Istilah sakinah begitu melekat dengan urusan keluarga, bahkan menjadi istiah wajib untuk acara pernikahan. Istilah sakinah sudah menjadi istilah umum untuk kelurga yang tenang, tenteram, dan damai. Sakinah berasal dari kata sakana-yaskunu-sukunan dan askana-yuskinu-iskanan, yang berarti diam dan tenang. Merupakan lawan dari kegelisahan atau kegoncangan.
Kata sakinah
dengan berbagai perubahan bentuk disebutkan sebanyak 69 kali dalam al-Qur’an,
tersebar dalam 50 ayat dan 27 surat.
Menurut Ibnu Kasir bahwa sakinah merupakan segala hal yang dapat menenangkan hati jika kita memperolehnya, baik itu berupa rahmat dan kekuasaan dari Allah dan lainnya. Meliputi ketenangan yang sifatnya abstrak maupun kongkret, yang menunjuk pada makna ketenangan waktu malam, tempat, orang lain, dan benda. Ketenangan ini diberikan langsung oleh Allah dan ketenangan yang datang dari pengaruh ciptaan Allah.
Bagi para
sufi dan tinjauan tasawuf, kata sakinah berarti ketenangan hati dengan berbagai anugerah gaib.
Hati yang memiliki kondisi seperti ini akan senantiasa berada dalam kesigapan
dan kehati-hatian, serta mampu melihat "apa yang akan datang". Ia
selalu terbuka bagi berbagai anugerah Ilahi dan senantiasa berkelana di sekitar
ketenangan (ithmi`nân). Di saat yang sama, maqam ini adalah titik
awal dari derajat Ilm al-Yaqîn. Itulah sebabnya, seringkali berbagai hal yang
diterima pada tahapan ini kemudian ditolak menggunakan ilmu pengetahuan
karena bashirah tidak mampu menangkapnya, di samping ia memang dapat
memburamkan musyahadah sementara waktu. Terkadang, dari sini muncul
beberapa bentuk kebingungan.
Terkadang sakinah muncul
dalam bentuk isyarat atau tanda-tanda samar, di tengah intuisi yang buram.
Terkadang ia muncul dalam bentuk penampakan yang sedemikian jelas sampai-sampai
dapat dilihat oleh orang awam seperti kita. Sakinah dengan berbagai
isyarat dan tanda-tanda yang mengiringinya, baik dalam bentuk bisikan di hati
yang berasal dari embusan Ilahi yang akan menimbulkan intuisi sangat kuat,
maupun dalam bentuk benda ajaib yang dapat dilihat semua orang, seperti yang
terjadi pada Bani Israel -kita dapat mengingat beberapa hal lain seperti yang
dialami Rasulullah ketika beliau merapalkan ayat al-Qur`an dan para sahabat
melakukan hal lain- semua itu dapat meningkatkan kekuatan spiritual kita
sehingga mengungguli kekuatan kehendak kita.
Di setiap
saat, semua itu menjadi dukungan Ilahi serta menjadi pusat orbit syukur dan
kerinduan bagi orang-orang yang menyadari kelemahan dan kefakiran mereka, serta
menyadari berbagai kebutuhan mereka seperti yang dijelaskan oleh firman Allah: Dia-lah
yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) (QS.
al-Fath [48]: 4). Seorang mukmin yang menerima anugerah dukungan Ilahi ini
tidak akan gundah atau gelisah karena takut pada urusan dunia, bersedih, dan
berduka. Selain itu ia juga akan mencapai ketenangan (thama`ninah) yang
seimbang di dalam dan di luar dirinya.
Orang yang
menerima sakînah seperti ini adalah sosok yang seimbang dan tenang' teguh dalam
perlakunya; memiliki anugerah keamanan, kejujuran, dan kesungguhan. Di dalam
dirinya, ia selalu berhati-hati dan mawas diri. Dalam hubungannya dengan Allah
ia selalu cermat dan jauh dari egoisme dan syathhât. Ia akan selalu mengetahui bahwa
setiap karunia dan setiap anugerah yang mendatangkan ketenangan adalah berasal
dari Allah, sehingga ia akan khusyuk tunduk dalam adab yang teguh. Seiring
dengan itu, ia juga akan mengakui bahwa segala bentuk kegundahan dan
kegelisahan berasal dari kekurangan yang ada dalam dirinya sendiri, sehingga dia akan melakukan muhasabah secara berkesinambungan. ***
Artikel dari https://fgulen.com/id/karya-karya/tasawuf/sakinah-dan-thamaninah-atau-ithminan#:~:text=Bagi%20para%20sufi%2C%20kata%20%22sak%C3%AEnah,%22apa%20yang%20akan%20datang%22.