13/10/20

Ustad Muslim Nurdin: Rasulullah Saw dan Imam Ahlulbait adalah Maksum

image

JUMAT , 13 Desember 2013, di Masjid Darussalam menemukan buletin Salam Qalam edisi 022, Shafar 1435/Desember 2013. Pada bagian kanan buletin halaman awal tertulis Buletin Jumat Darussalam. Juga terpampang susunan penanggungjawab dan orang-orang yang terlibat dalam redaksi, termasuk alamatnya: jalan Pasirwangi Raya no.1, Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, kota Bandung 40254, dan nomor telepon 022-5221169.

Buletin Salam Qalam edisi 022 ini memuat tulisan berjudul Dari Gerakan Takfiri hingga Kawin Kontrak dengan penulis H.Muslim Nurdin, S.S.,M.Hum.

Dari gelarnya jelas saudara MN (Muslim Nurdin) ini seorang yang pernah belajar ilmu-ilmu humaniora, mungkin lulusan sejarah. Juga dalam susunan redaksi, MN ini termasuk dewan redaksi, pengasuh konsultasi keluarga Islami, dan dewan syariah DKM Darussalam. Inilah pembahasannya:

Ketiga, berkaitan dengan pernyataan MN bahwa “Ahlul bait dan seluruh imam (baca: imam dua belas) adalah maksum (terpelihara dari dosa dan kekhilafan).” Kemudian menyebutkan bahwa konsepsi maksum ini ambigu dan tidak konsisten serta paradoks dalam praktiknya. MN menyontohkan bahwa Ali masih berkomunikasi dengan Muawiyah dan Hasan membaiatnya.

TANGGAPAN : MN ini tampaknya kurang bacaan tentang mazhab Syiah. Dalam mazhab Syiah yang disebut maksum itu dibatasi bukan seluruh keluarga Rasulullah saw. Yang maksum itu adalah yang disebutkan dalam surah Al-Ahzab ayat 33: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. ”

Tentang surah Al-Ahzab ayat 33 ini banyak mufasir yang menukilkan hadis bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Rasulullah saw, Fatimah, Ali, Hasan dan Husen.

Berikut ini hadisnya: dari Shafiyah binti Syaibah, ia berkata bahwa Aisyah berkata: “Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar dengan mengenakan selimut wol berwarna hitam. Lalu Hasan datang. Maka Beliau memasukkannya ke dalam selimut kemudian datanglah Husain dan ia pun masuk ke dalamnya; kemudian datanglah Fatimah dan Beliaupun memasukkan putrinya itu. Kemudian datanglah Ali dan Beliaupun memasukkannya juga ke dalam selimut sambil membaca surat Ahzab ayat 33: “Innama yuridullah…tathhiraa”. (Shahih Muslim, II, Kitab Fadhail al-Shahabah, Bab Fadhail Ahl al-Bayt;  Shahih al-Turmudzi 5:30, hadis # 3258; Musnad Ahmad 1:330; Mustadrak al-Shahihayn 3:133, 146, 147; Al-Thabrani, Mu’jam al-Shaghir, 1:65, 135. Lihat Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, 203; Tafsir al-Thabari 22:6-8; Tafsir al-Durr al-Mantsur 5:198-199; Al-Jashash, Ahkam al-Quran 5:230; Ibn ‘Arabi, Ahkam al-Quran 2:166; Tafsir al-Zamakhsyari 1:193; Tafsir Al-Qurthubi 14:182; Tafsir ibn Katsir 3:483-485; Tafsir Al-Munir 2:183).

Juga dalam surat Asy-Syuura ayat 23: “Katakanlah aku tidak meminta kepada kalian sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kecintaan kepada Al-Qurba (keluarga Nabi Muhammad saw).” Ketika ayat ini turun, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah keluarga Anda yang wajib atas kami untuk mencintainya?” Nabi Muhammad saw menjawab: “Mereka adalah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.” (Hadis ini diriwiyatkan oleh banyak ulama ahli tafsir dalam kitab mereka a.l. dalam : Al-Zamakhsyari 3:402; Al-Fakh alRazi 27:166; Al-Baydhawi 4:123; Ibn Katsir 4:112; Fathul Bayan 8:372; Fath al-Qadir 4:538; al-Nasafi 4:105; Al Qurtubi 16:22, AL-Durr alMantsur 6:7).

Untuk lengkapnya tentang keutamaan sosok-sosok Ahlul Bait bisa dibaca dalam buku 105 Hadis Keutamaan Ahlul Bait karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi (penerbit Hasyimi press).

Berkaitan dengan Imam yang Dua Belas ada riwayat Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya khalifah-khalifahku dan wasi-wasiku, hujah-hujah Allah di atas makhluk-Nya selepasku ialah  dua belas orang; yang pertama Ali dan yang akhirnya cicitku Al-Mahdi; maka itulah Isa putra Maryam shalat di belakang Al-Mahdi.”

Dari Abu Al-Mu’ayyid Ibn Ahmad Al-Khawarizmi dengan sanad dari Abu Sulaiman secara rinci disebutkan nama-namanya: Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan .

