22/05/22

Menangisi Mayit

Menangisi orang yang meninggal dunia (mayyit) adalah fitrah yang sangat manusiawi. Secara psikologis bahwa siapa pun  akan  menangis  kehilangan  orang  yang  dicintainya. Mungkinkah agama Islam, yang diciptakan Tuhan sesuai dengan fitrah manusia akan melarang ekspresi duka cita dalam bentuk tangisan?

Semua  hadis, dengan  redaksi  yang  berbeda-beda sedikit tetapi  mengandung  makna  yang  sama, yang melarang menangisi mayyit bersumber pada Umar bin Khaththab dan  anaknya  Abdullah bin ‘Umar (Imam Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim 6: 228, Kitab al-Janaiz): “Sesungguhnya mayyit disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.”

Hadis ini ditolak kaum Muslim Syiah karena ditentang oleh sahabat lainnya karena (1) berlawanan dengan hadis-hadis yang membolehkan; (2) bahkan menganjurkan untuk menangisi mayit; (3)  berlawanan dengan sunnah (contoh) Nabi Muhammad saw.

Di  antara  sahabat-sahabat  yang  menentang  kebenaran hadis ini adalah ‘Aisyah, Ibn ‘Abbas, dan Abu Hurairah: dari  Ibn  Abi  Malikah:  Putri  Utsman  bin  ‘Aan meninggal  di  Makkah.  Kami  datang  melayatnya.  Hadir juga  Ibn  Umar  dan  Ibn  Abbas.  Aku  duduk  di  antara keduanya.  Abdullah  bin  Umar  berkata  kepada  Amr  bin Utsman:  Bukankah  kamu  dilarang  menangisi?  Karena Rasulullah  saw  bersabda:  “Sesungguhnya  mayyit  disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.” Kata  Ibn  Abbas:  “Umar  sudah  mengatakan  yang demikian.” Kemudian bercerita: Aku keluar bersama Umar dari  Makkah  sampai  ke  Al-Baida.  Tiba-tiba  di bawah pohon terlihat para penunggang kuda. Umar berkata: Pergi tengok siapa para  penunggang  kuda  itu.  Aku  lihat  ada Shuhayb  di  situ  dan aku meberitahukan  itu  kepadanya. Ia  berkata:  Panggil  dia. Aku kembali ke  Shuhayb.  Ketika Umar  mendapat  musibat  (dibunuh  orang),  Shuhayb menjenguknya  sambil  menangis.  Ia  berkata:  Duhai saudaraku,  duhai  sahabatku.  Umar  berkata:  Ya  Shuhayb, apakah  kamu  menangisiku.Bukankah  Rasulullah  saw bersabda:  Sesungguhnya  mayyit  disiksa  karena  tangisan keluarganya atasnya? Ibn  Abbas  berkata:  Ketika  Umar  meninggal,  aku menyebutkan  hadis  itu  di  depan  Aisyah.  Aisyah  berkata:  Semoga  Allah  menyayangi  Umar.  Demi  Allah, Rasululllah  tidak  pernah  berkata:  Sesungguhnya  mayyit disiksa  karena  tangisan  keluarganya  atasnya.  Tetapi  ia bersabda: Sesungguhnya Allah menambah (siksaan) orang kafir karena tangisan keluarganya. Aisyah juga berkata: Cukuplah bagi kamu ayat Al-Quran (53:38). Kata  Ibn  Abbas  waktu  itu:  Demi  Allah,  aku  tertawa dan  menangis.  Kata  Ibnu  Malikah:  Ibn  Umar  tidak berkata  sepatah  kata  pun  (Ibn  Atsir,  Jami’ul Ushul  11:92; dalam riwayat lain, Ibn Malikah sendiri yang melaporkan kepada Aisyah dan mendapat jawaban yang sama (Shahih al-Bukhari 3:127; Shahih Muslim, Kitab al-Janaiz, hadis 928; Al-Nasai 4:18-19).

