Alkisah ada seorang budak dari Persia yang sepanjang hidupnya ia persembahkan untuk mencari kebenaran. Ia meninggalkan agama orang tuanya karena tertarik dengan perilaku seorang Romo Kristiani di daerahnya. Ia kemudian bergabung dengan Romo itu, yang ternyata secara singkat kemudian ia meninggalkan Romo itu dan mencoba mencari Romo-romo yang lain. Dan pada akhirnya, hampir di ujung perjalanannya, ia berkhidmat kepada seorang father/seorang Romo yang mengajarkan kepada dia bahwa orang yang seperti dia ini sudah tidak ada lagi kalau dia meninggal dunia.
Dan dia tunjukilah bahwa
nanti di daerah dari celah-celah bukit Faran akan datang seorang nabi yang
membawa apa yang dibawa oleh Nabi Isa sebelumnya. Dan berangkatlah Salman ke
daerah Yatsrib sebagai budak belian dan dia bekerja di sebuah kebun kurma milik
seorang Yahudi. Ketika ia berada di atas puncak pohon kurma, dia mendengar ada
anak dari majikannya yang bercerita, sekarang ini baru datang ke Yatsrib
seorang yang mengaku sebagai nabi, Salman berteriak, hampir-hampir katanya ia
melepaskan ruhnya, karena orang itulah yang ia tunggu, dengan segera ia turun
dari pohon kurmanya, kemudian bertanya kepada orang itu, dan malah dia dibentak
dan sempat dipukul oleh majikannya agar tidak melibatkan diri dalam persoalan
seperti ini.
Singkatnya, cerita Salman kemudian menemukan nabi yang ia cari selama ini dengan beberapa percobaan yang ia lakukan. Kemudian nabi memberi nama kepada dia, karena namanya pada waktu itu adalah nama dalam bahasa Persia, tapi oleh nabi ia diganti dengan nama “Salman”, lalu orang-orang memanggilnya “Salman AlFarisi” yaitu Salman dari Persia, tapi kata nabi, jangan panggil dia dengan Salman AlFarisi, tapi panggillah dia “Salman al-Muhammadiy” (Salman dari keluarga Muhammad). Biasa nama kedua itu adalah nama keluarga, dan Nabi memberi nama keluarga baru bagi Salman AlFarisi yaitu Salman Al-Muhammadiy.
Pada suatu hari di masjid, setiap kelompok di mesjid itu membanggakan
keturunannya, membanggakan orang tuanya, dan setelah semuanya membanggakan
bapaknya, Salman ditanya, “Ibnu man anta”? Kamu anak siapa?, Salman itu
tubuhnya tinggi besar, lebih tinggi dari kebanyakan orang Arab di situ, tubuh
besar itu menjulang tinggi dari asalnya duduk, dan ketika ditanya “ibnu man
anta”?, Salman berdiri dan berkata “ana ibnul islam”, aku adalah putra Islam,
dan nabiku menamaiku Salman al-Muhammadiy.
Salman, tokoh ini kita tampilkan karena dia adalah tokoh yang menghapuskan
sekat-sekat kesukuan, sekat-sekat rasisme, bahwa kemuliaan di sisi Allah swt
bukanlah dari mana kamu berasal, tapi bagaimana kamu mengikatkan diri kamu
dengan Tuhanmu, ia mengatakan “ana ibnul islam”!, karena dia anak Islam maka
seluruh label-label kekeluargaan terhapus dengan sendirinya.
Salman-lah yang menyumbangkan jasanya dalam peperangan Khandaq, karena ia
mengusulkan agar digali parit untuk mempertahankan kota, sehingga kemudian
Salman dijadikan contoh sebagai ahli teknologi. Dahulu ketika
anak-anak/mahasiswa-mahasiswa ITB dan dosen-dosen ITB mau mendirikan mesjid,
dan datang kepada Bung Karno, mereka meminta nama, Bung Karno menyuruh agar
mesjid itu dinamai mesjid Salman, sebagai lambang pecinta teknologi. Dan
berdirilah sampai sekarang mesjid Salman.
Salman juga pernah ditunjuk sebagai gubernur di daerah Madain (Iraq sekarang) dan dia terkenal sebagai gubernur yang hidup sangat sederhana, suatu saat ia
pernah disuruh orang di pasar untuk memikul barang-barang seorang yang baru
belanja di pasar, semua ia lakukan karena kata dia tugas seorang pemimpin ialah
melayani rakyat. Dan kita merindukan orang-orang seperti Salman sekarang ini. *** (Ditulis ulang dari ceramah Kang Jalal di youtube)