Pertanyaan: Apakah menghidupkan atau membacakan maqtal para nabi as dan putra-putra para nabi as itu memiliki landasan dalam alquran?
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Dan bacakanlah/ceritakanlah dengan al-haq (kebenaran) kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Berkata: Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Maidah: 27).
Perhatikan kata perintah utlu (اتل) di ayat itu yang dari berasal dari kata tala-yatlu-tilawatan yang maknanya adalah membaca, menceritakan, mengikutkan.
Syaikh Basim al-Hilli melanjutkan: Inilah nash yang jelas tentang perlunya dan dibutuhkannya untuk mentilawahkan (membacakan) maqtal pengorbanan Habil as, putra Adam as. Dan ini mencakup siapa pun yang termasuk semisal Habil dalam (nilai-nilai) kesucian. Tak ada keraguan bahwa Imam Husain as jauh lebih mulia dan agung dari Habil, beliau merupakan tuan dan penghulu pemuda ahli surga. Inilah landasannya.
Maksudnya, bila pengorbanan putra Nabi Adam as saja diperintahkan untuk ditilawahkan (dibacakan, diceritakan) dalam al-Quran, maka pengorbanan putra Nabi Muhammad SAW yang lebih agung dan lebih mulia daripada itu tentu lebih layak untuk dibacakan/diceritakan.
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Aali Sayyidina Muhammad wa ‘ajjil farajahum.
***
dikirim oleh Ustadz Muhammad Bhagas, S.Ag