'Azm adalah sebuah dimensi yang lebih dalam daripada "keinginan" (irâdah). Di saat yang sama, ia adalah tahapan pertama untuk naik ke langit tawakal dan taslîm. 'Azm-lah yang merangkum al-Qur`an dalam kata-katanya yang ajaib sebagaimana yang termaktub dalam ayat: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad ('azamta), maka bertawakkallah kepada Allah" (QS. Ali Imran [3]: 159).
Ya, jika tahapan pertama ini ditempuh dengan tawakal dan
diperteguh dengan taslîm, maka bukit terjal yang berada di hadapan sang hamba
akan menjadi tanah rata sehingga ia tidak akan menemukan halangan berarti di
perjalanannya, dan akan berhasil mencapai tujuan dengan kecepatan seperti
terbang di langit.
Seorang salik yang berniat untuk menempuh sebuah perjalanan
panjang, pasti harus melewati posisi qashd dan 'azm untuk mengambil
"visa". Kalau ia berhasil mendapatkan "visa" tersebut, maka
pada saat itulah ia baru memulai perjalannya yang hakiki. Setelah itu,
keinginan (al-irâdah) -dengan menggunakan dua sayap qashd dan 'azm di kedalaman
penuh rahasia- akan berubah menjadi "yang diinginkan" (al-murâd) dan
ia pun larut di dalamnya.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa setiap orang yang naik ke
ketinggian demi mencapai Allah melebihi dari apa yang menjadi kewajibannya,
niscaya Allah yang akan mendatanginya. Ya. Allah-lah yang akan mendatanginya.
Allah akan ber-tajalli sehingga Dia akan menjadi penglihatan yang digunakan
oleh sang hamba untuk melihat, akan menjadi telinga yang digunakan oleh sang
hamba untuk mendengar, dan akan menjadi lidah yang digunakan oleh sang hamba
untuk berbicara.
Pencapaian yang diraih menggunakan dua sayap qashd dan 'azm
bagi seseorang yang berada di jalan ini adalah baqa`di tengah fana. Sementara
pencapaian yang diraih para spiritualis yang menempuh jalan lalu berhasil
mencapai tujuan, merupakan baqa` di tengah baqa`. Ini merupakan sebuah
lingkaran kebaikan yang akan melahirkan kebaikan dan akan membuat mereka tidak
akan menemukan derita, meski hanya bekasnya sekalipun. Ada pun yang lebih dari
itu, di ufuk kelezatan akan muncul penderitaan. Di situlah berbagai bentuk
derita akan bersijalin dengan kelembutan Allah. ***