Sepuluh tahun setelah Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, beliau memimpin kafilah jemaah haji. Itulah haji yang pertama, haji yang terakhir. Sepulang dari Makkah, jemaah haji berniat kembali ke daerah mereka masing-masing, tetapi Nabi Muhammad saw memberhentikan jemaah. Yang sudah jauh, dimintanya untuk kembali. Yang belum datang, beliau tunggu. Pada tanggal 18 Dzulhijjah itu, Nabi Muhammad saw meminta para sahabat membuat mimbar dari pelana kuda dan unta, kemudian naik ke atasnya bersama Ali bin Abi Thalib as. Setelah khutbah, Beliau saw bersabda, “Bukankah aku lebih kalian dahulukan dari siapa pun?” Para sahabat menjawab, “Benar ya Rasulallah.” Lalu terdengar Nabi bersabda, “Man kuntu mawlaahu fa hadza ‘Aliyyun mawlaahu. Barangsiapa menjadikan aku mawlanya, jadikan Ali mawla dia juga.”
Peristiwa
1400 tahun lalu itu telah mengubah wajah Islam setelahnya. Dunia kini mengenal
dua mazhab besar dalam Islam: Sunni dan Syiah. Keduanya bersaudara. Keduanya
dua sayap yang menerbangkan Islam bersama. Ada perbedaan kecil, tetapi mendasar
di antara keduanya. Semua bermula dari peristiwa di Ghadir Khum sebagai hari
wasiat Nabi. Tidak seorang pun Nabi diutus, kecuali ia meninggalkan seorang
pengganti. Kata ‘Mawla’ dalam sabda Nabi itu diartikan ‘pemimpin’. Bagi
Islam Syiah, inilah das Sollen.
Islam
Sunni meyakini bahwa Nabi tidak meninggalkan pengganti. Siapa yang menjadi
pelanjut, dipercayakan pada kemaslahatan umat. Inilah yang terjadi. Abu Bakar
dipilih sebagai khalifah dalam sebuah musyarawah. Umar bin Khaththab setelahnya
dengan penunjukan. Utsman bin Affan setelahnya dengan dewan formatur. Lalu Ali sebagai
khalifah keempat dalam sebuah aklamasi. Inilah das Sein.
Kini,
Islam Syiah dianut oleh sekitar 25% umat Islam di dunia. Di beberapa tempat,
mereka mayoritas: Iran, Iraq, Azerbaijan, Libanon, Afghanistan, dan semisalnya.
Di banyak tempat mereka minoritas, dan terkadang harus menghadapi hal-hal yang
lazim dirasakan oleh kelompok minoritas.
Di antara
yang membedakan kedua mazhab ini adalah pandangan mereka terhadap ketuhanan.
Tuduhan yang kerap dilemparkan pada Islam Syiah adalah bahwa Rukun Iman mereka
berbeda. Islam Sunni meyakini Rukun Iman itu ada enam: Percaya pada Allah,
Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir, dan Takdir. Islam Syiah meyakini hal yang
sama. Hanya saja, ada sedikit perbedaan. Ada bagian lain yang disebut sebagai ‘Pokok
Agama’ (dasar-dasar agama), Ushul al-Din. Dan itu ada lima: Tauhid,
‘Adalah, Nubuwwah, Imamah, dan Ma’ad. Artinya: Keesaan Allah, Keadilan-Nya,
Kenabian, Kepemimpinan, dan Hari Akhir.
Islam
Syiah menempatkan keesaan Allah sebagai pokok yang pertama. Yang ada hanya Dia
saja. Kita mempunyai dan berdoa pada Tuhan yang sama. Apa pun agama kita. Islam
Syiah percaya siapa pun kita, sepanjang ia beriman kepada Allah, hari akhir,
dan beramal saleh, ia diberikan pahalanya. Ini sesuai dengan ayat Al-Quran, “Sesungguhnya
orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang
Shabi’in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian,
dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS
Al-Baqarah [2]: 62).
Prinsip
keesaan Tuhan ini dilanjutkan oleh keadilan-Nya. Ia menjadi pokok yang kedua.
Allah Ta’ala adil pada siapa saja
makhluk-Nya, apa pun agamanya. “…Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberianNya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu” (QS Al-Maidah [5]: 48).
Umat Islam
pun dilarang memukul sama penganut agama yang berbeda, “Mereka itu tidak
sama; di antara Ahli Kitab ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca
ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari sedang mereka juga bersujud.
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan. Mereka menyuruh kepada yang
baik, mencegah yang buruk, dan bersegera mengerjakan berbagai kebaikan. Mereka
itu termasuk orang-orang yang saleh” (QS Ali Imran [3]: 114).
