14/10/20

Ustad Muslim Nurdin: Taqiyah Bukan Kebohongan

 

image

JUMAT 13 Desember 2013, di Masjid Darussalam ditemukan buletin Salam Qalam edisi 022, Shafar 1435/Desember 2013. Pada bagian kanan buletin halaman awal tertulis Buletin Jumat Darussalam. Juga terpampang susunan penanggungjawab dan orang-orang yang terlibat dalam redaksi, termasuk alamatnya: jalan Pasirwangi Raya no.1, Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, kota Bandung 40254, dan nomor telepon 022-5221169.

Buletin Salam Qalam edisi 022 ini memuat tulisan berjudul Dari Gerakan Takfiri hingga Kawin Kontrak dengan penulis H.Muslim Nurdin, S.S.,M.Hum.

Dari gelarnya jelas saudara MN (Muslim Nurdin) ini seorang yang pernah belajar ilmu-ilmu humaniora, mungkin lulusan sejarah. Juga dalam susunan redaksi, MN ini termasuk dewan redaksi, pengasuh konsultasi keluarga Islami, dan dewan syariah DKM Darussalam. Inilah pembahasannya:

Bagian keempat, tentang taqiyah yang sebut oleh MN sebagai berpura-pura dan bohong. MN menyebutkan Rasulullah saw mengecam orang yang memelihara sikap dusta.

TANGGAPAN: Orang yang berbohong memang pantas dapat dosa. Lebih berat lagi untuk yang membuat kebohongan dengan fakta dan data-data palsu kemudian disebarkan kepada masyarakat. Tanpa konfirmasi kepada ahlinya dan tanpa konfirmasi kepada Muslim Syiah kemudian menyebutkan serangkaian kalimat yang menggiring orang pada kebencian dan ujungnya pecah persaudaraan.

Bukankah Rasulullah saw menyuruh umat Islam untuk merajut ukhuwah dan tidak saling mengafirkan? Silakan buka kembali khutbah haji wada. Di situ ada pesan perdamaian untuk umat Islam dari Rasulullah saw: tidak mengafirkan atau hina sesama umat Islam.

Tengok sejarah dan baca tulisan di internet serta buku-buku yang ditulis dari kalangan Wahabi seperti Prof Maman Abdurrahman dengan buku Antara Sunni dan Syiah dan buku yang mengatasnamakan MUI Pusat (padahal mencatut nama) dengan judul: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia.

Buku tersebut kabarnya dicetak sejuta eksemplar. Dari mana uangnya? Adakah umat Islam Indonesia sanggup membayarnya? Pihak MUI Pusat saja menyatakan tidak menerbitkannya. Tidak ada cap resmi dan tanda tangan Ketua Umum MUI Pusat. Artinya, buku tersebut bukan buku resmi MUI. Layaknya bisa disebut karya oknum MUI. Dari mana uangnya? Tentu saja oknum MUI tidak akan punya uang yang besar. Disinyalir berasal dari pihak luar yang tidak ingin Islam Indonesia rukun sehingga pihak asing bisa masuk. Mungkin ideologi Arabisme dan Zionisme yang ada dibalik gerakan pemecah belah ini.

Berkaitan dengan taqiyah, kami kira tuduhannya terlalu berlebihan. O.Hashem selaku Muslim Syiah menerangkan dalam buku Menjawab Seminar Sehari tentang Syiah (buku ini sudah ada dalam bentuk ebook, silakan search di internet) bahwa taqiyah adalah suatu permissibility, suatu kebolehan dalam Islam berdasarkan nash.

Seorang Muslim yang lemah dan tertindas boleh menyangkal keimanannya kalau nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Amar bin Yasir. Rasulullah saw memerintahkan Amar untuk menyembunyikan imannya ketika dicambuk dan dihajar oleh Kafir Quraisy.

Dalam surah An-Nahl ayat 106, Allah berfirman, “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (Dia tidak berdosa).” Juga dipraktikan oleh seorang anggota keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya yang tercantum dalam surah Al-Mukmin ayat 28. *** (abu misykat)