20/08/21

Aboebakar Atjeh: Aliran Syiah di Nusantara (1)

PENDAHULUAN

Sesudah saya menulis beberapa kitab mengenai Mazhab Syi’ah, terutama Syiah Itsna Asyari Imamiyah atau Mazhab Ahlil Bait, dan tersiar tidak saja di seluruh Indonesia, tetapi juga di luar Negeri, misalnya di Malaysia. Banyak orang bertanya kepada saya, kapan aliran Syiah itu masuk ke Indonesia?

Saya jawab bahwa mengenai Islam, aliran Syiah-lah yang mula-mula masuk ke Indonesia melalui orang-orang Hindu, yang sudah masuk Islam, dan yang terserak di tepi pantai pulau-pulau Indonesia mengurus perdagangan dengan bangsa-bangsa Asing yang datang berdagang ke Indonesia.

Ada yang termasuk Mazhab Ahlil Bait, dan ada yang menyeleweng di antara orang-orang Syi’ah yang datang ke Indonesia ini. Kitab-kitab dalam Bahasa Belanda, di antaranya, “De Leering van alisongo” ada dijelaskan hal itu dan kitab2 yang lain misalnya karangan Prof.Dr. C. Snouck Hurgronje.

Prof. Dr. Pangeran Aria Hussain Djayadiningrat, B.J.O. Schrieke, dll. menyebutkan bahwa orang-orang Islam yang mula-mula masuk ke Indonesia itu adalah orang-orang Syi’ah. Dengan lain perkataan yang dinamakan "golongan Sayid atau Syarif” yang kebanyakannya kemudian menjadi raja-raja di Nusantara. Keterangan yang lebih lanjut dapat juga dibaca dalam kitab-kitab penerbitan gerakan Ba Alawi, yang teratur sekali mendaftarkan keturunan Ali bin Abi Thalib di Indonesia.

Sekali-kali bukanlah golongan Salaf yang mula pertama masuk ke Indonesia menyiarkan agama Islam. Boleh jadi juga golongan Salaf, tetapi Salaf Syi’ah, yang kebanyakannya dikejar-kejar di tanah Semenanjung Arab oleh Bani Abbas di Timur atau Bani Umayyah di Barat. Lalu mereka lari ke Asia dan menyiarkan agama Islam disini.

Maka saya catatlah beberapa hal tentang kedatangan orang-orang Syi’ah itu ke Indonesia, mula-mula atas permintaan bahagian kebudayaan dari Pemerintah Malaysia. Kemudian saya terbitkan disini sebagai risalah ini untuk dibaca oleh bangsa Indonesia sendiri. Atas keterangan saya ini saya mempunyai lengkap dokumentasi. Demikianlah adanya.

Jakarta, 24 Juli 1977.

Wassalam,
H. Aboebakar Atjeh