Marilah kita mulai pagi yang cerah ini dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah Swt. Setiap hari anugerah dan nikmatnya turun kepada kita, walaupun pada hari yang sama maksiat dan kejahatan kita naik kepada-Nya. Setiap jam perlindungan dan pemeliharaan -Nya mengayomi kita. Padahal pada jam yang sama kita menentang-Nya dengan dosa-dosa dan kejelekan kita.
Dia telah membawa kita kepada bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan, bulan yang di dalamnya ada Laitul Qadar, yang lebih bagus dari seribu bulan. Sepanjang Ramadhan, Dia menuntun kita untuk melakukan puasa, salat malam, membaca Al-Quran dan bersedekah di jalan Allah. Dia memberikan kesempatan kepada untuk menghapus dosa dan beramal saleh.
Akhirnya hari ini dengan kasih sayangnya jua, Dia mengantarkan kita kepada Idul Fitri, hari lebaran. Dia gerakkan lidah-lidah kita untuk membesarkan asma-Nya. Dia karuniakan kepada kita rezeki untuk membayarkan kewajiban zakat kita. Kepada kita rezeki untuk membayarkan kewajiban zakat kita. Pagi ini Dia membawa kita ke tanah lapang ini untuk bersimpuh di hadapan kebesaran-Nya, memuji keagungan-Nya, dan mensyukuri seluruh nikmat-Nya.
Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah kita periksa orang-orang yang kita cintai: ayah-bunda, saudara, kekasih, tetangga, sahabat, dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang tidak dapat bergabung bersama kita di tempat ini? Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada Yang Mahasuci? Ke manakah ayah atau Ibu yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke mana kakak atau adik kita yang pada Lebaran lalu gelak tawa berbagi bahagia bersama kita? Ke manakah tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri?
Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka telah "mudik" ke kampung
yang abadi. Terimalah mereka di sisi-Mu radhiyatan mardhiyyah. Engkau senang menyambut mereka dan mereka senang berjumpa dengan-Mu. Seperti
doa Nabi Saw untuk Thalhah: Engkau tersenyum kepada mereka dan mereka tersenyum
kepada-Mu. Curahkan kasih-Mu kepada Ayah Bunda kami, saudara kami, sahabat
kami, Gabungkan mereka dengan kami, saudara kami, sahabat kami. Gabungkan
mereka dengan orang-orang yang engkau anugerahkan kenikmatan kepada mereka,
bersama para nabi, shidiqqin,
syuhada, shalihin.
Ya Allah, pagi ini mereka tidak dapat berlebaran bersama kami. Tidak bisa kami
ulurkan tangan kami untuk meminta maaf. Tidak bisa kami ajak mereka untuk
berbagi bahagia bersama kami. Tidak bisa kami undang mereka untuk berkumpul
bersama di rumah kami. Allahumma adkhil ala' ahl al-qubur al surur. Tetapi kami
mohon, ya Allah, masukkanlah rasa bahagia kami kepada semua ahli kubur.
Harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa-doa kami, sampaikan salam kami
yang tulus, Assalamu'alaikum ahl- al-diyar min al-muslimin. Antum lana salaf wa
inna insya Allah bikum tahiqun. Salam bagi kalian, wahai ahli kubur kalian
sudah mendahului kami dan insya Allah kami akan segera menyusul kalian. Inna
Lillah wa inna ilaihi raji'un. Sesungguhnya, kita semua kepunyaan Allah dan
kepada-Nya kita semua kembali.
Menurut laporan para sahabat, dalam shalat 'Id dan salat Jum'at. Nabi Muhammad Saw senang membaca surat Al Al'a dan al-Ghasyiyyah." Pada surat Al-Ala' dipuji Tuhan orang yang berzakat. Kemudian berdzikir kepada Allah dan melakukan salat. Qad Aflaha man tazakka wa dzakara isma rabbihi fashalla. Kata sebagian ahli tafsir, ini berkaitan dengan salat Idul Fitri.
Pada surat al-Ghashiyyah diceritakan keadaan manusia ketika kembali kepada Tuhan. Inna ilayna iyyabahum tsumma inna alaynahum hisabahum. Kepada kamilah mereka kembali: kewajiban kamilah untuk memeriksa mereka. Dibacakanlah surat al-Ghasiyyah pada Idul Fitri untuk mengingatkan manusia akan hari lahir ketika mereka mudik kepada Tuhan.
