Pada suatu hari, Rasulullah Saw melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. Beliau bertanya, "Karena apa kalian berkumpul di sini?" Para sahabat menjawab, "Ya Rasulullah, ini ada orang gila, sedang mengamuk. Karena itulah kami berkumpul di sini."
Beliau bersabda, "Orang ini bukan gila. la sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, siapakah orang gila yang benar-benar gila (al-majnûn haqqul-majnûn)?"
Para sahabat menjawab, “Tidak, ya Rasulullah?"
Beliau Saw menjelaskan, "Orang gila ialah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan merendahkan, yang membusungkan dada, mengharapkan surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepada-Nya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah orang gila yang sebenarnya. Adapun orang ini, ia hanya sedang mendapat musibah saja."
Kata majnûn, orang gila, berasal dari akar kata jannat, yang artinya menutupi. la masih punya akal, tetapi akalnya itu tidak dapat menerangi perilakunya. Akalnya sudah dikuasai hawa-nafsunya. Dalam pengertian inilah Nabi Muhammad Saw menyebut orang takabur sebagai majnûn. Para sahabat beliau menyebut majnûn kepada orang yang perilakunya tidak normal (abnormal), sementara Nabi Saw menyebut orang seperti itu dengan mubtalâ, orang yang mendapat musibah, orang sakit. la sakit karena tidak sanggup menanggung derita. Perilakunya yang aneh hanyalah teknik untuk melarikan diri dari kenyataan yang sangat menyakitkan: berpisah dengan orang yang dicintai, dikhianati sahabat, kehilangan pekerjaan, menghadapi buah simalakama, dan sebagainya.
Nabi Saw menyuruh kita melihat orang seperti itu sebagai orang yang patut kita bantu. Ia bukan majnun, tetapi mubtala. Kita harus meringankan deritanya dan memberikan jalan keluar dari bala yang mengenainya. Ia bukanlah orang yang tertutup akalnya. Ia hanyalah orang yang hancur hatinya. Bukankah Tuhan berkata, "Carilah Aku di tengah-tengah orang yang hancur hatinya?"
Orang yang kena bala harus didekati, tetapi orang gila harus dijauhi. Menurut Nabi Saw, ciri utama orang gila ialah takabur. Ia merasa dirinya besar dan merendahkan orang lain. Takabur menutupi kenyataan bahwa ia tidak berbeda dengan yang lain; ia hanyalah makhluk yang berasai dari nuthfah dan berakhir pada jifah (bangkai). Karena takabur, ia menjadi majnûn. Akalnya tertutup. Takabur mengubah kedudukan, keturunan, dan kekayaan menjadi tirai baja yang menutup jatidirinya. ***
(buku Halaman Akhir, Percikan Pemikiran Nalar Kritis Religius-Spiritual Islam, Dr. K.H Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., hlm. 81-82)