07/03/23

Apa itu Taqiyyah?

Taqiyyah berarti penjagaan. Dikatakan: seseorang  ‘ittaqa syaian’ apabila dia menjadikan sesuatu sebagai penutup yang menjaganya dari bahaya. Taqiyyah  juga didefinisikan sebagai berikut: Sesungguhnya taqiyyah adalah penjagaan seseorang atas dirinya dengan menampakkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ada dalam hatinya.

Taqiyyah  dalam pandangan Syiah merupakan mafhum Qur’ani  yang diambil dari surah Ali Imran ayat 28, “Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin, barang siapa berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari wilayah Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri  (tattaqu berasal dari akar kata yang sama dengan taqiyyah) dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” Ayat ini membolehkan taqiyyah  (menyembunyikan keimanan dan menampakkan kekufuran) demi menjaga dirinya dari gangguan yang membahayakan jiwa. Yang tidak diperbolehkan adalah nifaq, yaitu menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Orang yang melakukan nifaq disebut munafiq.

Taqiyyah dalam mazhab Syiah dibagi dalam dua: makhafatiyah (karena takut bahaya) dan mudharatiyah (untuk menjaga perasaan orang yang berbeda dengannya, demi terjalinnya hubungan baik antarkeluarga atau umat yang berbeda, untuk menghindarkan fitnah yang dapat meresahkan masyarakat atau demi persatuan umat Islam).

Fakhruddin Ar-Razi menukil pendapat para ulama saat menafsirkan surah Ali Imran ayat 28 (kecuali demi menjaga diri mereka) dengan mengambil riwayat dari Hasan Al-Bashri bahwa: Taqiyyah diperbolehkan bagi orang-orang Mukmin hingga hari kiamat, pendapat ini lebih utama (kuat) karena mencegah bahaya atas diri sedapat mungkin hukumnya wajib.” Imam Al-Ghazali juga berkata, “Sesungguhnya menjaga darah orang Muslim adalah wajib, maka jika ada orang zalim yang bermaksud menumpahkan darah orang Muslim dan ia bersembunyi dari orang yang bermaksud membunuhnya, maka berdusta saat itu adalah wajib.”

Dalam sejarah, praktik taqiyyah ini pernah dilakukan oleh Amar bin Yassir saat berada dalam siksaan musuh. Ammar diperintahkan untuk menghina agama Islam dan menyatakan keluar sehingga bebas dari siksaan yang akan menyebabkan kematian. Tindakan tersebut tidak disebut murtad karena dalam hati masih meyakini dan beriman kepada Allah dan Rasulullah saw. Situasi darurat yang menyebabkan Ammar menyembunyikan keimanan. 

Al-Quran menyatakan rela terhadap praktik taqiyah yang dilakukan oleh Ammar. Rasulullah saw menyampaikan bahwa telah turun firman Allah, Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” (QS Al-Nahl [16]: 106). ***