Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh’a yang berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata “ittadha’a” dengan arti merendahkan diri. Di samping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Bahkan, ada juga yang mengartikan tawadhu sebagai tindakan berupa mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan seterusnya.
Tawadhu menurut Al-Ghozali dalah mengeluarkan kedudukanmu
atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Sedangkan menurut Ahmad Athailah bahwa hakikat tawadhu itu adalah sesuatu yang timbul karena melihat
kebesaran Allah dan terbukanya sifat-sifat Allah.
Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak
rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak
kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala, atau kata-kata lain yang
sepadan dengan tawadhu. Sikap tawadhu dalam keseharian selalu menghargai
keberadaan orang lain, perilaku yang suka memulyakan orang lain, perilaku yang
selalu suka mendahulukan kepentingan orang lain, perilaku yang selalu suka
menghargai pendapat orang lain.
Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih
dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara
berlebihan. Rendah hati tidak sarna dengan rendah diri, karena rendah diri
berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktik- nya orang yang rendah
hati cendenmg rnerendahkan dirinya di hadapan orang lain, tapi sikap tersebut
bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.
Sikap tawadhu' terhadap sesarna manusia adalah sifat
rnulia yang lahir dari kesadaran akan Kemahakuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya.
Manusia adalah makhluk lernah yang tidak berarti apa-
apa di hadapan Allah SWT. Manusia membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari Allah.
Tanpa rahmat, karunia dan nikrnat dari Allah SWT, manusia tidak akan bisa
bertahan hidup, bahkan tidak akan pernah ada di atas permukaan bumi ini.
Orang yang tawadhu menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilrnu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan lain sebagainya, semuanya itu adalah karunia dari Allah SWT.
Allah SWT berfirrnan dalam Q.S An-Nahl: 53, yang artinya: “dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya); dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
Dengan kesadaran seperti itu sarna sekali tidak pantas
bagi dia untuk menyornbongkan diri sesarna rnanusia, apalagi menyombongkan diri
terhadap Allah SWT.
Indikator sikap tawadhu antara lain: (1) Tidak menonjolkan diri terhadap teman sebaya; (2) Berdiri dari tempat duduk untuk menyambut kedatangan orang; (3) Bergaul ramah dengan orang umum; (4) Mau mengunjungi orang lain sekalipun lebih rendah status sosialnya; (5) Mau duduk-duduk bersama dengan orang yang tidak setingkat; (6) Tidak makan minum dengan berlebihan; (7) Tidak memakai pakaian yang menunjukkan kesombongan.12 Indikator Bentuk Tawadhu: (1) Berbicara santun; (2) Rendah hati; (3) Suka menolong; (4) Patuh terhadap orang tua; (5) Patuh terhadap nasihat guru; (6) Rajin belajar; (7) Dalam berpakaian dia rapi dan sederhana. ***
Sumber artikel dari
https://media.neliti.com/media/publications/195087-ID-indikator-tawadhu-dalam-keseharian.pdf