Bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, seharusnya bangga punya banyak tokoh muslim jenius berpengaruh, seperti Cak Nur (Dr. Nurcholis Madjid, wafat: 29/08/2005), Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid, wafat: 30/12/2009), Kang Jalal (Dr. KH. Jalaluddin Rahmat, wafat: 15/02/2021), dan lainnya.
Mereka terkenal, namanya "abadi" dikenang, banyak disebut-sebut selain karena kegigihan memperjuangkan ide-ide besar, kepribadian yang patut diteladani, juga karena karya-karya tulis peninggalan mereka. Sejak muda saya mengkoleksi dan telah dengan tekun membaca buah pikiran hebat mereka. Mereka adalah di antara ulama cendekiawan yang bukan saja memiliki kekayaan intelektual, penempuh jalan spiritual, tetapi juga amat cinta kepada tanah air kita, Indonesia.
Mereka yang namanya saya sebut di atas itu, kini semuanya telah wafat. Semasa hidup mereka teguh memegang prinsip, berani menyampaikan pendapat ilmiah demi perbaikan keadaan, dan tidak turut larut dalam setiap kegaduhan yang sengaja atau tidak banyak dilakukan oleh segerombolan orang yang semangat agamanya melampaui batas kecerdasan mereka untuk memahami substansi ajaran agama. Mereka yang saya sebut di atas itu, adalah tokoh luar biasa yang ide-idenya banyak disalahpahami. Selain panen pujian, mereka juga dihujani celaan, bahkan ancaman pembunuhan. Tetapi, tahukah kita jika ternyata mereka yang namanya saya sebut itu bersahabat, dan pernah saling membela, meskipun latar belakang alam pikiran dan gagasan masing-masing mereka berbeda-beda? Mereka mengajarkan kepada bangsa ini bahwa perlu saling menghormati meski berbeda pandangan.
Kang Jalal pernah membela Cak Nur sambil juga mengkritiknya saat banyak umat Islam Indonesia menuduhnya sebagai penganut sekularisme. Kang Jalal menuliskan pembelaannya sebagai berikut, "Kata sekularisme adalah kata yang abstrak dan itu sebuah tema filsafat yang memerlukan penjelasan panjang. Karena kata itu begitu abstrak, orang cenderung salah paham. Ketika Nurcholish Madjid membicarakan sekularisme, yang berkembang adalah kesalahpahaman, termasuk diri Cak Nur sendiri." Kang Jalal agaknya menganggap Cak Nur kurang memahami tentang konsep sekularisme.
Selanjutnya, Kang Jalal menulis, "tetapi, marilah kita husnuzh-zhan (berbaik sangka) kepada pemikir Islam. Percayalah, orang seperti Nurcholish Madjid tidak punya cita-cita untuk menghancurkan Islam. Nurcholish Madjid sama dengan kita, orang yang sangat concern dengan kemajuan umat Islam. Dia kemukakan pendapat-pendapatnya yang menurut dirinya dapat menghidupkan kembali dinamika pemikiran Islam, sekali-sekali pendapat itu melenceng, sekali-sekali pendapatnya benar. Itu hal yang wajar karena dia adalah manusia dan tidak maksum, bahkan meragukan Nurcholish Madjid itu bukan saja boleh, tetapi sangat dianjurkan dan berdosalah yang memaksumkan Nurholish Madjid. Itu dosanya sama dengan mengkafirkan Nurcholish Madjid. Percayalah bahwa dia juga pejuang Islam seperti anda".
Renungkanlah, betapa Kang Jalal menyerukan kebajikan, mengajak para pembacanya untuk memprioritaskan berbaik sangka meskipun kepada orang yang pendapatnya berbeda, dan ia tak lupa menyebutkan sederet argumentasi kuat, tak terbantahkan, untuk merombak cara berpikir yang keliru dari para penghujat ide brilliant Cak Nur saat itu.
"Percayalah bahwa dia juga pejuang Islam seperti anda" adalah kalimat Kang Jalal untuk membela Cak Nur dari "serangan bertubi-tubi" sebagian kaum muslim yang seringkali mengklaim bahwa hanya diri mereka sajalah para pejuang dan pembela Islam.
Setelah Kang Jalal berpulang ke haribaan Allah, saya juga ingin mengatakan kalimat yang sama, "percayalah bahwa Kang Jalal juga pejuang Islam seperti anda."
Semoga Allah mengampuni Kang Jalal, menerima semua amal baiknya, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin. ***