11/03/22

Dalam Shalat Berjamaah, Makmum Wajib Baca al-Fatihah atau Tidak?

Apakah makmum wajib membaca surat al-Fatihah atautidak wajib, bisa dijawab dengan dua hal: pertama, ulama sepakat bahwa jika makmum mendapati imamnya dalam keadaan ruku’ maka bacaan al-Fatihahnya ditanggung oleh imamnya. Artinya, makmum tidak berkewajiban membaca al-Fatihah.   

Kedua, ulama berbeda pendapat jika makmum mendapati imam dalam keadaan berdiri. Imam Syafi’i dan Ahmad menyatakan kewajiban membaca al-Fatihah bagi makmum, baik dalam shalat sirriyyah (shalat yang bacaannya dilirihkan), atau dalam shalat jahriyyah (shalat yang bacaannya dikeraskan). Mereka berpegangan pada hadits: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Surat al-Fatihah.”   Redaksi hadits di atas bersifat umum, sehingga mencakup imam dan makmum, serta shalat sirriyyah dan jahriyyah. Barangsiapa tidak membaca al-Fatihah, shalatnya tidak sah.   

Sementara menurut Imam Malik, makmum wajib membaca al-Fatihah pada shalat sirriyyah, bukan jahriyyah. Terkait kewajiban membaca al-Fatihah pada shalat sirriyyah, beliau berpedoman pada hadits di atas. Sedangkan terkait larangan membacanya pada shalat jahriyyah, beliau berpegangan pada firman Allah Surat al-A’raf ayat 204:   وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”  Ayat ini memerintahkan kita untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Artinya, makmum juga diperintahkan untuk mendengarkan bacaan imam dalam shalat jahriyyah. 

Sedangkan menurut Abu Hanifah, makmum tidak perlu membaca al-Fatihah, baik dalam shalat jahriyyah maupun shalat sirriyyah. Beliau berpedoman pada firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 204 di atas, di mana ayat tersebut memerintahkan kita untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an. 

Beliau juga berpedoman pada hadits riwayat Abu Hurairah, Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:   إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا، وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوْا “Sesungguhnya dijadikannya imam itu adalah untuk diikuti. Apabila ia bertakbir maka takbirlah dan jika ia membaca (ayat Al-Qur’an) maka diamlah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah). (Lihat: Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 55-59). Wallahu A’lam.  ***

(Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus LDNU Jombang)

Sumber https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-baca-al-fatihah-dalam-shalat-x2aWN