20/12/20

Konsepsi Ushuluddin dalam Mazhab Syiah

 image

Seseorang telah mengirimkan pertanyaan sebagai berikut: (1) Siapakah pertama kali yang merumuskan konsep Ushuluddin (Tawhid, Nubuwwah, Imamah, 'Adl, dan Al-Maad) sebagai prinsip keyakinan (aqidah) Mazhab Syiah Itsna Asyariyah?, (2) Mohon berikan sumber/referensi tentang Ushuluddin, baik dari Alquran maupun Hadis dari jalur Aimmah as, terkait dengan konsep ushuluddin tersebut?, (3) Bagaimana sikap Aimmah (Imam-imam Syiah) terhadap sahabat Abubakar, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, dan Aisyah atau Ummul Mukminin (istri-istri Nabi)?   

Dikarenakan tema atau topik tersebut merupakan pembahasan yang sensitif dan berkaitan dengan akidah Syiah, maka kami mengirimkan pertanyaan tersebut kepada kantor Grand Ayatollah Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah (via pesan Fanpage Seyyed Fadlallah Institution), Grand Ayatollah Syaikh Nasir Makarim Shirazy (via pesan WA official dan e-mail official), dan Grand Ayatollah Seyyed Reza Hosseini Nassab (via e-mail official). Ketiganya merupakan ulama Syiah ternama dan menjadi rujukan oleh kaum Muslim pengikut Ahlulbait atau Muslim Syiah Itsna Asyariyah (Imamiyyah). Dari pertanyaan yang diajukan, yang direspons terkait dengan ushuluddin. Sedangkan sikap pada Sahabat dan Ummul Mukminin (tampaknya) sepakat dengan pendapat umum untuk menghormati keduanya. 

 

Grand Ayatollah Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah

Dari Sayyed Fadlallah Institution memberikan jawaban dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab. Isi dari jawaban tersebut bahwa rujukan Ushul Addin diambil dari Al-Quran dan didasarkan pada (nalar) intelektual. Dalam Al-Quran disebutkan beriman kepada Allah, Hari Akhir, para Malaikat, Kitab-kitab, dan para Nabi. Dengan demikian, keyakinan (kepercayaan) dalam Islam menuntut untuk percaya kepada Tuhan, hari Akhir, para nabi dan para malaikat serta pada kitab-kitab yang Allah wahyukan kepada para nabi-Nya. Itulah sebabnya orang-orang yang memeluk (agama) Islam harus menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Yang Mahatinggi, dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.   

Kemudian tentang sikap Aimmah kepada sahabat dan istri Nabi. Sikap Imam Ali as terhadap khalifah dan realitas Islam bahwa ia akan menjaga perdamaian selama urusan Muslim aman. Dia tidak memusuhi salah satu sahabat atau ibu dari orang-orang beriman (Ummul Mukminin). Sebaliknya, dia menghormati mereka, memberi mereka nasihat dan bimbingan untuk kepentingan Islam. Ini adalah sikap para imam. Namun demikian, kami sangat percaya bahwa para imam adalah khalifah yang benar, tetapi terkait dengan realitas Islam, atas dasar prioritas merawat agama dan persatuan umat Muslim.   

Berikut ini teks jawaban dalam bahasa Inggris melalui message (fanpage facebook) Seyyed Fadlallah Institution yang kami terima (29 Januari 2020): 

This is taken from the Holy Quran which indicates this. Moreover, USUL ADDIN (basic beliefs) is based on intellectual proofs. In addition, the Quran says one who believes in Allah, the Last Day, the angels, the Book, and the prophets... Thus the belief in Islam demands the belief in God, the last day, the prophets and the angels and the books that Allah revealed to His prophets. That is why people used to embrace Islam by stating that there is no god but Allah, the Most Exalted, and that Muhammad is His messenger. As for the Day of Judgment, it is stated in the Holy Quran and one would not believe unless he believes in it.  

It is enough to know Imam Ali (a.s.)’s stance towards the caliphs and the Islamic realty: he said that he will keep the peace as long as the affairs of Muslims are safe. He was not hostile to any of the companions or the mothers of believers. On the contrary, he respected them, gave them advice and guidance for the benefit of Islam. This is the stance of the Imams. Nevertheless, we firmly believe that the Imams are the righteous infallible caliphs, but the imams dealt with the Islamic reality on the basis of giving priority to the preservation of the religion and the unity of Muslims in addition to the spread of Islam and consolidating it.   

 

Grand Ayatollah Syaikh Nasir Makarim Shirazy

Jawaban dari kantor Syaikh Nasir Makarim Shirazy bahwa Ad-Din terbagi dua, yaitu ushul dan furu’. Keduanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran dan riwayat atau hadis-hadis (meski kedua istilah tersebut tidak disebut secara tekstual). Teologi (keyakinan atas keesaan Tuhan) dalam agama diibaratkan pohon yang kuat; eskatologi (hari akhir) dan kajian tentang para nabi sebagai akarnya; shalat, puasa, haji, jihad, khumus, zakat, dan bergabung dalam aktivitas yang baik dan mencegah kejahatan, kemudian tawalla dan tabarra, adalah sebagai cabangnya; dan perilaku yang baik adalah buahnya. Istilah ini (uhsul dan furu’ dari Ad-Din) digunakan oleh para cendekiawan pada masa awal. Selanjutnya beberapa ulama berpendapat bahwa Uhsul Din terdiri tiga (yaitu Tawhid, Nubuwwah dan Ma'ad), dan Furu' Din terdiri dua (yaitu ‘Adl dan Imamah). Alasannya karena tidak hanya semua Muslim, tetapi juga semua pengikut agama Ilahi percaya pada prinsip Tawhid, Nubuwwah dan Maad. Karena itu, ketiga istilah ini disebut Ushul Din. Sedangkan ‘Adl dan Imamah adalah prinsip yang tidak diterima oleh semua Muslim maka disebut Furu’ Din. 