Berkumpulnya manusia di tanah lapang harus menyadarkan mereka akan hari ketika mereka diadili Tuhan pada padang Mahsyar nanti.
Selain pada surat al-Ghasiyyah, berulang kali dalam Al-Quran Tuhan mengingatkan
kita bahwa kepada Allah tempat mudik kita. Kepada Allah tempat mudik kalian.
Kepada Allah tempat mudik mereka semua. Kalimat seperti ini disebut sampai enam
belas kali dalam Al-Qur'an. Sudah
seminggu ini saudara-saudara kita pulang mudik ke kampung halaman mereka yang
sementara. Menemui orang-orang yang mereka sayangi. Dengan membawa beban berat
untuk diberikan kepada mereka. Mereka berangkat dengan sukarela, menempuh
perjalanan yang jauh dan melelahkan dengan sukacita. Setiap saat kita harus
mudik ke kampung halaman abadi, menemui Allah yang kita cintai, tetapi dengan
membawa beban dosa di atas punggung kita, untuk diperiksa dalam timbangan
keadilan Tuhan. Setiap saat ketika maut menjemput kita. Kita harus pergi dengan
terpaksa. Kita akan menempuh perjalanan yang panjang dan mengerikan.
Imam Ali Zainal Abidin, cucu Rasulullah Saw, berkata, "Ada tiga saat yang paling menakutkan yang harus dialami anak Adam (1) saat ketika ia menyaksikan malaikat maut (2) saat ketika ia bangun dari alam kuburnya. (3) saat ketika ia berdiri berhadapan dengan Allah Swt. Tidak jelas apakah ia akan ke surga atau ke neraka."
Itulah perjalanan mudik kita. Stasiun yang pertama adalah kematian. Saat malaikat maut menjemput kita. Di situ mayit akan dihadapkan kepada kekayaannya. Ia berkata, "Demi Allah, dahulu aku mengumpulkan kamu dengan rakus dan pelit. Sekarang apa yang akan kamu berikan kepadaku?" Hartanya akan menjawab, "Khudz minni kafanak." Ambillah dariku kain kafanmu! Kemudian mayit akan dipertemukan dengan seluruh keluarganya. Ia memandang mereka, "Demi Allah, dahulu aku sangat mencintai kalian dan memelihara kalian dengan susah payah. Apa yang akan kamu berikan kepadaku?" Mereka menjawab, "Kami akan mengantarkan jenazahmu. Kami akan menguburmu."
Setelah itu, ia melirik kepada amalnya dan berkata, "Demi Allah. Dahulu
aku membencimu. Aku melihat kamu sebagai beban yang berat. Apa yang kamu
berikan kepadaku? Amalnya berkata, "Aku akan menjadi sahabatmu dalam
kuburmu. Pada hari kamu dihimpunkan dan sampai pada
waktu kita bersama berhadapan dengan Tuhan kamu." Bila orang mati itu pencinta
Allah, akan datang menjemputnya seseorang yang paling harum baunya, paling
indah wajahnya, paling bagus wajahnya, paling bagus pakaiannya.
Ia membawa kabar gembira tentang surga di ujung perjalanan. Ketika ditanya siapa dia. Penjemput itu berkata, "Aku amal salehmu." Bila yang mati itu musuh Tuhan. Akan datang menjemputnya seseorang yang paling jelek penampilannya dan paling busuk baunya. Ia membawa kabar yang menakutkan tentang neraka di akhir perjalanan. "Siapakah kamu?" tanya mayit itu. Penjemput itu berkata, "Aku amal jelekmu!"
Ketika dibaringkan di kuburnya, ia akan bergumam kepada lubang lahatnya. "Hai rumah yang dipenuhi cacing, hai rumah kesucian. Hai rumah keterasingan. Hai rumah kegelapan." Lubang lahatnya akan berkata, "Inilah yang memang sudah aku persiapkan untukmu. Lalu apa yang telah kau persiapkan untuk pertemuan denganku?"
Jawaban pertanyaan lubang kubur itu: Apa yang telah kamu persiapkan untuk bekal
di alam kuburmu? Pertanyaan itu akan kita dengar nanti. Menghantam dada, dan
mengiris hati nurani kita. Itulah yang bakal kita alami ketika kita mau. Kisah
itu adalah kisah nyata, yang sudah dialami oleh keluarga, sanak saudara, handai taulan, yang sudah mendahului kita
dalam hadis-hadis sahih, yang tidak diragukan kebenarannya. (bersambung)