Perbedaan
sudut pandang terhadap nilai-nilai ketuhanan itu akan membuat perbedaan dalam
pengamalan dan keseharian terhadap sesama. Dalam Islam Syiah, Tuhan Dzat
Mahasuci yang Mahasempurna. Sehingga seluruh ciptaan-Nya sempurna. Dzat
Mahaindah yang Mahabaik, sehingga seluruh karunianya indah dan baik. Manusia
adalah makhluk sempurna yang terus bergerak menuju tingkat kesempurnaan
setinggi-tingginya. Karena sempurna tanpa batas. Dialah awal, Dialah akhir.
Sementara
itu, dalam Islam juga berkembang paham yang membaca teks sesuai adanya. Bila
dikisahkan Allah Ta’ala punya wajah, maka Dia punya wajah. Atau tangan, atau
juga betis kaki. Paham ini disebut mujasimah, atau musyabbahah.
Sebagian menyebutnya Islam puritan. Dari paham yang harfiah seperti inilah
muncul kecenderungan ke arah radikalisme dan bahkan terorisme. Karena mereka
memahami teks secara apa adanya, terkadang tanpa penafsir dan keterangan
pembantu untuk itu.
Islam
Syiah mengambil penafsiran terhadap ajaran Islam pascawafat Nabi Muhammad saw
itu dari Ali bin Abi Thalib as. Mereka menyebutnya Imam Ali. Imam artinya
pemimpin. Ia bersama sebelas silsilah dari keturunannya menjadi duabelas pemimpin
pascaNabi. Dalam Al-Quran, ada sistematika perulangan duabelas. Dalam kata:
imam, bintang, yang terpilih, yang baik, dan semisalnya. Sebagaimana juga ada
duabelas kabilah Nabi Musa as, ada duabelas putra Yaqub, atau dua belas bintang
sebagaimana tertulis dalam Al-Kitab,“Maka tampaklah suatu tanda besar di
langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah
kakinya, dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”
(Wahyu 12:1).
Dalam
Islam Syiah, imam yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib, dan Imam yang kedua
belas diyakini masih hidup, digaibkan Allah Ta’ala untuk diturunkan pada akhir
zaman. Namanya Imam Mahdi. Keyakinan terhadapnya disebut Mahdiisme atau
Messianisme, Sang Juru Selamat akhir zaman. “Maka ia melahirkan seorang Anak
laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba
Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya” (Wahyu
12:5).
Sesuai
prinsip keesaan dan keadilan Tuhan itu, Islam Syiah memandang ada titik temu antar
berbagai umat. Bahwa seruan “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang)
pada kalimat yang sama antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun…” (QS Aali Imran [3]:
64) berlaku universal. Semua umat berlomba untuk berbuat kebaikan. Semua bangsa
tengah menanti janji Tuhan di akhir zaman.
‘Allamah
Thabathabai, seorang penafsir Al-Quran dari Iran menyebutkan konsep al-katsratu
fil wahdah wal wahdatu fil katsrah yang dirujuk dari berbagai sumber dalam
riwayat teladan Islam. Jamak dalam satu dan satu dalam jamak. Bahwa
sesungguhnya tiada yang kita sembah selain Tuhan. “Kamu tidak menyembah
selain Allah, kecuali hanya nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama
itu” (QS Yusuf [12]: 40). Perbedaan adalah sesuatu yang digariskan-Nya agar
kita saling mengenal sesama lebih baik, berlomba dalam kebaikan, tetapi pada
saat yang sama, anugerah terbesar itu selalu juga memperoleh ujian yang besar
pula. Keragaman yang menjadi karunia bisa pula berujung bencana. Tatkala kita
merasa lebih benar, lebih baik, lebih saleh dari yang lainnya.
Sebagaimana
disebut dalam khutbah Imam Ali bahwa hanya Tuhan yang tidak bersekat, tidak
berbatas, tidak diberi label dan identitas. Hanya Tuhan yang tidak dipilah,
ditunjuk, disifati. Hanya konsep Tuhan seperti itulah yang akan mendatangkan
persatuan di antara seluruh umat. Karena ia Tuhan bersama, bukan segelintir
kelompok saja. Selama Tuhan masih diperebutkan, selama itu pula keragaman itu
akan menjadi ancaman. Tanpa keesaan dan keadilan-Nya, kita tidak akan mengenal
anugerah para utusan-Nya, para pemimpin-Nya, dan bagaimana mungkin berharap
keselamatan, kelak di hari akhir dari-Nya. ***