Dari Umrah bin Abdul al-Rahman: Aku mendengar Aisyah berkata, ketika disebut bahwa Abdullah bin Umar menyampaikan hadis “Sesungguhnya mayyit disiksa karena tangisan keluarganya atasnya,” kami berkata semoga Allah mengasihi Abu Abd al-Rahman. Dia tidak  berdusta tetapi  keliru dan lupa. Pernah Rasulullah saw melewati kuburan seorang perempuan Yahudi yang sedang ditangisi. Ia  bersabda:  “Perempuan itu ditangisi  padahal  ia  sedang diazab di kuburnya” Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Abu Dawud (Jami al-‘Ushul 11: 94).

Dari Abu Hurairah: Seseorang meninggal dunia dari keluarga Rasulullah saw. Perempuan-perempuan berkumpul menangisinya. Umar berdiri di tengah-tengah mereka dan mengusir  mereka:  Kemudian  Rasulullah  saw  bersabda:  Biarkan  mereka,  hai  Umar.  Karena  mata  itu  mengalirkan airmata  dan  hati  pun  ditimpa  duka,  sedangkan  giliran  kita sudah dekat (Sunan Al-Nasai 4: 19; Sunan Ibn Majah 1: 505; Al-Sunan al-Kubra al-Baihaqi 4: 117). Hadis ini berlawanan dengan hadis-hadis yang membolehkan dan menganjurkan untuk menangisi mayit. Dari Abdullah bin ‘Umayr dari Jabr: Ia bersama Nabi Muhammad saw melayat jenazah. Perempuan-perempuan sedang  menangis. Jabr berkata: Kenapa menangis. Jangan  menangis selama Rasulullah saw duduk di sini. Rasulullah saw bersabda: “Biarkan mereka menangis selama mayit itu berada di tengah-tengah mereka. Jika  sudah  Jika  sudah  dikuburkan janganlah seorang pun menangisinya”  (Al-Muwaththa:223; Abu Dawud 3111, Jami’ al-Ushul 11:100-101;  Al-Nasai  4:13-14).  Yang  dimaksud  oleh  Nabi  Muhammad saw dalam hadis ini ialah jangan menangis dengan suara yang tinggi atau dengan mencakar-cakar muka. Pernah Nabi saw menangis, Abd al-Rahman menegurnya: Bukankah engkau melarang kami menangis. Rasulullah saw bersabda: ”Tidak, aku  melarang dua suara yang  dosa, yakni  menangis  keras dalam musibah sambil mencakar muka dan merobek-robek pakaian, serta lolongan setan” (Al-Jami’ al-Shahih  3: 328, hadis 1055). Hadis  ini  berlawanan  dengan  sunnah  (contoh)  Nabi Muhammad saw.

Dalam  hadis-hadis  berikut  ini,  Rasulullah  saw  bukan saja menangisi orang-orang  yang  disayanginya,  ia  juga memerintahkan orang untuk menangisinya. Nabi Muhammad saw menangisi putranya Ibrahim. 

Dari Anas bin Malik: kami menemui Rasulullah saw dan Ibrahim sedang mengembuskan nafas terakhirnya. Kedua mata Nabi Muhammad saw berlinang-linang.  Abdur  Rahman  bin  Awf  berkata:  hai engkau  ya  Rasulullah  (mengapa  menangis)?  Rasulullah saw  bersabda:  Hai  Ibn  ‘Awf,  ini  tangisan  kasih sayang. Kemudian ia menyusulnya dengan kalimat lainnya, seraya berkata: Sungguh mata itu berlinang dan hati berduka. Kami tidak  berkata  kecuali  yang  diridhai  Tuhan  kami.  Sungguh, kami  berdukacita  karena  ditingalkanmu,  wahai  Ibrahim (Shahih Muslim 4: 1808; Abu Dawud 3: 193;  Ibn Majah 1:507;  Qasim  al-Syamai  al-Rifai’,  Al-Bukhari:  Syarh  wa Tahqiq 2: 556, hadis 1216).

