Marilah kita lihat apa yang menyebabkan Rasulullah dicintai sahabat-sahabatnya. Kecintaan mereka bukan hanya karena iman saja. Kecintaan itu timbul karena cara Rasulullah memperlakukan mereka. Marilah kita lihat bagaimana Rasulullah bergaul dengan sahabat-sahabatnya.
Akhlak pertama yang dicontohkan Rasulullah dalam pergaulannya ialah perhatian yang tulus kepada orang lain. Ia lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya. Apabila orang berbicara kepadanya, ia mendengarkannya dengan penuh perhatian, dengan menghadapkan seluruh wajahnya kepada orang yang berbicara kepadanya.
Pada suatu hari, seorang wanita tua menghentikannya di tengah jalan dan Rasulullah dengan sabar mendengarkan pembicaraan wanita itu. Ia memperbaiki sandal orang miskin dan memperbaiki baju seorang janda tua. Dalam Min Akhlaqin Nabiy, kita membaca contoh perhatian Rasulullah kepada orang lain yang sangat mengharukan. Dalam satu pertemuan, Jabir bin Abdillah al-Bajali tidak kebagian tempat duduk. Rasulullah membuka gamisnya, melipatnya, dan memberikannya kepada Al-Bajali seraya berkata, “Gunakanlah ini sebagai tempat dudukmu”. Al-Bajali mengambil gamis itu, menciumnya dengan lembut, dan menangis, “Ya, Rasulullah, beginikah caranya engkau menghormati sahabatmu?"
Akhlak yang kedua dalam pergaulan Rasulullah dengan sahabat-sahabatnya ialah kebiasaannya memberikan penghargaan atau pujian. Rasulullah tidak ragu memberikan pujian kepada mereka jika mereka memang layak menerimanya. Jika Anda membaca kitab-kitab hadis tentang kemuliaan para sahabat, Anda akan bingung menentukan mana di antara para sahabat itu yang paling istimewa bagi Rasulullah. Siapa yang lebih merasa mendapat kehormatan daripada Abu Bakar, yang disebut Rasulullah sebagai kawannya yang terbaik, yang dipilihnya untuk menyertainya? Siapa lagi yang merasa lebih terhormat daripada Umar yang disebut Rasulullah sebagai manusia yang paling ditakuti setan sehingga jika Umar datang dari satu arah, setan akan lari dari arah yang lain? Siapa lagi yang merasa lebih terhormat daripada Usman yang diberi gelar Dzu Nurain, pemilik dua cahaya? Siapa lagi yang merasa lebih terhormat daripada Ali bin Abi Thalib, yang menurut Rasulullah, hubungan Ali dengan Rasulullah sama seperti Harun dengan Musa as. Hanya saja, Ali bukanlah nabi. Rasulullah mengerti bahwa manusia senang dipuji, senang dihargai, senang diperhatikan jika mereka membuat prestasi.
Akhlak yang ketiga, Rasulullah Saw. terkenal karena sifatnya yang pemaaf. Kepada mereka yang menganiaya dan membunuh sahabat-sahabatnya, ketika ia memasuki Makkah sebagai pemenang, Rasulullah mengutip ayat:
قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ
"Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang" (QS. Yusuf [12]: 92).
la membebaskan mereka semua. Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ahmad kita membaca bahwa pada suatu hari seorang Arab pedesaan menarik jubahnya seraya berkata, “Berikan pakaian ini kepadaku!" Dan Rasulullah tersenyum sambil memberikan baju itu kepadanya. Dalam pertempuran Dzatur Riqa, ketika pedang yang hampir membunuh Rasulullah terlepas dari tangan musuhnya, Rasulullah mengambil pedang itu dan membebaskan pembunuh yang gagal tersebut.
Marilah kita catat dalam hati bagaimana sebaiknya kita bergaul dalam kehidupan sosial dengan saudara-saudara kita seperti yang kita pelajari dari kehidupan Rasul. Pertama, pikirkanlah saudara-saudara kita lebih banyak daripada diri kita sendiri. Kedua, jangan ragu-ragu memberikan penghargaan jika ia layak menerimanya. Ketiga, lupakan kesalahan mereka dan maafkan mereka. Hanya dengan cara inilah kita dapat melahirkan persaudaraan yang lebih tulus, lebih jujur, dan lebih menyenangkan.
Marilah kita ubah bangsa asing ini menjadi bangsa saudara, bangsa yang berdasarkan persahabatan yang dangkal menjadi bangsa yang menghidupkan persaudaraan sejati. Abul A'la Al-Maududi, dalam Islam Today, berkata bahwa umat Islam permulaan bukan hanya menaklukkan negeri dan daerah, melainkan juga hati dan jiwa. Bangsa-bangsa yang ditaklukkan mereka menjadi pengagum dan pencinta mereka, dan bukan budak dan pembantu mereka. Umat Islam permulaan mempraktikkan semua yang mereka pelajari dari Rasulullah Saw. Giliran kita hari ini untuk melakukan hal yang sama. ***
(buku Khotbah-Khotbah Kang Jalal, hlm. 25-26)