10/11/22

Manzilah al-Tsiqah [by Kholid Al Walid]

Allah SWT berfirman: "Sekiranya engkau khawatir maka jatuhkanlah ke dalam sungai" (QS 28:7). Yaitu ketika ibu Nabi Musa as meletakkan Nabi Musa as yang masih bayi ke sungai sebagai kepercayaan yang penuh kepada Allah SWT kalaulah bukan karena Allah SWT menurunkan rasa kepercayaan penuh di hati sang ibu tidak mungkin dia akan melakukan hal tersebut. Kepercayaan adalah inti tawakal, yang meliputi penyerahan, dan sumber ketundukkan. 

Manzilah Pertama adalah Tingkatan Putus asa, yaitu putus asanya hamba bersandar pada kekuatan dalam melaksanakan ketetapan, dan melepaskan dari kontradiksi bagian serta menghilangkan rasa malu dalam melangkah. Kepercayaan bermakna tak ada keraguan pada ketetapan Allah karena tidak mungkin terjadi sesuatu yang bertentangan dengan keputusan dan ketetapan Allah.

Imam Ali as. berkata: "Ketahuilah Ilmu Yaqin  tidaklah Allah menjadikan bagi seorang hamba sesuatu yang tinggi nilainya kecuali kuat juga keinginan atasnya dan berat juga usahanya", seorang Arif adalah orang yang paling keras usahanya dan paling berat ujiannya. Putusan asa atas daya dan kekuatan dalam menjalankan ketetapan yang Alalh tetapkan dan di antara tanda akan hal tersebut bahwa Salik tidak mencari ketetapan lain kecuali hanya apa yang telah Allah tetapkan untuk dirinya. Bahwa ketetapan yang telah Allah tetapkan untuk dirinya tidak ada yang mampu menolaknya.

"Tidaklah apa yang menimpa dari musibah di muka bumi dan tidak pula pada dirimu kecuali telah ditetapkan pada kitab sebelum itu dan telah dipaparkan sesungguhnya yang demikian bagi Allah adalah mudah. Sehingga tidak menyusahkan atas apa yang hilang dari sisimu dan tidaklah menggembirakan atas apa yang kamu dapat" (QS 57:22-23).

Melepaskan diri dari kontradiksi bagian yaitu berusaha dengan semangat yang berlebihan untuk mendapatkan bagian yang lebih dari yang sudah ditetapkan sehingga menimbulkan keadaan yang kontradiktif pada diri salik. Menghilangkan atau terlepas dari rasa malu dalam melangkah yaitu menerima bahwa itulah ketetapan yang telah ditetapkan untuk dirinya dan padanya tidak ada kekuatan yang dapat merubah semua ketetapan itu kecuali hanya Allah karena itu tak ada lagi rasa malu baginya dalam memohon kepada Allah agar memberikan ketetapan-ketetapan yang baik baginya karena dirinya sendiri sudah tidak memiliki daya apa pun. 

Manzilah Kedua adalah Tingkatan Aman, yaitu amannya seorang hamba dari kehilangan apa yang telah ditetapkan dan kekurangannya pada apa yang tertulis, sehingga dipenuhi dengan ruh ridho dan sekiranya tidak maka dengan Aynul Yaqin dan kalau tidak maka dihiasi kesabaran.

Ini tingkatan yang terjadi setelah putus asa terhadap daya dalam mewujudkan ketetapan timbullah rasa aman atas apa yang telah di tetapkan dan apa yang telah dituliskan pada Lauh al-Mahfudz. Ketika telah sampai pada derajat ini timbullah pandangan ridho sehingga tenang selamanya. Atau dengan Aynul Yakin yang melihat segala ketetapan berkesuaian dengan kemampuan yang ada sehingga tidak akan tergores ketidakpuasan dan kritik atas ketetapan yang terjadi.

Sekiranya belum sampai pada tingkat di atas maka Allah dengan kelembutan-Nya menaruh pada hatinya rasa sabar dan memberikan kemuliaan padanya dengan kesabaran tersebut dan mendudukkannya pada posisi mulia sebagai bagian orang-orang yang sabar seperti yang Allah sebutkan dalam 96 tempat di dalam al-Qur'an. 

Manzilah Ketiga adalah Menetapkan yang Azali hingga terlepas dari keburukan tujuan dan kewajiban menahan diri dan dorongan untuk berada pada jalan perantara. Yang dimaksud menetapkan yang Azali menyaksikan Tajalli al-Haqq sejak Azali dalam forma realitas dan keadaanya (Ahwal) sehingga terlepas dari dorongan untuk menuntut hal yang berbeda dan bertentangan. Apa yang tidak ditetapkan tidak mungkin diwujudkan. Upaya menahan diri dari segala keburukan, bala' dan bencana tidak mungkin terwujud karena sudah merupakan ketetapan. Upaya dirinya berada mencari jalan perantara atau sebab dalam melepaskan diri atau pertolongan tidaklah terjadi kecuali setelah ketetapan Azali.

Sebagaimana Nabi Saw berkata kepada Ibn Abbas: "Wahai Putraku ketahuilah sekiranya seluruh ummat berkumpul untuk memberikan manfaat bagimu tidak akan mampu memberikan manfaat bagimu sedikitpun kecuali telah ditetapkan Allah dan sekiranya ummat berkumpul untuk mencelakakan dirimu maka tidak akan mungkin engkau celaka sedikitpun kecuali telah ditetapkan Allah sebelumnya." ***

Dr Kholid Al Walid adalah dosen STAI Sadra dan Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta; pengasuh kajian Belajar Tasawuf di Misykat TV