Sidang jumat...
Isra dan
Miraj tidak banyak diceritakan dalam Al-Quran. Kisah ini hanya disebut dalam
dua tempat. Isra’ disebut pada ayat pertama surat Bani Israil:
“Mahasuci
Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke
Masjid al-Aqsha, yang Kami berkati di sekitarnya, untuk kami perlihatkan
tanda-tanda keagungan Kami. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
Mi’raj disebut pada surat An-Najm ketika Allah mengisahkan perjumpaan Rasulullah dengan Jibril di ufuk yang tinggi.
Yang mengajarkan
malaikat sangat perkasa dan cendekia kemudian ia bertakhta
ketika
ia berada di ufuk yang tinggi
Ia
datang dekat dan mendekat lagi
Sehingga
jaraknya hanya dua busur panah atau lebih dekat lagi
Ia
wahyukan pada hamba-Nya apa yang diwahyukannya
Hatinya
tidak berdusta pada apa yang dilihatnya
Ragukah
kalian tentang apa yang dilihatnya
Ia
melihat Jibril di tempat yang lain
di
Sidratul Muntaha
yang di
dekatnya ada surga Al-Ma’wa
(Qs, An-Najm [53]: 5-14)
Hanya itu yang diceritakan Al-Quran. Kisah yang lebih
terinci diceritakan pada kitab-kitab hadis. Seperti yang sudah kita ketahui,
Rasulullah saw, berangkat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, naik ke langit
sampai ke Sidratul Muntaha. Ia juga mendengar jutaan malaikat yang memikul
‘Arasy Tuhan seraya bertasbih, beristighfar, dan berdoa buat kaum mukminin.
Sudah
banyak kisah Isra dan Mi’raj ini kita dengar. Perkenanlah saya hari ini untuk
mengajak para hadirin dan hadirat merenungkan hanya satu episode kecil dari
pewristiwa Mi’raj –yakni doa malaikat pemikul ‘Arasy. Menurut Al-Quran, setiap
hari, setiap saat para malaikat pemikul ‘Arasy dan malaikat di sekitarnya
gemuruh membacakan zikir dan doa. Mereka berzikir memuja kebesaran Allah,
mereka berdoa buat kaum mukminin. Zikir dan doa inilah yang didengar Rasulullah
sebelum ia melihat Jibril di Sidratul Muntaha. Al-Quran menyebutkan doa
malaiakt pada surat Al-Mu’min [40]:7;
Mereka yang memikul
‘Arasy dan mereka yang ada di sekitarnya
bertasbih dengan puji
Tuhan mereka
beriman pada-Nya serta
memohonkan ampunan bagi
orang yang beriman.
Wahai Tuhan kami,
kasih dan ilmu-Mu
meliputi segala sesuatu.
Ampuni mereka yang
kembali dan mengikuti jalan-Mu.
Jauhkan mereka dari azab
neraka yang bernyala.
Tuhan kami,
masukkan mereka ke surga ‘Adn yang telah Kau janjikan pada mereka
bersama orang-orang saleh di antara orang tua mereka istri-istri, dan keturunan
mereka.
Sungguh, Engkau
Mahaperkasa dan Mahabijaksana.
Doa malaikat ini menunjukkan dua
hal. Pertama, di bumi ini ada orang yang selalu didoakan para malaikat. Kedua,
mereka didoakan malaikat untuk dimasukkan ke surga beserta seluruh keluarganya
– orang tuanya, istrinya, dan anak-cucunya.
Siapa
gerangan orang-orang beruntung ini? Siapa gerangan orang-orang yang didoakan
malaikat dan dimasukkan ke surga beserta keluarganya ini? Allah menyebutkan
tanda-tanga mereka dengan jelas:
1. Mereka yang kembali dan
mengikuti jalan-Mu
Manusia dilahirkan dalam keadaan
fitrah, dalam kesucian. Tetapi ia juga makhluk yang lemah. Sering dalam
perjalanan hidupnya ia terperdaya oleh hawa nafsunya dan meninggalkan fitrahnya
yang semula. Lewat hati nurani, fitrah sering membiasakan kejujuran, kesucian,
ketaatan, dan kesalahan. Fitrah inilah yang sering menegur kita apakah kita
akan memilih dunia dengan segala pesonanya walaupun kita harus melanggar hukum,
menodai janji, dan mengkhianati amanah; atau memilih keteguhan pendirian dan
disiplin walaupun kita harus hidup sederhana dan prihatin. Fitrah inilah yang
menyebabkan hati kita mudah tersentuh oleh penderitaan orang lain, mudah
tergetar karena firman Tuhan, atau mudah khusyuk ketika melakukan salat. Namun,
karena kelemahan kita, fitrah ini sering kita lupakan, bisikannya sering kita
abaikan. Lalu hiduplah kita jauh dari fitrah ini. Kita melantur tanpa arah dan
tujuan. Berbahagialah orang yang di tengah perjalanan menyadari kekeliruannya
dan kembali lagi kepada fitrahnya. Ditutupnya lembaran masa lalunya yang hitam
dan dirintisnya kehidupan baru di atas ajaran Tuhan. Orang-orang yang seperti
itulah yang di doakan para malaikat: “Mereka yang kembali dan mengikuti
jalan-Mu”. Mereka bukan orang yang tidak pernah bersalah, melainkan orang yang
menyadari kesalahan dan
memperbaikinya. Mereka pernah berbuat maksiat dan menyesali maksiatnya serta
menebusnya dengan ibadat. Mereka pernah tersesat, tetapi kemudian melihat
cahaya hidayat, dan mengubah jalan hidupnya sesuai dengan syariat.
