Dua hari ini saya fokus membaca karya Bulus al-Khuri yang memang saya tunggu-tunggu, berjudul “al-tafsir al-masihi lil-quran” (tafsir Kristen atas al-Quran). Saya harus akui, menunggu kedatangan buku ini memang worth it, alias pantas ditunggu. Dengan kata lain, tidak mengecewakan.
Tak terasa saya melahap 5 jilid, selain memang karena tidak tebal juga sangat nikmat. Bagi kawan-kawan yang berminat kajian dialog Islam-Kristen, buku ini merupakan bacaan yang kaya. Saya mengenal penulis buku ini lewat karya-karyanya berbahasa Perancis.
Bulus al-Khuri atau Paul Khoury merupakan sarjana yang tekun meneliti perjumpaan Kristen-Islam pada masa pra-modern. Bukunya “Materiaux Pour Servir a L'Etude de la Controverse Theologique Islamo-Chretienne de Langue Arabe du VIIIe au XIIe Siecle” sudah lama saya baca.
Sebenarnya saya malu karena baru membaca karya bahasa Arabnya ini sekarang. Setelah membaca 5 jilid buku tafsirnya, saya langsung pesan 11 buku lainnya yang ditulis dalam bahasa Arab. Semuanya terkait perbincangan Kristen-Muslim pada abad pertengahan, terutama antara abad 8 dan 12 Masehi.
Kitab “tafsir masihi”-nya ini dapat dikategorikan tafsir tematik. Dia menghimpun ayat-ayat yang digunakan oleh teolog Kristen abad pertengahan untuk membenarkan ajaran agamanya. Yang dia lakukan sebenarnya cukup “sederhana”: Bagaimana ayat-ayat tertentu digunakan oleh teolog Kristen, dan kemudian membandingkan dengan tafsir kalangan Muslim sendiri.
Dia membatasi kajiannya pada 13 teolog Kristen dari tiga sekte yang berkembang di dunia Arab pra-Islam: Melkites, Nestorians dan Jacobites. Dari kelompok pertama, misalnya, dikutip pandangan Abu Qurrah, Anba Abraham, Anba Jurji, dll; dari kelompok kedua: Timothy I, Ammar al-Bashri, dll; dan dari kelompok ketiga: Abu Ra’ithah dan Ibnu Zur’ah. Kemudian dia membandingkan dengan tafsir dalam tradisi Islam, yang diwakili oleh tafsir Jalalain, Tabari, Zamakhshari dan Razi.
Namun, kesederhanaannya itulah yang menjadikan buku ini mudah dicerna. Al-Khuri hanya sebatas menyajikan bahan-bahan untuk kita baca. Sebagian besar tema yang disajijkan tidak asing bagi saya. Misalnya, ayat-ayat yang digunakan teolog Kristen terkait halal-haram, talak, trinitas, keunikan Jesus/Isa, Yesus sebagai kalimat dan ruh, hawariyun, Maryam, Kristen bukan musyrik, dll.
Yang memperlihatkan ketekunan al-Khuri ialah bagaimana dia melacak kutipan-kutipan ayat al-Qur’an dari 13 teolog Kristen terkait tema-tema yang beragam itu. Saya, misalnya, tahu bagaimana al-Kindi “mencibir” aturan talak dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat 230.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa suami yang menalak istrinya tidak boleh rujuk (kembali) dengannya hingga mantan istri kawin dengan orang lain dan melakukan hubungan seks. Baru jika diceraikan oleh suami kedua, dia boleh kembali ke suami pertama.
Al-Kindi meledek. Katanya, lelaki macam apa koq menunggu (mantan) istrinya ngeseks sama lelaki lain dulu utk dapat dikawini lagi? Ledekan al-Kindi disebutkan dalam “Risalah”-nya, teks yang saya jadikan bacaan di kelas “Islam and Christian-Muslim Relations.”
Dari karya al-Khuri ini saya belajar ternyata ayat 230 surat al-Baqarah itu juga dikutip oleh beberapa teolog Kristen lain, seperti Abu Qurrah dan Anba Jurji. Sikap al-Khuri sendiri cukup fair: Dia juga membeberkan bagaimana ayat tersebut ditafsirkan oleh ulama-ulama Muslim, dgn mengutip tafsir Jalalain, Tabari, Zamakhshari dan Razi. Intinya, ayat itu dikaitkan dgn aturan talak tiga.
Sebelum memasuki tema-tema tertentu, jilid pertama karya al-Khuri ini mendiskusikan persoalan teologis menarik: Kenapa teolog2 Kristen menggunakan al-Qur’an untuk membenarkan agamanya? Apakah itu berarti mereka mengakui al-Qur’an sebagai wahyu?
Bahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan teoretis itupun dia mengutip apa yang dikatakan teolog-teolog Kristen sendiri. Dengan merujuk pada apa yang mereka sendiri katakan, al-Khuri berhasil menunjukkan bahwa jawaban terhadap pertanyaan itu tidak simple. Mereka menggunakan al-Qur’an karena alasan dan untuk tujuan berbeda-beda.
Kelemahan karya al-Khuri ini bisa juga sekaligus dilihat sebagai kelebihannya. Maksud saya, al-Khuri tidak memberikan analisis mendalam tentang pandangan teolog2 Kristen dan Muslim. Di bagian akhir kutipan dia hanya memberikan komentar singkat bagian mana teolog2 Kristen dan Muslim bersepakat atau berbeda.
Bagi mereka yang ingin melihat analisis tajam, itulah kelemahan buku ini. Sebab, hanya berisi kumpulan kutipan dari teolog2 terkemuka abad pertengahan, baik Kristen maupun Muslim. Sangat informatif, tapi miskin analisis.
Namun demikian, kelemahan tersebut bisa menjadi kekuatan buku ini karena mempersilahkan pembaca membuat kesimpulan sendiri. Di bagian pengantar, al-Khuri secara terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak hendak mengarahkan atau mendikte kesimpulan pembaca. Dengan kata lain, dia memperlakukan pembaca sebagai “agent” yang berhak membuat kesimpulannya sendiri.
Tentu, apa yang dilakukannya itu berbeda dengan saya. Karena dalam “status” pendek inipun saya sudah memberikan penilaian yang mungkin akan mempengaruhi kesimpulan Anda: Buku al-Khuri ini kaya informasi dan layak dibaca. ***
Artikel copypaste dari FB Munim Sirry (Februari2023)