Berikut ini teks jawaban dalam bahasa Inggris melalui e-mail yang kami terima (11 Februari 2020): 

Although terms Usul and Furu’ of Din are understood from verses of the Quran and narrations, these two terms have not mentioned in narrations. However, this phrase is very interesting; that is to say, in this term, din is likened to a strong tree which theology, escatology and studying about prophets have been considered as its roots; prayers, fasting, hajj, jihad, khums, zakat, and joining good and forbidding evil and tawalla and tabarra are its branches; and good manner is its fruit. This term (Usul and Furu’ of Din) was used by early scholars of Islam. In addition, some scholars say “Usul of Din are three (Tawhid, Nubuwwah and Ma’ad), and Furu’ of Din are two (Adl and Imamat)”; the reason of that is clear, because not only all Muslims but also all followers of divine religions believe in three principles of Tawhid, Nubuwwah and Ma’ad; so, these three terms are called Usul of Din while Adl and Imamat, which are not accepted by all Muslims, are called Furu’ of Din. Wishing you all the success. 


Grand Ayatollah Seyyed Reza Hosseini Nassab 

Jawaban dari kantor Seyyed Reza Hosseini Nassab bahwa Ushuluddin berarti prinsip-prinsip yang diterima oleh semua ulama Muslim, baik Syiah maupun Sunni. Menurut mereka bahwa ushuluddin terdiri dari Tawhid, Nubuwwah, dan Al-Maad. Selain itu, ada yang disebut Ushulul Mazhab, yaitu Imamah dan ‘Adl, yang hanya diterima oleh semua ulama Syiah saja. 

Berikut ini teks jawaban dalam bahasa Inggris melalui e-mail yang kami terima (11 Februari 2020): 

Usulluddin means the principles which are accepted by all Muslim, Shia and Sunni ulama. According to them, they are: Tawhid, nubuwwah and maad. But Usulul Mazhab (Imamat and Adl) are accepted by all Shia Ulama only. 

MENURUT kami yang disebutkan di atas belum melingkupi jawaban yang ditanyakan, terutama tentang siapa dan kapan ushuluddin dalam pemahaman ulama Syiah dirumuskan, serta dalil riwayat Aimmah yang mendukungnya.

Meski ushuluddin yang diyakini Muslimin Syiah Itsna Asyariyah dinyatakan mengutip dari al-Quran dan hadis (riwayat), tetapi penting sekali dicarikan konteks historis dan landasannya. Dari kutipan Al-Quran yang disebutkan Seyyed Fadlallah dalam jawaban (setelah dicari dalam Al-Quran tercantum pada Al-Baqarah/2: 285 dan 177; An-Nisa/4: 137) ternyata tidak menyebutkan istilah Tawhid, Nubuwwah, Imamah, ‘Adl, dan Al-Maad. Yang disebutkan dalam ayat Al-Quran adalah beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul dan Nabi, dan hari Akhir.  

Sedikit berbagi bahwa dalam Risalah Amman tahun 2005 saat konferensi para ulama dan cendekiawan dari seluruh dunia di negara Jordania bahwa rincian keimanan yang tercantum dalam Al-Quran tersebut disepakati untuk diyakini sebagai prinsip keimanan dan keislaman bagi seluruh umat Islam.

Dalam risalah itu ada delapan mazhab fiqih dinyatakan masih sesuai dengan ajaran Islam dan diperbolehkan untuk diikuti umat Islam, yaitu Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafii, Jafari, Zaydi, Zhahiri, Ibadi. Jafari dan Zaydi merupakan representasi kaum Syiah (atau pengikut Ahlulbait); dan Ibadi reprsentasi kaum Khawarij yang moderat. Disebutkan pula boleh mengikuti keyakinan Asy’ari dan mengamalkan tasawuf (sufisme).

Terhadap mereka semua, tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut atau penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan. Tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya kepada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (saw) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam. Demikian kesepakatan ulama dan cendekiawan dunia (termasuk dari Indonesia) yang layak dipelihara sehingga terwujud Islam sebagai agama penuh kasih sayang dan perdamaian. Dalam hal ini ditampakkan dalam masyarakat Islam yang meski berbeda mazhab atau kelompok, tetap berada dalam payung agama Islam.    

Terkait dengan akidah Syiah bahwa rumusan Ushuluddin berasal dari ulama Syiah yang ahli dalam Ilmu Kalam (aqidah) seperti Nashiruddin Ath-Thusi (wafat 672 H./1273 M.), Allamah Al-Hilli, dan Abdurrahim Isfahani. Tentu perlu dikaji secara komprehensif karya mereka ini agar secara naqli tentang rumusan ushuluddin tersebut. Jika ada kajian komprehensif tentang tema/topik di atas, mohon share kepada kami. Terima kasih. *** (Abu Misykat)