"Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezeki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS 40: 13)
Ayat ini menjadi bukti bahwa manzilah mengingat (tadzakkur) adalah setelah manzilah kembali (al-inabah). Mengingat di atas berfikir karena berfikir berarti menuntut sesuatu. Sedangkan mengingat berarti sudah ada (wujud).
Berfikir terjadi ketika ketiadaan yang
ingin diketahui karena tertutupnya hati dari keburukan nafsu. Sedangkan mengingat
terjadi ketika hijab terangkat dan terkoyaknya hijab diri dan kembali dirinya
pada fitrah dasarnya. Kelalaiannya yang membuat dirinya lupa sehingga
mengingat pada intinya adalah mengembalikan kembali hal yang sudah ada pada
dirinya. "Dan Kami telah mengikat perjanjian dengan Adam sejak
dahulu akan tetapi dia lalai" (QS 20: 115).
Ada tiga manzilah dalam tadzakkur ini. Pertama adalah mengingat dengan mengambil manfaat dari nasihat. Bahwa nasihat khususnya dari Syaikh adalah tuntunan yang harus dijalankan dengan kesungguhan. Mengerahkan seluruh upaya untuk menunaikannya. "Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS 36: 20-21).
Untuk mampu mendapatkan
manfaat dari nasihat ada tiga tahap yang harus ditempuh. (1) Merasa sangat
memerlukan nasihat bahwa kesadaran lemahnya diri dan kemampuan memerlukan
petunjuk dan nasihat. Hanya melalui nasihat-nasihat diri salik bisa selamat.
(2) Menutup pandangan dari keburukan yang ada pada diri pemberi nasihat, yaitu
memperhatikan keburukan atau kedudukan yang ada pada pemberi nasihat akan
menganggu hati salik. Padahal nasihat sendiri adalah kebaikan dari siapa pun
berasal. Sebagaimana Imam Ali as berkata, "Lihatlah apa yang dikatakan
dan jangan lihat siapa yang mengatakan." Abdurrazaq Kasyani berkata, "Dengarkanlah
perkataanku dan jangan kau perhatikan perbuatanku. Ilmuku bermanfaat untukmu,
sedangkan keburukanku tidak ada kaitan denganmu." (3) Ingatlah
kematian dan perhitungan, yaitu karena kematian adalah nasihat paling baik.
Rasulullah bersabda, "Cukuplah kematian sebagai nasihat."
Kedua adalah mengambil
pelajaran melalui penyaksian mata bathin. Bahwa segala yang terjadi tidak lain
merupakan Tajalli Ilahi; apakah hadirnya seorang mukmin atau pun kafir. Apa
yang tersaksikan melalui mata zhahir seringkali berbeda ketika dilihat
dengan mata bathin. Mengambil pelajaran dengan mata bathin dapat
terjadi melalui tiga tahap. (1) Hidupnya akal bahwa hidupnya akal adalah
kekuatan untuk dapat memahami segala sesuatu sesuai realitasnya, memisahkan
yang salah dengan yang benar, bermanfaat dan sia-sia. Sekiranya akal belum
bekerja dengan baik maka mata bathin pun tidak akan mampu menyaksikan. Karena
kekuatan akal adalah langkah untuk membuka penyaksian bathin. (2) Ma'rifat
hari-hari, sebagaimana yang telah pernah dibicarakan juga di manzilah taubat.
Bahwa hari-hari yang lewat dari usianya hendaklah dia teliti kembali apakah
hari-hari tersebut sudah dalam upaya perjalanan menuju Allah atau belum. Apakah
hari-hari yang lewat sudah dalam upaya untuk menghiasi dirinya dengan
sifat-sifat Allah atau belum. Mengingat, "Sungguh beruntung
orang-orang yang membersihkan dirinya dan sungguh celaka orang-orang yang
mengotorinya" (QS 91:10). (3) Keselamatan dari penghalang bahwa
keselamatan tidak lain melalui keikhlasan dalam melakukan amal perbuatan.
Melepaskan diri dari riya' dan kemunafikan, dan segala jenis halangan duniawi
karena hal tersebut akan mematikan akal dan memudarnya kemampuan mata bathin
untuk menyaksikan realitas ruhaniah.
Ketiga adalah
keberhasilan melalui buah berfikir. Bahwa melalui proses berfikir terhasilkan
potensialitas (al-isti'dad) karena berfikir adalah upaya persiapan
diri untuk mendapatkan makna yang tercurah melalui proses mengingat. Sekali pun
tidak semua berhasil mendapatkan curahan makna (hakikat). Ma'rifat
dihasilkan melalui proses berfikir dan hakikat dihasilkan melalui potensi yang
dihasilkan dari mengingat.
Pencapaian buah dari
berfikir melalui tiga hal. (1) Memendekkan angan-angan dan keinginan, yaitu
angan-angan terjadi karena lalai terhadap kematian. Sedikitnya angan-angan dan
keinginan akan memperbanyak kebahagiaan. Terlepas dari angan-angan dan keinginan
dari kehidupan duniawi akan menguatkan dorongan dan kecintaan pada perjumpaan
dengan Allah SWT. Rasulullah Saw bersabda, "Aku takutkan dari umatku
dua hal Kecintaan pada dunia dan panjangnya angan-angan." (2)
Membangun hubungan dengan al-Qur'an, yaitu melalui upaya yang sungguh untuk
memperbanyak waktu bersama al-Qur'an, mengambil nasehat darinya, memahami
maknanya, menjauhkan diri dari batasan yang telah ditetapkannya karena dengan
itu cahaya hati dan ma'rifat akan berkembang. (3) Mengurangi perjumpaan,
harapan, ikatan, rasa kenyang, dan tidur. Perjumpaan dengan ahli dunia akan
melalaikan hati dari mengingat Allah dan membatasi perjumpaan hanya dengan
orang-orang yang saleh dan 'arif.
Mengurangi harapan karena harapan adalah jalur setan untuk menimbulkan kekecewaan dan rasa was-was. Ikatan hati selain kepada Allah pada ujungnya akan menjadi penghambat proses ruhaniah. Sayidah Maryam dalam kebersamaan hatinya dengan Allah, apa pun yang terlintas dalam hatinya segera Allah wujudkan sebagai hidangan yang berasal dari langit. Namun, ketika dalam hatinya ada ikatan dengan bayi yang dikandungnya, Allah justru memerintahkannya untuk menggoyang pohon kurma tatkala lapar.
Rasa kenyang adalah pupuk bagi syahwat. Upaya mengendalikan
syahwat tidak lain dengan memperbanyak rasa lapar. Banyaknya tidur akan
menumbuhkan rasa malas dan menjauhkan seorang salik dari kenikmatan ibadah.
Tidur bagi salik sekadar memenuhi kebutuhan bagi tubuh semata, bukan untuk
menikmati kesenangan dan kelalaiannya. ***
Dr Khalid Al Walid adalah narasumber Belajar Tasawuf pada YouTube MISYKAT TV, setiap minggu jam 19.45-21.00 WIBB.