13/03/22

Glosarium (Istilah yang Populer) dalam Tasawuf

Dalam program Belajar Tasawuf di  YouTube Misykat TV  yang diasuh oleh Dr Kholid Al Walid, ada yang menyampaikan saran pada kolom chat room bahwa kajian tasawuf susah dicerna karena terdapat istilah Arab yang tidak diketahui maknanya. 

Harus diakui untuk yang pemula atau belum memasuki kuliah di UIN/IAIN/STAI maka istilah keislaman atau yang terkait dengan ilmu-ilmu Islam yang muncul dalam forum diskusi atau ceramah, akan membuatnya tidak mengerti. Sebaiknya layak ditanyakan jika ada yang tidak diketahui. Apalagi menyangkut pemahaman agama Islam dan proses untuk menyempurnakan diri untuk menuju jalan Ilahi. 

Sekadar membuka dan mengetahui secara ringkas tentang istilah yang terdapat dalam ilmu tasawuf, maka bisa dibaca istilah di bawah ini:

Dzauq: indra “batin” untuk merasakan pengalaman spiritual langsung. Kadang diidentikkan dengan hati, intuisi, atau intelek sebagai akal dalam tingkat tertinggi.

Fanâ’: peluruhan diri atau person kemanusiaan dalam (kebersatuan dengan) Allah. Fana, dan fanâ’ al-fanâ’ (fananya fana), sebagai tahap-lanjutnya, sering disebut-sebut sebagai tahap akhir dalam kembalinya atau kenaikan (mi‘râj) manusia menuju Allah Subhânahu wa Ta‘âlâ.

Hâl (jamak, Ahwâl): keadaan-keadaan spiritual tertentu berupa (perasaan) kedekatan dengan Allah Swt. Ini  adalah anugerah dan karunia Allah kepada hati para penempuh jalan spiritual. Berbeda dengan maqâm— yang merupakan keadaan yang relatifstabil dan per manen—keadaan-keadaan ini hanya berlangsung sesaat.

Hubb (atau Mahabbah, atau ‘Isyq): cinta, bentuk hubungan tertinggi antara manusia dengan Allah, yang di dalamnya ‘âsyiq (manusia pencinta) bersatu d ngan Sang Ma‘syûq (Sang Pecinta atau Allah). Cinta ini juga adalah aspek dominan Zat Allah dan prinsip penciptaan alam semesta.

Al-Jihâd al-akbar: jihad besar. Ini adalah perjuangan batin terus-menerus dan penuh kewaspadaan mela wan kejahilan atau kebodohan, hawa nafsu, dan sifat sifat tercela dari jiwa-rendah yang menjauhkan ma nusia dari Allah.

Ma‘rifah: adalah cahaya pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, termasuk pengetahuan tentang Allah.

Maqâm(jamak, maqâmât): kedudukan spiritual. Sebuah maqâm diperoleh dan dicapai melalui upaya dan ketulusan sang penempuh jalan spiritual (sâlik), mujâhadah (upaya keras) dan riyâdhah (latihan latihan spiritual). Namun, perolehan ini dipercayai hanya bisa terjadi berkat rahmat Allah.

Mujâhadah: perang “habis-habisan” untuk menun dukkan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah (nafs).

Al-nafs al-ammârah bi al-sû’: nafsu rendah yang terus menerus mendorong ke arah keburukan.

Nafs: ego, diri, atau jiwa. Selain bermakna nafsu rendah, terkadang nafs diartikan sebagai dimensi batiniah manusia yang berada di antara ruh (rûh), dan jasmani (jism). Dalam tingkat al-nafs al muthma’innah, ia identik dengan ‘aql, fuad, dan rûh.

Riyâdhah: disiplin spiritual tanpa henti dalam bentuk asketisme atau latihan atau kezuhudan (berpantang).

Sulûk: adalah perjalanan di jalan spiritual atau praktik praktik menuju Sang Sumber. Kadang diidentikkan dengan tasawuf itu sendiri, atau setidaknya, aspek praktis tasawuf.

Tajallî: penyingkapan-diri. Berarti Allah menyingkap kan (mengejawantahkan) diri-Nya sendiri dalam makhluk-Nya.

Tasawuf: penyucian hati untuk menanamkan karakter (akhlak) mulia.

Tharîqah: jalan spiritual yang harus ditempuh oleh seorang pejalan (sâlik) menuju hakikat (haqîqah). Dalam makna ini, ia identik dengan tasawuf. Terkadang bermakna tarekat, yakni orde-orde atau ke lompok pengikut ajaran tasawuf yang menekankan praktik-praktik ibadah dan zikir secara kolektif.

Wara‘: berhati-hati untuk tidak melanggar batas hukum (ajaran agama).

Zuhd (Zuhud): adalah sikap hidup menjauhkan diri atau berpantang dari apa-apa yang bersifat keduniaan, bahkan terkadang dari yang diperboleh-kan (mubâh), karena khawatir melanggar batas.

***

Sumber Buku Saku Tasawuf karya Haidar Bagir (Mizan, Bandung)