Sekelompok kaum Nashrani Najran (Yaman) datang menemui Rasulullah saw. Tiga orang uskup besar mereka bernama Aqib, Muhsin, dan Asqaf pun datang. Dua orang tokoh terkenal Yahudi juga hadir bersama mereka untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada Rasulullah saw.
Asqaf bertanya, "Wahai Abul Qasim, siapa ayah Musa?"
Rasulullah saw menjawab, "Imran."
Dia bertanya, "Siapa ayah Yusuf?"
Beliau menjawab, "Ya'qub."
Dia bertanya, "Ayah dan ibu saya menjadi tebusan Anda, siapa ayah Anda?"
Beliau menjawab, "Abdullah putra Abdul Muththalib."
Asqaf bertanya, "Siapa ayah Isa?"
Rasulullah saw diam. Malaikat Jibril pun turun dan berkata, "Dialah ruh dan kalimat Allah."
Asqaf bertanya, "Mungkinkah terjadi ruh tanpa melalui seorang ayah?"
Rasulullah saw diam. Pada saat itulah turunlah wahyu: Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: Jadilah (seorang manusia). Maka jadilah dia (QS Ali Imran: 59).
Tatkala Rasulullah saw membacakan ayat ini, Asqaf berdiri meninggalkan tempat duduknya. Sebab, dia tidak bisa terima bahwa Isa tercipta dari tanah. Kemudian, dia berkata, "Wahai Muhammad! Kami tak menemukan hal ini dalam kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Hanya engkau yang berpendapat seperti ini."
Kemudian Allah Swt mewahyukan: Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta (QS Ali Imran: 61).
Asqaf dan orang-orang yang bersamanya mengatakan, "Wahai Abul Qasim, engkau berlaku Adil. Maka tentukan waktu mubahalah itu!"
Rasulullah saw berkata, "Insya Allah, besok pagi."
Keesokan harinya, usai shalat subuh, Rasulullah saw menggandeng tangan Imam Ali. Sementara pemuka kaum wanita semesta alam, Sayidah Fathimah, di belakangnya. Imam Hasan di samping kanan dan Imam Husain di samping kiri. Beliau berkata kepada mereka, "Ketika saya berdoa, ucapkanlah amin!"
Kemudian Rasulullah saw berlutut untuk memanjatkan doa. Tatkala kaum Nasrani menyaksikan kedatangan lima orang suci itu, mereka menyesal dan mengadakan rapat di antara mereka.
Mereka berkata, "Demi Tuhan! Dia seorang nabi. Jika kita bermubahalah dengannya, Tuhan pasti mengabulkan doa mereka dan kita semua bakal musnah hingga tak seorang pun di antara kita yang selamat dari kutukannya. Sebaiknya, kita berdamai dengannya dan mengundurkan diri dari mubahalah." ***
Catatan
Peristiwa ini oleh Ibnu Syahrashub dalam Manaqib Ali Abi Thalib, juz 3 (Najaf: Penerbit Al-Haidariyah, 1376 H.) halaman 144, Mubahalah Nabi Muhammad saw dengan Nasrani Najran terjadi pada 24 Dzulhijjah 10 H (631 M.). Ada juga yang sebut pada 25 Dzulhjjah, tetapi tidak masyhur. Kalau benar ini terjadi tahun 10 Hijriah, berarti kejadiannya setelah Ghadir Khum dan setelah Haji Wada. Karena kedua peristiwa tersebut terjadi tahun 10 Hijriah. Sedangkan dalam catatan sejarah lainnya bahwa sebaran surat dari Rasulullah Saw untuk mengajak orang-orang dan raja di negeri terdekat Jazirah Arabia setelah peristiwa Futuh Makkah tahun 8 Hijriah. Karena pasca Futuh Makkah itu tidak ada musuh (dalam skala kelompok atau kaum, khususnya Makkah) sehingga konsentrasi Rasulullah Saw itu dakwah ke luar daerah terdekat Madinah dan Makkah. Sumber lain menyebutkan Mubahalah terjadi setelah Futuh Makkah (8 H.) dan sebelum Haji Wada (10 H.). Berarti diperkirakan tahun 9 Hijriah, 24 bulan Dzulhijjah.