Muslim dalam kitab Shahih Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa: “Aku bersama bapakku berjumpa Nabi Muhammad saw. Maka aku mendengar Nabi saw bersabda, “Urusan ini tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: kemudian beliau berbicara dengan perlahan kepadaku. Aku pun bertanya kepada ayahku, apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab, “Semuanya dari Quraisy.” 

Dalam bagian kitab fadhl ahlulbait , Muslim menyebut dua belas orang dari kalangan Bani Hasyim .

Bukhari dalam Shahih Bukhari bagian kitab al-ahkam meriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Selepasku adalah dua belas amir (pemimpin).” 

Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi' al-Mawaddah bab 95 meriwayatkan bahwa Jabir bin 'Abdullah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali Al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya Anda mendapatinya; maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja'far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja'far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Kemudian Al-Qa'im, namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan 'membuka' seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah Swt.”  Kemudian Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah orang-orang bisa mengambil manfaat darinya ketika ghaibnya?” Beliau menjawab, “Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya ditutupi awan.”

Shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Jabir bin Samurah: “Saya mendengar Nabi saw berkata: “Akan ada 12 pemimpin (amir). Kemudian beliau membisikkan sebuah kalimat yang tidak saya dengar. Ayah saya berkata, Nabi Muhammad saw menambahkan: Mereka semua berasal dari Quraiys.” [Shahih al Bukhari, hadist 9.329].

Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “ Masalah (kehidupan) tidak akan berakhir, sampai berlalunya dua belas khalifah” Kemudian beliau membisikan sebuah kalimat. Aku bertanya kepada ayahku apa yang Nabi katakan. Ia menjawab: Nabi berkata, ‘Semua berasal dari Quraiys’.” [Shahih Muslim, Kitab al-Imarah,1980,edisi Arab Saudi, 3: 1452,hadis 5.]

Dalam Musnad Ahmad tercantum hadis bahwa Nabi Muhammad saw berkata: “Kelak ada dua belas orang khalifah untuk masyarakat ini. Semuanya dari Quraisy.” [Musnad Ibn Hanbal, jil 5, hal.106].

Adapun tentang Ali bin Abi Thalib ra berkomunikasi dengan Muawiyah adalah fakta sejarah dan tidak menurunkan derajat atau kemuliaan Ali yang disebut oleh Rasulullah saw sebagai pintu ilmunya. Ketika Rasulullah saw hidup pun banyak melakukan komunikasi politik dengan musuh-musuh Islam. Bahkan mengikat perjanjian. Namun, apakah itu merendahkan derajat kenabian? Saya kira tidak karena di situlah Nabi mendidik umatnya untuk melakukan dialog sebelum akhirnya diputuskan untuk memerangi.

Begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib ra, mengajak Muawiyah untuk berdialog. Namun tidak digubrisnya. Malah ketika terjadi Perang Shiffin dan terdesak kalah, baru Muawiyah mengajak tahkim. Kemudian dalam tahkim itu dimenangkan oleh Muawiyah dengan cara yang licik. Hal itu yang membuat marah sebagian umat Islam dan memisahkan diri dari Ali dan Muawiyah yang selanjutnya dijuluki Khawarij. Orang-orang Khawarij inilah yang membunuh Ali ketika shalat subuh dan tidak berhasil membunuh Muawiyah.

Tidak ada keterangan yang kuat dalam sumber sejarah bahwa Hasan bin Ali ra membaiat Muawiyah. Hanya melakukan dialog dan perjanjian untuk tidak membasmi umat Islam serta agar nanti setelah meninggal Muawiyah harus menyerahkan kembali pada umat Islam dalam urusan khalifah.

Setelah disetujui barulah Hasan selaku khulafa rasyidin yang kelima menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah. Hal itu tidak menurunkan derajat kemaksuman Hasan bin Ali ra. Hasan telah menjalankan yang benar dengan coba mencari jalan damai. Sejarah mengisahkan Muawiyah sendiri yang melanggar dengan terus menindas kaum Muslimin Syiah dan mengangkat Yazid, putranya, selaku khalifah. Padahal dalam perjanjian akan diserahkan kepada umat Islam dalam sebuah musyawarah sepeninggal Muawiyah.

Meski tidak menjabat pemimpin politik, Hasan tetap menjadi ulama dan dirujuk oleh umat Islam. Karena itu, jabatan sebagai pemimpin agama (dalam hal ini sebagai Imam setelah Rasulullah saw) tetap berfungsi.

Dalam sejarah jelas bahwa yang tidak mematuhi perjanjian adalah Muawiyah yang menyerahkan jabatan kepada anaknya, Yazid bin Muawiyah.  Kemudian Hasan bin Ali diracun atas suruhan Muawiyah. Di sinilah masalah politik umat Islam kembali memanas sampai Husen bin Ali ra, cucu Rasulullah saw, menjadi korban dari kekejaman Bani Umayyah.

Dalam hal ini, kebijakan Yazid yang ingin mengambil baiat dari Husein selaku simbol orang suci dan ingin ada legitimasi agama. Jelas Husen bin Ali ra tidak membaiatnya karena Yazid dikenal sebagai orang jahat. Karena itu, Yazid mengejar Husen dengan pengikutnya agar memberikan baiat hingga akhirnya membuat Ahlul Bait menjadi korban. *** (redaksi@misykat.net)