâl (jamak, Ahwâl): keadaan-keadaan spiritual
tertentu berupa (perasaan) kedekatan dengan Allah Swt. Ini adalah anugerah dan karunia Allah kepada hati
para penempuh jalan spiritual. Berbeda dengan maqâm— yang merupakan keadaan
yang relatifstabil dan per manen—keadaan-keadaan ini hanya berlangsung sesaat.
Hubb (atau Mahabbah, atau ‘Isyq): cinta, bentuk hubungan
tertinggi antara manusia dengan Allah, yang di dalamnya ‘âsyiq (manusia
pencinta) bersatu d ngan Sang Ma‘syûq (Sang Pecinta atau Allah). Cinta ini juga
adalah aspek dominan Zat Allah dan prinsip penciptaan alam semesta.
Al-Jihâd al-akbar: jihad besar. Ini adalah perjuangan
batin terus-menerus dan penuh kewaspadaan mela wan kejahilan atau kebodohan,
hawa nafsu, dan sifat sifat tercela dari jiwa-rendah yang menjauhkan ma nusia
dari Allah.
Ma‘rifah: adalah cahaya pengetahuan tentang hakikat
segala sesuatu, termasuk pengetahuan tentang Allah.
Maqâm(jamak, maqâmât): kedudukan spiritual. Sebuah
maqâm diperoleh dan dicapai melalui upaya dan ketulusan sang penempuh jalan
spiritual (sâlik), mujâhadah (upaya keras) dan riyâdhah (latihan latihan
spiritual). Namun, perolehan ini dipercayai hanya bisa terjadi berkat rahmat
Allah.
Mujâhadah: perang “habis-habisan” untuk menun dukkan
hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah (nafs).
Al-nafs al-ammârah bi al-sû’: nafsu rendah yang terus
menerus mendorong ke arah keburukan.
Nafs: ego, diri, atau jiwa. Selain bermakna nafsu
rendah, terkadang nafs diartikan sebagai dimensi batiniah manusia yang berada
di antara ruh (rûh), dan jasmani (jism). Dalam tingkat al-nafs al muthma’innah,
ia identik dengan ‘aql, fuad, dan rûh.
Riyâdhah: disiplin spiritual tanpa henti dalam bentuk
asketisme atau latihan atau kezuhudan (berpantang).
Sulûk: adalah perjalanan di jalan spiritual atau
praktik praktik menuju Sang Sumber. Kadang diidentikkan dengan tasawuf itu
sendiri, atau setidaknya, aspek praktis tasawuf.
Tajallî: penyingkapan-diri. Berarti Allah menyingkap
kan (mengejawantahkan) diri-Nya sendiri dalam makhluk-Nya.
Tasawuf: penyucian hati untuk menanamkan karakter
(akhlak) mulia.
Tharîqah: jalan spiritual yang harus ditempuh oleh
seorang pejalan (sâlik) menuju hakikat (haqîqah). Dalam makna ini, ia identik
dengan tasawuf. Terkadang bermakna tarekat, yakni orde-orde atau ke lompok pengikut
ajaran tasawuf yang menekankan praktik-praktik ibadah dan zikir secara
kolektif.
Wara‘: berhati-hati untuk tidak melanggar batas hukum
(ajaran agama).
Zuhd (Zuhud): adalah sikap hidup menjauhkan diri atau
berpantang dari apa-apa yang bersifat keduniaan, bahkan terkadang dari yang
diperboleh-kan (mubâh), karena khawatir melanggar batas.
***
Sumber Buku Saku Tasawuf karya Haidar Bagir (Mizan,
Bandung)