2. Mereka mengisi hidupnya
dengan iman dan amal saleh, lalu keluarganya mengikuti mereka dengan iman dan
amal saleh pula.
Al-Quran menceritakan orang-orang
yang pada hari akhirat dihimpunkan Allah
beserta istri-istri mereka dan keturunan mereka. Dalam surat Az-Zukhruf:70
Allah berfirman kepada mereka yang akan masuk ke surga:
“Masuklah kamu ke surga beserta istri kamu
untuk digembirakan.” Dalam surat Ar-Ra’d 23 Allah berfirman: “Surga ‘Adn,
mereka masuk ke dalamnya bersama orang yang saleh di antara orang tua mereka,
istri-istri mereka, dan keturunan mereka.” Abdullah bin Abbas, dalam hadis yang
dikeluarkan Ath-Thabrani dan Ibn Mardawiyah meriwayatkan sabda Rasulullah saw,:
“Ketika
seseorang masuk ke surga, ia menanyakan orang tuanya, istrinya, dan
anak-anaknya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Mereka tidak mencapai derajat amalmu.’
Ia berkata, Ya Rabbi, aku beramal bagiku dan bagi mereka.’ Lalu Allah
memerintahkan untuk menyusulkan keluarganya ke surga itu.”
Setelah itu Ibnu Abbas membaca
ayat 21, Ath-Thur:
Dan orang-orang yang beriman,
lalu anak cucu mereka mengikuti mereka dengan iman, Kami susulkan keturunan mereka pada mereka*, dan kami tidak mengurangi amal mereka sedikit pun.” (Qs, Ath-Thur [52]:21)
Mungkin ada orang yang bertanya: Bukankah pada hari akhirat “orang berpisah dari saudaranya,
ibu dan ayahnya, istrinya dan anak-anaknya” (Qs:80:36)? Bukankah pada hari qiyamat
“tidak ada jual-beli, tidak ada persahabatan, dan tidak ada pertolongan”
(Qs:2:254)? Bukankah “setiap orang akan diberi balasan sesuai dengan apa yang
dikerjakannya” (Qs:53:39)? Mana mungkin Allah
menghimpun orang dengan seluruh keluarganya di
surga ‘Adn, padahal tingkat amalnya berlainan?
Surat Az-Zukhruf 67: “Pada hari itu
sahabat-sahabat menjadi musuh satu sama lain kecuali orang-orang yang takwa.”
Seluruh persahabatan, seluruh ikatan kekeluargaan, seluruh tali persaudaraan
akan putus kecuali di kalangan orang-orang yang takwa. Betul, pada hari akhirat
istri berpisah dari suaminya, anak dari orang tuanya, pemimpin dari anak
buahnya, kawan dari sahabatnya. Tetapi, ini hanya berlaku bagi orang kafir,
orang durhaka, atau orang yang tidak mengisi hidupnya dengan iman dan amal
saleh. Hal ini tidak berlaku bagi orang-orang yang takwa.
Oleh karena
itu, bila orang lain menyatakan “hanya maut yang memisahkan kita”, suami-istri
yang bertakwa akan berkata, “Bahkan maut pun tidak akan sanggup memisahkan
kita.” Allah berfirman:
“Masuklah
kamu ke surga berserta istri-istri kamu.”
