26/02/22

Belajar Tasawuf: Al-Huzn [by Dr Khalid Al-Walid]

Al-Huzn yang diterjemahkan (secara bahasa) kesedihan, merupakan tahapan yang mesti ditempuh oleh salik (penempuh jalan ruhani). Berdasarkan kitab Manazil Sairin, bahwa alhuzn terbagi dalam tiga.

Pertama adalah merujuk pada ayat Al-Quran, "Mereka kembali dan air mata mereka bercucuran karena kesedihan" (QS 9:92). Kesedihan adalah derita atas kehilangan dan penyesalan atas pelanggaran. Ini alhuzn tingkat umum.

Kesedihan pada tingkat umum adalah kurangnya dalam pelayanan, kerjatuhan dan kelalaian terhadap hari yang berlalu. Kurangnya pelayanan adalah kurangnya dalam ketaatan seorang hamba terhadap Mawlanya. Hal ini tentu menjadi penghalang perjalanan ruhaniah bagi seorang salik dan menimbulkan persoalan yang banyak bagi ruhaninya. Kejatuhan dalam keburukan yang pernah terjadi padanya adalah sumber bagi sulitnya mata air Ilahiah terpancar di hatinya. Hal ini menjadi hijab yang sangat sulit ditembus. Banyaknya kelalaian dalam kesempurnaan ibadah menjadi penyesalan yang harus dia tebus dengan melakukan qadha kembali semua kelalaian tersebut. Hanya dengan membayar maka utang dapat terlunasi.

Kedua adalah kesedihan khusus, yaitu kesedihan atas keterikatan hati dengan yang terpisah, atas kesibukan jiwa dari penyaksian dan kesedihan terhadap kesedihan. Kesedihan atas ikatan hati yang selama ini terjadi dan mengikat diri salik pada selain Allah. Adanya ikatan ini menjadi hijab bagi salik dalam menempuh perjalanannya. Atas halangan yang menghambat perjalanannya dia bersedih. Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang beriman sangat mendalam kecintaan kepada Allah" (QS 2:165). Bahwa jiwa yang terpesona dengan beragam keindahan selain Allah merupakan keburukan yang membuat dirinya bersedih karenanya. Pesona selain Allah akan menghilangkan fokus ruhaninya. "Dan ketika mereka menyaksikan perniagaan atau permainan mereka berpaling kepadanya" (QS 62:11). Sekiranya seorang salik tidak bersedih atas kehilangan waktu dan kelalaian yang terjadi, maka dia harus bersedih atas kondisi dirinya tersebut. Dia harus bersedih atas kehilangan kesedihan atas hal yang mengharuskannya bersedih. 

Ketiga adalah kesedihan sangat khusus, yaitu kesedihan yang meliputi bukan yang diharapkan, pertentangan dengan maksud dan pertentangan dengan hukum atau ketetapan. Bahwa pada tahapan sangat khusus ini tidak ada kesedihan, karena kesedihan terjadi akibat keterpisahan atau kehilangan. Sedangkan pada tahapan khusus (yang kedua) adalah kebersamaan. Kalau pun ada kesedihan pada tingkat ini adalah kesedihan terhadap keadaan hamba yang lain. "Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini" (QS 18:6). "Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (janganlah kamu bersedih hati) karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah" (QS 6:33). 

Seperti halnya juga kesedihan Nabi Yaqub as terhadap Nabi Yusuf as. "Berkata Ya'qub: Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah dari padanya”(QS 12:13). Sedangkan Kesedihan karena keterliputan nama-nama Jalaliyah Allah yang menimbulkan kesempitan (al-qabd) pada diri salik, sedangkan nama-nama Jamaliyyah akan menimbulkan kelapangan (al-bast). 

Kemudian tentang kesedihan karena bertentangan maksud bahwa apa yang diinginkan dan diharapkan salik bukanlah yang diinginkan Allah SWT terhadapnya, sehingga salik harus menolak keinginan dan harapannya sendiri karena mendahulukan keinginan Allah atas dirinya. Ketika berharap keselamatan bagi keluarganya, sedangkan Allah berfirman: "Wahai Nuh, sesungguhnya mereka itu bukanlah keluargamu" (QS 11:46). 

Kesedihan atas hukum atau ketetapan bahwa apa yang dipilih oleh salik bertentangan dengan apa yang telah Allah pilihkan dan tetapkan untuknya. Karena itu, dia harus mendahulukan ketetapan dan ketentuan Allah atas dirinya. "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" (QS 33:36). "Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka" (QS 28:68). *** (Dr Khalid Al Walid adalah Dosen UIN Jakarta dan STFI Sadra Jakarta)

=> Belajar Tasawuf bisa Anda ikuti pada YouTube MISYKAT TV, setiap minggu jam 19.45-21.00 WIBB.