Kaum Muslim Syiah menghidupkan malam Nishfu Syaban[1] dengan ibadah-ibadah seperti shalat-shalat sunnah, berdoa, zikir, dan bersedekah. Pada siang hari Nishfu Sya’ban mereka melakukan puasa sunnah. Amal-amal itu semua diperintahkan dalam syariat secara umum. Syari’at tidak menentukan waktunya. Ada di antara ketentuan syariat yang sudah ditentukan waktunya dan tempatnya. Misalnya tentang wuquf. Waktunya setelah Zhuhur sampai terbenam matahari, tanggal 9 Dzulhijjah. Tempatnya di Arafah. Melakukan wuquf pada pagi hari, tanggal 15 Sya’ban di Tanjung Priok adalah bid’ah. Tetapi syari’at tidak menentukan tempat dan waktu shalat sunnah, berdoa, dan bersedekah. Kita dapat melakukannya kapan kita mau, sesuai dengan kesempatan yang kita miliki.
Ada orang yang hampir setiap malam shalat sunnah, berdoa, dan berzikir. Tiba-tiba ia memasuki malam Nishfu Sya’ban. Apakah shalatnya, doanya, dan zikirnya berubah menjadi bid’ah? Anda boleh bersedekah pada hari apa pun. Apakah Anda melakukan bid’ah karena ternyata Anda bersedekah pada malam atau siang Nishfu Syaban? Nabi Muhammad saw memerintahkan kita untuk berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan yang disebut ayyam al-biyadh (Al-Targhib wa al-Tarhib 2:124, hadis 18-19; Kanz al-‘Ummal 8: 562, 563, 566, hadis 24180, 24186, dan 24198). Apakah puasa pada tanggal 15 tiba-tiba menjadi bid’ah karena terjadi pada bulan Sya’ban?
Selain dalil-dalil syar’i yang bersifat umum, berikut ini hadis-hadis tentang beribadah pada malam dan siang hari Nishfu Sya’ban. Nabi Muhammad saw bersabda: “Bila Nishfu Syaban tiba, shalatlah pada malamnya dan berpuasalah pada siang harinya. Allah ‘turun’ ke langit dunia pada waktu tenggelamnya matahari dan berfirman: Siapa yang memohon ampunanaku ampuni, siapa yang memohon rezeki aku berikan rezeki, siapa yang sakit aku sembuhkan. Begitulah seterusnya sampai terbit fajar” (Sunan Ibn Majah, tahqiq Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, 1: 444, hadis 1388; Al-Targhib 2: 119). Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt ‘datang’ pada malam Nishfu Sya’ban, ia mengampuni semua makhluknya kecuali yang musyrik dan orang yang bertengkar” (Ibn Majah 1: 445, hadis 139; Al-Targhib 2: 118; Musnad Ahmad 2:368).
Aisyah berkata: “Pada malam Nishfu Sya’ban, aku kehilangan Nabi Muhammad saw. Aku keluar mencari beliau. Beliau sedang di Baqi, mengangkat kepalanya ke langit. Beliau bersabda: Wahai Aisyah, apakah kamu takut Allah tidak berbuat adil padamu? Aku berkata: Aku kira engkau mendatangi sebagian dari istri-istrimu. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Swt ‘turun’ pada malam Sya’ban ke langit dunia. Dia memberikan ampunan kepada sejumlah besar manusia sebanyak bilangan bulu domba kabilah Kalb” (Ibn Majah 1: 444).
Imam Ali berkata: “Aku melihat Rasulullah saw pada malam Sya’ban shalat 14 rakaat, kemudian duduk setelah shalat dan membaca Al-Fatihah 14 kali, Al-Ikhlash 14 kali, Al-Falaq 14 kali, Al-Nas 14 kali, ayat Kursi satu kali dan Al-Tawbah 128 satu kali. Seusai shalat, aku bertanya kepada beliau tentang apa yang beliau lakukan: Barangsiapa yang melakukan seperti apa yang kamu lihat ia memperoleh pahala seperti melakukan 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun. Jika ia berpuasa pada siang harinya, ia sama dengan orang yang puasa dua tahun berturut-turut tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya” (Kanz al-‘Ummal 14: 177-178).
Kaum Muslim Syiah mengamalkan amal-amal Nishfu Sya’ban, di samping berdasarkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlussunnah, juga bersandar kepada teladan para Imam Ahlulbait as. Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa amal-amal Nishfu Sya’ban mempunyai dasar dalam syariat.
Terakhir, perhatikan apa yang ditulis oleh Faqih besar Ahlussunnah pada masa sekarang ini, Dr. Wahbah al-Zuhayli: “Disunnahkan menghidupkan malam-malam Idul Fitri dan Idul Adha, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban, dengan ibadah semalam suntuk atau lebih banyak dari itu, berdasarkan hadis-hadis shahih yang kuat tentangnya” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh 2: 47). ***
[1] Nishfu berarti setengah dan Sya’ban merujuk pada bulan sebelum Ramadhan.
Jadi, hari Nishfu Sya’ban merujuk pada hari/tanggal pertengahan di bulan
Sya’ban; yang jatuh pada tanggal 15 Sya’ban.