Taqiyyah berarti penjagaan. Dikatakan: seseorang ‘ittaqa syaian’ apabila dia menjadikan sesuatu sebagai penutup yang menjaganya dari bahaya. Taqiyyah juga didefinisikan sebagai berikut: Sesungguhnya taqiyyah adalah penjagaan seseorang atas dirinya dengan menampakkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ada dalam hatinya.
Taqiyyah dalam pandangan
Syiah merupakan mafhum Qur’ani yang diambil dari surah
Ali Imran ayat 28, “Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang
kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin, barang siapa berbuat
demikian niscaya lepaslah ia dari wilayah Allah, kecuali karena (siasat)
menjaga diri (tattaqu berasal dari akar kata yang sama
dengan taqiyyah) dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” Ayat
ini membolehkan taqiyyah (menyembunyikan keimanan dan
menampakkan kekufuran) demi menjaga dirinya dari gangguan yang membahayakan
jiwa. Yang tidak diperbolehkan adalah nifaq, yaitu menyembunyikan
kekufuran dan menampakkan keimanan. Orang yang melakukan nifaq disebut
munafiq.
Taqiyyah dalam mazhab Syiah dibagi dalam dua: makhafatiyah (karena takut
bahaya) dan mudharatiyah (untuk menjaga perasaan orang yang berbeda dengannya, demi terjalinnya
hubungan baik antarkeluarga atau umat yang berbeda, untuk menghindarkan fitnah
yang dapat meresahkan masyarakat atau demi persatuan umat Islam).
Fakhruddin Ar-Razi menukil
pendapat para ulama saat menafsirkan surah Ali Imran ayat 28 (kecuali demi menjaga diri mereka) dengan mengambil riwayat dari Hasan Al-Bashri bahwa: “Taqiyyah diperbolehkan bagi orang-orang Mukmin hingga hari kiamat,
pendapat ini lebih utama (kuat) karena mencegah bahaya atas diri sedapat
mungkin hukumnya wajib.” Imam
Al-Ghazali juga berkata,
“Sesungguhnya menjaga darah orang Muslim adalah wajib, maka jika ada orang
zalim yang bermaksud menumpahkan darah orang Muslim dan ia bersembunyi dari
orang yang bermaksud membunuhnya, maka berdusta saat itu adalah wajib.”
Dalam sejarah, praktik taqiyyah ini pernah dilakukan oleh Amar bin Yassir saat berada dalam siksaan musuh. Ammar diperintahkan untuk menghina agama Islam dan menyatakan keluar sehingga bebas dari siksaan yang akan menyebabkan kematian. Tindakan tersebut tidak disebut murtad karena dalam hati masih meyakini dan beriman kepada Allah dan Rasulullah saw. Situasi darurat yang menyebabkan Ammar menyembunyikan keimanan.
Al-Quran
menyatakan rela terhadap praktik taqiyah yang
dilakukan oleh Ammar. Rasulullah saw menyampaikan bahwa telah turun firman
Allah, “Barang siapa yang kafir kepada
Allah sesudah dia beriman, (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).
Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” (QS Al-Nahl [16]:
106). ***