23/05/22

Nishfu Syaban

Kaum Muslim Syiah menghidupkan malam Nishfu Syaban[1] dengan ibadah-ibadah seperti shalat-shalat sunnah,  berdoa, zikir,  dan bersedekah. Pada siang hari Nishfu Sya’ban mereka  melakukan  puasa  sunnah.  Amal-amal  itu  semua diperintahkan  dalam  syariat  secara  umum. Syari’at  tidak menentukan waktunya. Ada di antara ketentuan syariat yang sudah ditentukan waktunya  dan  tempatnya. Misalnya tentang wuquf. Waktunya setelah Zhuhur sampai  terbenam  matahari, tanggal 9 Dzulhijjah. Tempatnya di Arafah. Melakukan wuquf pada pagi hari, tanggal 15 Sya’ban di Tanjung  Priok  adalah bid’ah. Tetapi syari’at tidak menentukan tempat dan waktu shalat sunnah, berdoa, dan bersedekah. Kita dapat melakukannya kapan kita mau, sesuai dengan  kesempatan yang kita miliki. 

Ada orang yang hampir setiap malam shalat sunnah, berdoa, dan berzikir. Tiba-tiba ia  memasuki  malam  Nishfu Sya’ban. Apakah  shalatnya, doanya,  dan  zikirnya  berubah menjadi bid’ah? Anda boleh bersedekah pada hari apa pun. Apakah Anda melakukan bid’ah karena  ternyata Anda bersedekah pada malam atau siang Nishfu Syaban? Nabi Muhammad saw  memerintahkan  kita  untuk  berpuasa  pada  tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan yang disebut ayyam  al-biyadh  (Al-Targhib  wa al-Tarhib 2:124,  hadis  18-19;  Kanz al-‘Ummal 8: 562, 563, 566,  hadis  24180,  24186, dan 24198). Apakah puasa pada tanggal 15 tiba-tiba menjadi  bid’ah  karena terjadi  pada bulan Sya’ban?

Selain dalil-dalil syar’i yang bersifat umum, berikut ini hadis-hadis tentang beribadah pada malam dan siang hari Nishfu Sya’ban. Nabi Muhammad saw bersabda: “Bila Nishfu Syaban tiba, shalatlah pada malamnya  dan  berpuasalah  pada  siang  harinya. Allah ‘turun’ ke langit dunia  pada waktu  tenggelamnya matahari dan berfirman: Siapa yang memohon ampunanaku ampuni, siapa yang memohon  rezeki aku berikan rezeki, siapa yang sakit aku sembuhkan. Begitulah seterusnya sampai terbit  fajar” (Sunan  Ibn  Majah,  tahqiq Muhammad  Fuad  ‘Abd  al-Baqi,  1: 444,  hadis  1388;  Al-Targhib 2: 119). Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt ‘datang’ pada  malam Nishfu Sya’ban, ia mengampuni semua makhluknya kecuali yang musyrik dan orang  yang bertengkar” (Ibn Majah 1: 445, hadis 139; Al-Targhib 2: 118; Musnad Ahmad 2:368).

Aisyah berkata: “Pada malam Nishfu Sya’ban, aku kehilangan Nabi Muhammad saw. Aku keluar  mencari  beliau. Beliau sedang di  Baqi,  mengangkat  kepalanya  ke  langit. Beliau bersabda: Wahai Aisyah, apakah kamu takut Allah tidak berbuat adil padamu? Aku berkata: Aku kira engkau mendatangi sebagian dari istri-istrimu. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Swt  ‘turun’ pada malam Sya’ban ke langit dunia. Dia memberikan ampunan kepada sejumlah besar  manusia sebanyak  bilangan  bulu  domba  kabilah Kalb” (Ibn Majah 1: 444).

Imam Ali berkata: “Aku melihat Rasulullah saw pada malam  Sya’ban  shalat  14  rakaat,  kemudian  duduk  setelah shalat dan membaca Al-Fatihah 14 kali, Al-Ikhlash 14 kali, Al-Falaq 14 kali, Al-Nas 14 kali, ayat Kursi satu kali dan Al-Tawbah 128 satu kali. Seusai shalat, aku bertanya kepada beliau tentang apa yang beliau lakukan: Barangsiapa yang melakukan seperti  apa  yang  kamu  lihat  ia  memperoleh pahala seperti melakukan 20  kali  haji  mabrur,  puasa 20  tahun. Jika  ia  berpuasa  pada  siang  harinya,  ia  sama dengan orang yang puasa dua tahun berturut-turut tahun sebelumnya  dan tahun  sesudahnya”  (Kanz  al-‘Ummal 14: 177-178).

Kaum Muslim Syiah  mengamalkan amal-amal Nishfu Sya’ban, di samping berdasarkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlussunnah, juga bersandar kepada teladan para Imam Ahlulbait as. Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa amal-amal Nishfu Sya’ban mempunyai dasar dalam syariat.

Terakhir, perhatikan apa yang ditulis oleh Faqih besar Ahlussunnah pada masa sekarang ini, Dr. Wahbah  al-Zuhayli: “Disunnahkan menghidupkan malam-malam Idul Fitri dan Idul Adha, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban, dengan ibadah semalam suntuk atau lebih banyak dari itu, berdasarkan hadis-hadis shahih yang kuat tentangnya” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh 2: 47). ***



[1] Nishfu berarti setengah dan Sya’ban merujuk pada bulan sebelum Ramadhan. Jadi, hari Nishfu Sya’ban merujuk pada hari/tanggal pertengahan di bulan Sya’ban; yang jatuh pada tanggal 15 Sya’ban.