Husain Al-Musawi Al-Kadzab Memalsukan Hadits Tentang Mut’ah
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta” (Q.S. an-Nahl : 105).
Rasulullah saaw memerintahkan al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat kepada kaum al-Harts bin Dlirar al-Khuzai yang telah memeluk Islam. Tetapi di tengah jalan, al-Walid merasa gentar dan kembali kepada Nabi Muhammad saaw dengan membuat laporan palsu bahwa al-Harts dan kaumnya tidak mau membayar zakat bahkan ingin membunuhnya. Mendengar laporan ini Rasulullah saaw mengutus utusan lagi untuk memperjelas persoalannya sebelum mengambil tindakan tegas. Hasilnya, ternyata al-Walid berdusta kepada Rasulullah saaw tentang al-Harts dan kaumnya. Peristiwa ini diabadikan Allah dengan menurunkan Q.S. al-Hujurat : 6, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. al-Hujurat: 6)
Husain al-Musawi al-Kadzab dengan bukunya, Mengapa Saya Keluar dari Syiah?, kelihatannya melanjutkan tradisi al-Walid bin Uqbah yang digelar fasik oleh Allah swt. Jika, pada bukti sebelumnya, saya telah menunjukkan kedustaan Husein al-Musawi al-Kadzab karena dia memanipulasi hadits atau ayat dengan cara memotong kalimatnya, maka pada kesempatan ini, saya akan menunjukkan bagaimana kedustaan yang lebih nyata yang dilakukan oleh Husein al-Musawi al-Kadzab, yaitu bahwa HUSEIN AL-MUSAWI AL-KADZAB MEMBUAT HADITS PALSU MELALUI IMAJINASINYA DAN KEMUDIAN MENISBAHKAN HAL ITU KEPADA RASUL SAAW DAN PARA IMAM AHLUL BAIT AS.
Mari kita telusuri kedustaan yang di buat oleh Husein al-Musawi al-Kadzab saat membahas tentang mut’ah berikut ini.
Pertama, Husein al-Musawi menulis pada halaman 44, empat hadits tentang Mut’ah sebagai berikut. Nabi Muhammad saaw bersabda, “Barangsiapa yang melakukan mut’ah kepada seorang wanita mukminah, maka seolah-olah dia berkunjung ke Ka’bah sebanyak tujuh puluh kali.” Kemudian Husain al-Musawi berkomentar: “Apakah orang yang melakukan mut’ah sama dengan orang yang mengunjungi Ka’bah sebanyak tujuh puluh kali? Dengan siapa? Dengan wanita mukminah?
# Saya jawab : Perhatikanlah Husain al-Musawi al-Kadzab menulis hadits di atas tanpa menunjukkan sumbernya sehingga kita kesulitan melacak pengutipannya dan memeriksa hadits tersebut. Saya sendiri berusaha mencari di beberapa kitab hadits syiah yang berbicara tentang mut'ah, tetapi tak menemukan hadits tersebut. Jadi, bisa dihipotesakan bahwa Husein al-Musawi al-Kadzab tidak bisa menunjukkan sumbernya, karena hadits itu hanya buatannya sendiri yang dihasilkan dari khayalannya. Silakan, jika ada para pendukung Husein al-Musawi al-Kadzab yang bisa menunjukkan secara lengkap hadits tersebut dengan sanadnya di dalam kitab hadits standar syiah untuk kita periksa kualitasnya.
Kedua, Husein al-Musawi al-Kadzab menulis pada halaman 44 hadits ke-2 sebagai berikut. Ash-Shaduq meriwayatkan dari Ash-Shadiq as, dia berkata, “sesungguhnya mut’ah adalah agamaku dan agama bapakku. Brangsiapa yang mengerjakannya, maka dia telah mengamalkan agamanya. Barangsiapa yang mengingkarinya, maka berarti dia mengingkari agama kami dan berakidah dengan selain agama kami” (Man la Yahdhuruhu al-Faqih, 3/366). Husain al-Musawi melanjutkan, “Ini adalah pengkafiran terhadap orang yang menolak mut’ah.”
