02/01/22

Abu Thalib sebelum Wafat

 Menjelang wafat, 'Abdul Muththalib berkata kepada Abu Thalib,

يا بني، قد علمت شدة حبي لمحمد (ص) ووجدي به أنظر كيف تحفظني فيه ؟

"Wahai anakku, kamu tahu betapa aku sangat mencintai dan menyayangi Muhammad Saw. Aku mau tahu bagaimana kamu akan menjalankan pesanku dalam mengasuhnya?"

Abu Thalib menjawab,

يا أبه، لا توصني بمحمد (ص) فانه ابني وابن أخي

"Wahai ayah, jangan berpesan apa-apa mengenai Muhammad Saw. Sebab dia adalah anakku dan juga anak saudaraku." 

Setelah mengutip tutur indah itu, Ibnu Syahr Asyub mengisahkan sepeninggal 'Abdul Muththalib, Abu Thalib mengasuh dan menafkahkan Baginda Nabi Saw lebih dari untuk dirinya dan anak-anaknya sendiri.(1) 

Perhatiannya kepada Baginda Nabi Saw teramat istimewa. Dalam kitab Thabaqat al-Kabir, Ibnu Sa'ad menukil riwayat setiap Abu Thalib mau memberikan makan kepada anak-anaknya, ia berpesan agar mereka menunggu hingga Baginda Nabi Saw datang. Merasa tidak puas jika Baginda Nabi Saw tidak makan bersama.(2) 

Makanan, pakaian, dan alas tidur terbaik diberikan. Betapapun kesulitan hidup yang ia rasakan tetap tidak menghalanginya berkhidmat untuk Baginda Nabi Saw. Mengikis keakuan dan menumbuhkan empati telah menghiasi sejarah awal kenabian. Risalah suci tak bisa dilepaskan darinya.

Wafatnya istri tercinta, Siti Khadijah sa dan paman beliau Abu Thalib dalam waktu yang hampir bersamaan pada tahun yang sama membuat Nabi Saw berduka. Tahun itu dinamai "tahun kesedihan".(3) Diantara untaian yang menghiasi suasana itu, "Tidak ada kaum Quraisy yang berani mengusikku hingga wafat Abu Thalib". Sebagaimana dicatat Ibnu 'Asakir dalam kitab Tarikh.(4) Pengorbanan Abu Thalib sampai pada pengorbanan jiwa dalam menjaga dan membela Baginda Nabi Saw.

Berhentikah kesedihan 1400an tahun lalu? Tidak. Kesedihan Baginda Saw akan berlanjut selama yang mengaku sebagai pengikutnya tetap mengkafirkan paman tercintanya. Menjudge ayah Imam 'Ali as masuk neraka berarti telah menyakiti hati Baginda Nabi Saw. Syiah jelas menolak keyakinan rapuh itu.

Syiah mendasari keyakinannya pada hadits-hadits dari 'itrah Ahlul Bait. Bukankah Nabi Saw mewasiatkan untuk umatnya dua pusaka: kitab Allah dan 'itrah Ahlul Bait. Ketika ditanya tentang orang-orang yang menganggap Abu Thalib kafir, Imam Ja'far al-Shadiq as menjawab:

كذبوا كيف يكون كافرا وهو يقول

ألم تعلموا أنا وجدنا محمدا
نبيا كموسى خط في أول الكتب

"Dusta, bagaimana mungkin Abu Thalib kafir padahal ia berkata, Apakah kalian tidak tahu bahwa kami mendapati Muhammad (Saw) sebagaimana Nabi Musa, nama dan tanda-tandanya tercatat dalam kitab-kitab awal."(5)

Hadits shahih tersebut menunjukkan Abu Thalib mengetahui dan mengingatkan kenabian Baginda Saw dalam kitab-kitab samawi kepada orang-orang di masanya. Kakek Imam al-Shadiq as, Imam 'Ali Zainal 'Abidin as, saat ditanya tentang anggapan Abu Thalib kafir, dijawab:

واعجبا إن الله تعالى نهى رسوله أن يقر مسلمة على نكاح كافر ، وقد كانت فاطمة بنت أسد من السابقات إلى الاسلام ولم تزل تحت أبي طالب حتى مات

"Betapa mengherankan, padahal Allah Ta'ala melarang RasulNya mengakui pernikahan perempuan Muslim dengan laki-laki kafir. Fathimah binti Asad diantara generasi awal yang masuk Islam dan ia tetap berada dalam pernikahan dengan Abu Thalib hingga akhir hayatnya."(6)

Riwayat lain dalam kitab Iman Abi Thalib ada tambahan redaksi,

أیطعنون على أبی طالب أو على رسول الله صل الله عليه وآله

"Apakah mereka tahu bahwa hal itu menyinggung (perasaan) Abu Thalib atau Rasulullah Saw."(7)

Selalu perbanyak bershalawat!

Referensi

[1] Rasyid al-Din Abi 'Abd Allah Muhammad bin 'Ali bin Syahr Asyub, Manaqib Aali Abi Thalib, tahqiq: al-Sayyid 'Ali al-Sayyid Jamal Asyraf al-Husaini, cet. 1, juz 1 (Qum: Maktabah al-Haydariyyah, 1431 H), hal. 129. 

[2] Muhammad bin Sa'ad bin Mani' al-Zuhri, Thabaqat al-Kabir, tahqiq: 'Ali Muhammad 'Umar, cet. 1, juz 1 (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1421 H/2001 M), hal. 98. 

[3] Ahmad bin 'Ali bin 'Abd al-Qadir Taqiy al-Din al-Maqrizi, Imta' al-Asma' Bima lil Nabi Min al-Ahwal wa al-Amwal wa al-Hafadah wa al-Mata', tahqiq: Muhammad 'Abd al-Hamid al-Numaysi, cet. 1, juz 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1420 H/1999 M), hal. 45.

[4] Abi al-Qasim 'Ali bin al-Hasan Ibn Hibat Allah bin 'Abd Allah al-Syafi'i (Ibn 'Asakir), Tarikh Madinat Dimasyq, cet. 1, juz 66 (Beirut: Dar al-Fikr, 1419 H/1998 M), hal. 339. 

[5] Muhammad bin Ya'qub al-Kulaini, al-Kafi, cet. 1, juz 1 (Beirut: Mansyurat al-Fajr, 1428 H/2007 M), hadits no. 28, hal. 284-285. 

[6] Al-'Allamah al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 35 (Beirut: Muassasah al-Wafa'), hal. 157. 

[7] Syams al-Din Abi 'Ala Fakhkhar bin Ma'ad al-Musawi, Iman Abi Thalib, tahqiq: al-Sayyid Muhammad Bahr al-'Ulum, cet. 1 (Qum: Intisyarat Sayyid al-Syuhada', 1410 H), hal. 123. 

(Muhammad Bhagas adalah peminat kajian Syiah dan Sunni)