(Qs.43:70)
Bila orang
berduka karena ditinggal wafat oleh orang yang dicintainya, seorang Muslim
masih menyimpan harapan, kelak pada hari akhirat, Allah akan menghimpun mereka kembali. Syarat untuk itu
hanya satu: takwa. Takwa ditampakkan dalam iman dan amal saleh. Keluarga,
himpunan, kumpulan, golongan yang diikat oleh ikatan iman dan amal saleh tidak
akan berpisah sampai hari akhir sekalipun. Iman sudah kita ketahui bersama,
tetapi apa yang disebut amal saleh? Amal
saleh –menurut arti katanya− ialah karya yang baik, karya yang mendatangkan
manfaat,
“Allah
menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kamu yang
paling baik karyanya.” (Qs,Al-Mulk [67]:2)
Ada amal saleh yang memberi manfaat secara individual seperti salat malam,
berzikir dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ibadah. Ada amal yang –selain
bermanfaat bagi pelakunya− juga bermanfaat bagi orang lain, Ini adalah amal
kemasyarakatan, karya-karya sosial seperti membebaskan orang dari kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita menyebut amal sosial ini dengan istilah
‘membangun”. Menurut Islam, amal sosial
ini dinilai lebih tinggi daripada amal-amal individual. Karya-karya kita di
tengah masyarakat diberi ganjaran yang lebih besar daripada karya-karya yang
hanya menguntungkan diri sendiri.
Ketika
Rasulullah saw. ditanya, “Amal apa yang paling utama?”
Nabi
yang mulia menjawab,“Seutama-utamanya amal ialah memasukkan rasa bahagia ke
dalam hati orang beriman –melepaskan rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan,
dan membayarkan utang-utangnya.” (H.R. Ibnu Hajar al-Asqalani)
Pada riwayat lain Nabi saw. berkata: “Tidak ada kebajikan yang lebih utama setelah iman selain mendatangkan manfaat bagi orang lain, dan tidak ada kejelekan yang lebih jahat setelah musyrik selain mendatangkan kesengsaraan pada orang lain.”
Sidang Jum’at yang mulia:
Perkenankanlah
saya membacakan sebagian hadis yang lain tentang amal saleh:
“Barang
siapa pada waktu pagi berniat untuk membela orang yang teraniaya dan memenuhi
kebutuhan seorang Muslim, baginya ganjaran seperti ganjaran haji yang mabrur.
Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat buat manusia.
Seutama-utamanya amal ialah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang beriman
–melepaskan lapar. Membebaskan kesulitan, atau membayarkan utang.”
“Orang yang bekerja keras untuk membantu
janda dan orang miskin adalah seperti pejuang di jalan Allah atau (aku kira ia
berkata) seperti yang terus-menerus salat malam atau terus-menerus puasa.”
“Barang siapa berjalan untuk memenuhi
keperluan saudaranya pada satu saat di siang hari atau malam hari, ia berhasil
memenuhi atau tidak berhasil, itu lebih baik baginya daripada I’tikaf dua
bulan.”
“Barang siapa membebaskan seorang mukmin
dari kesusahannya atau menolong orang teraniaya, diberikan Allah kepadanya 73
ampunan.”
Sidang Jum’at yang mulia.
Bila
saya harus menyimpulkan karakteristik orang-orang yang didoakan malaikat
pemikiul ‘Arasy dan dihimpunkan Allah beserta keluarganya, saya hanya dapat
menyebut satu kata saja: takwa. Takwa diwujudkan dalam iman dan amal saleh.
Rasulullah saw. Mendengar gemuruh doa para malaikat yang memikul ‘Arasy. Kita
tidak mendengarnya. Tetapi, melalui Al-Quran kita mengetahui bahwa saat ini pun
mereka bertasbih dan berdoa buat orang yang takwa –buat mereka yang meyakini
Allah, Rasul-Nya, dan Kitab-Nya, dan mengisi hidupnya dengan amal yang
bermanfaat; buat mereka yang menemukan makna hidup dalam penyerahan diri kepada
Allah dan kebajikan pada sesama manusia; buat
mereka yang –seperti Rasulullah dalam lsra’ dan Mi’raj− melebarkan salatnya
dari masjid, ke rumah, ke kantor, ke kota, ke seluruh
negeri, bahkan keseluruh dunia; buat mereka yang memilih hidup untuk membangun
jiwa dan badan orang lain.
Izinkanlah
saya mengakhiri pembicaraan saya ini dengan membaca doa yang dibacakan saat ini
oleh malaikat pemikul ‘Arasy di langit yang tinggi:
Ya
Tuhan kami, kasih dan Ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.
Ampunilah
mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu.
Jauhkan mereka dari siksa neraka yang
bernyala.
Ya Tuhan kami, masukkan mereka ke
surga ‘Adn yang
Kaujanjikan kepada mereka bersama orang-orang saleh di antara orang tua mereka,
istri-istri, dan keturunan mereka.
Sungguh, Engkau Mahaperkasa dan
Mahabijaksana. ***
(KH Jalaluddin Rakhmat)
*) Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu
ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan
dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.