# Saya jawab: setelah membaca dan melacak hadits tersebut di dalam kitab Man Layahdhuruh al-Faqih, saya tidak menemukan riwayat tersebut di atas. Jadi, lagi-lagi Husein al-Musawi membuat hadits palsu melalui imajinasinya sendiri. Sungguh inilah mujtahid yang salah kaprah. Yang ada dan masyhur di kalangan Syiah adalah sebuah riwayat dengan berbunyi “TAQIYAH
ADALAH AGAMAKU DAN AGAMA BAPAKKU”… bukan kalimat “Mut’ah adalah agamaku dan agama bapakku”. Dengan demikian, maka Husein al-Musawi telah mengubah lafal hadits sesuka hatinya. Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat nyata. Meski begitu, (mungkin saja saya kurang jeli memeriksa kitab Man Layahdhuruh al-Faqih), saya persilakan bagi pendukung Husein al-Musawi al-Kadzab untuk menunjukkan hadits tersebut secara lengkap dengan sanadnya dan sumbernya di dalam kitab Man Layahdhuruhul Faqih, bab dan nomor haditsnya.
Ketiga, selanjutnya Husein al-Musawi al-kadzab menuliskan hadits ke-3 pada halaman 44. Dikatakan kepada Abu Abdulah as, “Apakah dalam mut’ah terdapat pahala? Dia berkata, “Jika dengannya dia mengharap ridha Allah swt, tidak ada satu kata pun yang dia katakan kecuali Allah menuliskannya sebagi suatu kebaikan. Jika dia mendekatinya, maka Allah akan mengampuni dosanya berkat mut’ah yang dia lakukan. Jika dia mandi, maka Allah akan mengampuni dosanya sebanyak air yang membasahi rambutnya” (Man La Yahdhuruhu al-Faqih, 3/366).
# Saya jawab: Hadits tersebut memang ada di dalam kitab Man La yahdhuruh al-Faqih juz 3, Kitab al-Nikah bab al-Mut’ah, hadits no. 4602. Tetapi, ketahuilah bahwa hadits ini dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah dengan sanad dari Shalih bin Uqbah bin Sam’an, yang mana Shalih bin Uqbah adalah sanad yang dinilai dhaif dan pembohong oleh para ulama rijal (lihat Kitab Rijal karya al-Hilli juz 2, rijal no 237; Kitab Naqd al-Rijal karya Sayid Mushtafa juz 2, hal. 411 rijal no. 2592). Dengan demikian hadits ini gugur.
Keempat, Huseein al-Musawi al-Kadzab menulis hadits ke-4 sebagai berikut. Nabi Muhammad saaw bersabda, “Barangsiapa yang melakukan mut’ah dengan seorang wanita, maka dia akan aman dari murka Allah yang Maha Memaksa. Barangsiapa yang melakukan mut’ah dua kali, maka dia akan dikumpulkan bersama orang-orang baik. Barangsiapa yang melakukan mut’ah tiga kali, maka dia akan berdampingan denganku di surga” (Man La Yahdhuruhu al-Faqih, 3/366).
# Saya Jawab: Lagi-lagi Husein al-Musawi memalsukan hadits melalui imajinasinya. Setelah berusaha melacaknya pada sumber yang disebutkan Husein al-Musawi, saya tidak menemukan riwayat tersebut. Hadits ini tidak saya temukan di dalam kitab Man La Yahdhuruhu al-Faqih dan kemungkinan besar juga tidak terdapat di dalam kitab hadits syiah lainnya. Silakan, bagi para pendukung Husein al-Musawi jika ada yang mau menunjukkan secara jelas di mana terdapat hadits tersebut, sehingga kita bisa memeriksanya.
Kelima, kemudian Husein al-Musawi al-Kadzab menuliskan hadits yang katanya dikutip dari Tafsir Fathullah Kasyani sebagai berikut. Sayid Fathullah Kasyani meriwayatkan dalam tafsir Manhaj ash-Shadiqin dari Nabi Muhammad saaw sesungguhnya dia bersabda, “Barangsiapa yang melakukan mut’ah satu kali, maka dia seperti derajat Husain as. Barangsiapa melakukan muta’ah dua kali, maka dia seperti derajat Hasan as. Barangsiapa yang melakukan Mut’ah tiga kali, maka derajatnya seperti derajat Ali bin Abi Thalib, dan barangsiapa yangmelakukan mut’ah empat kali, maka derajatnya seperti derajatku.”
# Saya jawab: Hadits ini juga tidak ada sumbernya dan tidak ada di dalam kitab Tafsir Fathulah Kasyani saat menafsirkan QS An-Nisa: 24. Perhatikan, Husain al-Musawi tidak menyebut halaman berapa dari kitab Tafsir Minhaj ash-shadiqin. Lagi-lagi Husein al-Musawi al-Kadzab menunjukkan kedurhakaannya pada Nabi saaw dan ahlul bait dengan membat hadits palsu atas nama mereka.
Demikianlah kedustaan nyata yang di buat oleh Husein al-Musawi terhadap Rasulullah saaw dan Ahul baitnya. Ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal. Wallahu a’lam. *** (bersambung)
[Candki Repantu]