18/07/22

Muawiyah dan Kristen

Dalam tulisan pengantar terkait partisipasi Kristen dalam sejarah Islam awal, saya mengatakan pernah menulis sebuah artikel mendiskusikan peran politik kalangan non-Muslim, terutama Kristen dan Yahudi, dalam pemerintahan Abbasiyah. Artikel itu akan saya ulas dalam tulisan lain. 

Dalam bagian ini, saya bermaksud membicarakan peran dan partisipasi orang-orang Kristen pada awal pemerintahan dinasti Umayyah. Dituturkan oleh al-Ya’qubi dalam “Tarikh”-nya, Muawiyah, pendiri dinasti Umayyah di Damaskus, adalah orang pertama yang mempekerjakan orang-orang Kristen dalam pemerintahannya.
 
Apa yang dilakukan Mu’awiyah tersebut kemudian menjadi kebijakan khalifah-khalifah setelahnya, dan bahkan berlanjut hingga zaman Abbasiyah. Di antara jabatan publik yang dipercayakan kepada orang Kristen ialah posisi sebagai pengumpul pajak.
 
Posisi politik ini jelas sangat signifikan, karena terkait dengan sumber pemasukan negara, yang menentukan gerak-laju roda pemerintahan. Salah satu keluarga Kristen yang mendapat kepercayaan Mu’awiyah dan sejumlah khalifah Umayyah berikutnya untuk menempati pos-pos pemerintahan penting ialah keluarga Manshur.
 
Dalam catatan sejarawan al-Tabari, seorang Kristen bernama “Sarjun bin Manshur” diangkat oleh khalifah Mu’awiyah sebagai “katib wa shahib amrihi” (sekretaris dan pengatur kegiatannya). Rupanya Mu’awiyah sangat percaya pada Sarjun bin Manshur ini sehingga ia dipercaya untuk selalu menemani putra mahkotanya, Yazid bin Mu’awiyah.
 
Perlu segera ditambahkan, keluarga Manshur dicatat dalam sumber-sumber Muslim dan non-Muslim karena perannya yang besar bagi pemerintahan Islam awal, juga bagi sejarah perkembangan Kristen pada masa pertemuan “Muslim-Kristen” yang awal.
 
Putra Sarjun bin Manshur, bernama “Yuhanna bin Sarjun bin Manshur”, merupakan tokoh Kristen terkemuka pada zaman khilafah Umayyah. Reputasi Yuhanna melampaui wilayah Arab. Dia merupakan teolog Kristen pertama yang merespons secara serius terhadap tantangan teologis yang menghadang Kristen sejak kemunculan Islam.
 
Di kalangan komunitas Kristen, Yuhanna dikenal dengan nama “Yuhanna al-Dimasqi” atau, di Barat, “John of Damascus.” Pujian-pujian yang dikarangnya hingga sekarang dijadikan liturji peribadatan di Gereja.
 
Gereja Katolik menyebutnya sebagai “Doctor of the Church” karena kontribusinya terhadap perkembangan teologi dan doktrin Gereja. Yuhanna al-Dimasqi menulis karya massif tentang pemikiran Kristen dalam bahasa Yunani, di mana dia menyebut Islam sebagai cabang/sempalan “bidat Kristen.” Terlepas penilaiannya yang negatif terhadap Islam, tulisan-tulisannya menggunakan frasa-frasa yang diidentifikasi oleh sarjana Barat modern sebagai diinspirasikan oleh al-Qur’an.
 
Keluarga “Manshur” bahkan sudah dikenal sebelum Mu’awiyah merekrut Sarjun ke dalam administrasi pemerintahannya.
 
Catatan sejarah yang ditulis oleh Eutychios menyebutkan, Manshur merupakan seorang tokoh Kristen yang membuka “pintu gerbang” sehingga pasukan Khalid bin al-Walid berhasil menaklukan Damaskus. Kita tahu, Khalid merupakan panglima perang tangguh yang dipercaya oleh khalifah Umar bin Khattab untuk menaklukan wilayah timur kekuasaan Bizantium.
 
Disebutkan oleh Eutychios dalam “Annals”-nya, Khalid bin al-Walid mengapresiasi “bantuan” Manshur dengan memberinya jaminan keselamatan dan keamanaan bagi dirinya dan keluarganya, bahkan juga harta bendanya.
 
Pada masa pemerintahan Umayyah, tokoh-tokoh Kristen dari keluarga Manshur menempati posisi penting dalam komunitas Kristen Arab. Iliyah bin Manshur, misalnya, diangkat sebagai Patriakh di Yerusalem.
 
Singkat kata, hubungan “Islam-Kristen” pada periode awal memang lebih dinamis dari yang selama ini diduga atau kita dengar. Mungkin tulisan berikutnya akan mengulas artikel lama yang pernah saya terbitkan tentang peran politik Kristen pada zaman Abbasiyah. *** (artikel dari FB munim sirry)