Nabi Muhammad  saw  menangisi  Ibunya.  Dari  Abu  Hurairah: Nabi Muhammad saw  berziarah  ke  pusara  ibundanya  dan  menangis. Menangis  jugalah  orang-orang  di  sekitarnya  (Shahih Muslim 2:671, hadis 3234).

Nabi Muhammad saw menangis Hamzah. Kata Ibn Sa’d: Ketika Rasulullah saw  mendengar tangisan orang-orang Anshar untuk orang-orangyang terbunuh  dalam  perang  Uhud, air mata Rasulullah saw mengelegak dan ia menangis: Sayang, Hamzah tidak ada yang menangisinya. Ketika Sa’d mendengar  itu, ia kembali  kepada perempuan-perempuan Bani  Abd  al-Asyhal mengajak mereka untuk menangisi (Hamzah). Sejak itu sampai sekarang perempuan  Anshar tidak menangisi mayit siapa pun sebelum menangisi Hamzah, setelah itu baru  menangisi  mayitnya (Musnad Ahmad  2:129, hadis 4964: Thabaqat Ibn Sa’d  3: 1;  Al-Waqidi,  Al-Maghazi  1: 315-317;  Tarikh al-Thabari 2: 211; Sirah Ibn Hisyam 3: 99).

Nabi Muhammad saw menangisi Ja’far bin Abi Thalib. Ketika Ja’far dan sahabat-sahabatnya  gugur  dalam  Perang  Mu’tah,  Rasululah saw masuk  ke  rumahnya  dan  mencari-cari  anak-anak  Ja’far. Ia  menciumi mereka dengan airmata yang berlinang. Asma, istri  Ja’far,  berkata:  demi  ayah  ibuku, apa yang menyebabkan engkau menangis? Rasulullah saw bersabda: "Tidakkah sampai kepadamu berita dari Ja’far dan sahabat-sahabatnya?" Asma  berkata:  Benar,  mereka  gugur  hari  ini. Asma kemudian berkata: Aku pun berdiri menangis. Aku kumpulkan  perempuan.  Aku  masuk  ke  rumah  Fathimah. Ia  sedang  menangis  merintih:  Duhai  paman!  Rasulullah saw bersabda: Untuk orang seperti Ja’far, hendaklah orang-orang  menangisinya  (Al-Isti’ab  1:313;  Usud  al-Ghabah 1:241; Al-Ishabah 2:238; Al-Kamil fi al-Tarikh 2:420).

Nabi Muhammad saw menangisi Al-Husain, cucunya, yang akan terbunuh di Karbala. Dari Ummul  Fadhl  putri  Harits.  Ia  menemui Rasulullah  saw:  Ya  Rasul  Allah,  aku  melihat  mimpi yang mengerikan tadi malam. Apakah  itu? Berat sekali. Apakah itu. Ummul Fadhl berkata: Aku melihat potongan tubuhmu  diletakan pada pangkuanku. Rasulullah saw bersabda:  Kamu bermimpi baik. Fathimah  insya  Allah akan  melahirkan  anak  laki-laki  dan  ia  akan  diletakan di pangkuanmu. Fathimah  melahirkan Al-Husain dan ia  berada  dalam  pangkuanku  seperti  kata Rasulullah saw. Aku  masuk  ke  rumah  Rasulullah  saw dan meletakan Al-Husain di pangkuannya. Ia menengok padaku sejenak dan airmatanya mengalir  deras:  Ya  Nabi  Allah,  demi ayah  dan  ibuku,  apa  yang  terjadi?  Ia  bersabda:  Jibrail datang  kepadaku.  Umatku akan membunuh anakku  ini. Aku berkata: Anak ini? Ia bersabda: Benar. Ia memberikan kepadaku  tanah  dari  tanahnya  yang  merah.” Kata Al-Hakim,  ini  hadis shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, walaupun keduanya tidak mengeluarkan hadis ini (Mustadrak al-Shahihayn 3: 76;  Tarikh  Ibn  Asakir  631; Majma’ al-Zawaid 9: 179; Kanz al-‘Ummal 6: 223). ***