22/07/22

Sunan Bonang Bertarung dengan Blacak Ngilo

Sunan Bonang begitu murka ketika mendengar santri utusannya di penggal lehernya oleh Blacak Ngilo. Ini kisah Sunan Bonang yang bertarung dengan seorang pendekar sakti mandraguna yang menghabiskan waktu hingga tujuh hari tujuh malam ini terdapat dalam buku sejarah Sunan Bonang Wali Keramat.

Suatu ketika dikisahkan ada padepokan bernama sentono yang dipimpin oleh Blacak Ngilo. Blacak Ngilo adalah bekas prajurit Majapahit yang melarikan diri akibat perang saudara.

Blacak Ngilo mengajarkan berbagai ilmu mulai dari cara bercocok tanam, budi pekerti, spiritual dan olah kanuragan.

Padepokan Sentono ini terletak di tepi aliran Bengawan Solo yang memang strategis untuk pertanian.

Alhasil bukan hal yang aneh jika Sentono dan sekitarnya mengalami perkembangan yang luar biasa hebat.

Bahkan Blacak Ngilo oleh para pengikutnya diperlakukan seperti raja. Sayang lambat laun Blacak Ngilo justru berubah menjadi orang yang sewenang-wenang terhadap para pengikutnya.

Masyarakat diharuskan untuk menyetorkan separuh lebih hasil panennya kepada Blacak Ngilo. Tak hanya itu, setiap rakyatnya yang mempunyai anak perawan agar dipersembahkan untuk dijadikan selirnya.

Rakyat pun mulai resah apalagi setiap malam bulan purnama harus disediakan darah segar manusia. Itu untuk dijadikan tumbal guna menambah kesaktiannya.

Kabar itu pun terdengar ke telinga Sunan Bonang. Ia pun mengutus seorang santrinya menemui Blacak Ngilo.

Utusan Sunan Bonang ini yang intinya mengingatkannya agar tidak lagi sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Bukan hanya itu saja, Sunan Bonang juga mengajak Blacak Ngilo untuk tidak menyembah berhala dan mengikuti ajaran Islam yang lurus dan benar.

Mendengar perkataan utusan Sunan Bonang tersebut Blacak Ngilo langsung menebas leher santri Sunan Bonang hingga tewas seketika.

Konon tempat pemenggalan leher utusan Sunan Bonang ini sampai sekarang diabadikan menjadi sebuah desa bernama Pangulu.

Desa Pangulu berasal dari kata Penggal Gulu atau Penggal Leher dalam bahasa Indonesia. Wilayah tersebut masuk Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro.

Merasa diremehkan, Blacak Ngilo kemudian mengirimkan surat tantangan kepada Sunan Bonang.

Agar datang berhadapan denganya untuk adu kesaktian. Sunan Bonang pun menyanggupinya.

Blacak Ngilo pun meminta beberapa persyaratan. Bila Sunan Bonang kalah, maka rela menjadi pengikut Blacak Ngilo.

Sebaliknya, jika Sunan Bonang menang, maka Blacak Ngilo wajib meninggalkan perbuatan buruknya dan harus masuk Islam.

Kedua belah pihak pun setuju. Pertempuran hebat pun dimulai. Kolom pertempuran ini berlangsung lama karena keduanya sama-sama memiliki kesaktian.

Pada hari ketujuh Blacak Ngilo mulai kelelahan. Tapi karena kesombongannya dia tidak mau mengakui kehebatan Sunan Bonang.

Timbullah akal bulus Blacak Ngilo untuk melarikan diri dari gelanggang pertarungan. Blacak ngilo masuk ke perut bumi untuk melarikan diri.
Tapi Sunan Bonang pun tak mau kalah. Ia terus mengejar Blacak Ngilo ke dalam perut bumi.

Konon akhirnya terjadi kejar-kejaran di dalam tanah setiap kali Blacak Ngilo muncul di permukaan tanah.

Di belakangnya ada Sunan Bonang. Bahkan saat Blacak Ngilo berlari ke daerah Tuban, Sunan Bonang pun ikut muncul.

Singkat cerita, karena kelelahan, Blacak Ngilo meminta kepada Sunan Bonang untuk beristirahat. Blacak Ngilo akhirnya memanfaatkan waktu beristirahat ini untuk bersandar di suatu tempat.

Dari sinilah wilayah yang dijadikan tempat bersandar atau Semende dinamakan Desa Menden yang berasal dari kata Senden atau Bersandar.

Blacak Ngilo akhirnya mengakui kekalahannya dan masuk Islam. Selain itu ia berguru kepada Sunan Bonang dan menyebarkan agama Islam di wilayahnya.***

Wallahu a'lam bish-showab 👏

#KisahWaliSongo
#UlamaNusantara
#IslamNusantara
#GenerasiMudaNusantara..