28/07/22

Kelompok yang Didoakan Malaikat Pemikul ‘Arasy

                 Sidang jumat...        

Isra dan Miraj tidak banyak diceritakan dalam Al-Quran. Kisah ini hanya disebut dalam dua tempat. Isra’ disebut pada ayat pertama surat Bani Israil:

Mahasuci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha, yang Kami berkati di sekitarnya, untuk kami perlihatkan tanda-tanda keagungan Kami. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

Mi’raj disebut pada surat An-Najm ketika Allah mengisahkan perjumpaan Rasulullah dengan Jibril di ufuk yang tinggi.

 

Yang mengajarkan malaikat sangat perkasa dan cendekia kemudian ia bertakhta 

ketika ia berada di ufuk yang tinggi 

Ia datang dekat dan mendekat lagi

Sehingga jaraknya hanya dua busur panah atau lebih dekat lagi

 

Ia wahyukan pada hamba-Nya apa yang diwahyukannya

Hatinya tidak berdusta pada apa yang dilihatnya

Ragukah kalian tentang apa yang dilihatnya

Ia melihat Jibril di tempat yang lain  

di Sidratul Muntaha 

yang di dekatnya ada surga Al-Ma’wa 

                                    (Qs, An-Najm [53]: 5-14)

Hanya itu yang diceritakan Al-Quran. Kisah yang lebih terinci diceritakan pada kitab-kitab hadis. Seperti yang sudah kita ketahui, Rasulullah saw, berangkat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha. Ia juga mendengar jutaan malaikat yang memikul ‘Arasy Tuhan seraya bertasbih, beristighfar, dan berdoa buat kaum mukminin.

            Sudah banyak kisah Isra dan Mi’raj ini kita dengar. Perkenanlah saya hari ini untuk mengajak para hadirin dan hadirat merenungkan hanya satu episode kecil dari pewristiwa Mi’raj –yakni doa malaikat pemikul ‘Arasy. Menurut Al-Quran, setiap hari, setiap saat para malaikat pemikul ‘Arasy dan malaikat di sekitarnya gemuruh membacakan zikir dan doa. Mereka berzikir memuja kebesaran Allah, mereka berdoa buat kaum mukminin. Zikir dan doa inilah yang didengar Rasulullah sebelum ia melihat Jibril di Sidratul Muntaha. Al-Quran menyebutkan doa malaiakt pada surat Al-Mu’min [40]:7;

Mereka yang memikul ‘Arasy dan mereka yang ada di sekitarnya

bertasbih dengan puji Tuhan mereka 

beriman pada-Nya serta memohonkan ampunan bagi

orang yang beriman.

 

Wahai Tuhan kami,   

kasih dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.

Ampuni mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu.

Jauhkan mereka dari azab neraka yang bernyala.

Tuhan kami,   masukkan mereka ke surga ‘Adn yang telah Kau janjikan pada mereka bersama orang-orang saleh di antara orang tua mereka istri-istri, dan keturunan mereka.

Sungguh, Engkau Mahaperkasa dan Mahabijaksana.

Doa malaikat ini menunjukkan dua hal. Pertama, di bumi ini ada orang yang selalu didoakan para malaikat. Kedua, mereka didoakan malaikat untuk dimasukkan ke surga beserta seluruh keluarganya – orang tuanya, istrinya, dan anak-cucunya.

            Siapa gerangan orang-orang beruntung ini? Siapa gerangan orang-orang yang didoakan malaikat dan dimasukkan ke surga beserta keluarganya ini? Allah menyebutkan tanda-tanga mereka dengan jelas:

1.      Mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu

Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, dalam kesucian. Tetapi ia juga makhluk yang lemah. Sering dalam perjalanan hidupnya ia terperdaya oleh hawa nafsunya dan meninggalkan fitrahnya yang semula. Lewat hati nurani, fitrah sering membiasakan kejujuran, kesucian, ketaatan, dan kesalahan. Fitrah inilah yang sering menegur kita apakah kita akan memilih dunia dengan segala pesonanya walaupun kita harus melanggar hukum, menodai janji, dan mengkhianati amanah; atau memilih keteguhan pendirian dan disiplin walaupun kita harus hidup sederhana dan prihatin. Fitrah inilah yang menyebabkan hati kita mudah tersentuh oleh penderitaan orang lain, mudah tergetar karena firman Tuhan, atau mudah khusyuk ketika melakukan salat. Namun, karena kelemahan kita, fitrah ini sering kita lupakan, bisikannya sering kita abaikan. Lalu hiduplah kita jauh dari fitrah ini. Kita melantur tanpa arah dan tujuan. Berbahagialah orang yang di tengah perjalanan menyadari kekeliruannya dan kembali lagi kepada fitrahnya. Ditutupnya lembaran masa lalunya yang hitam dan dirintisnya kehidupan baru di atas ajaran Tuhan. Orang-orang yang seperti itulah yang di doakan para malaikat: “Mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu”. Mereka bukan orang yang tidak pernah bersalah, melainkan orang  yang  menyadari  kesalahan dan memperbaikinya. Mereka pernah berbuat maksiat dan menyesali maksiatnya serta menebusnya dengan ibadat. Mereka pernah tersesat, tetapi kemudian melihat cahaya hidayat, dan mengubah jalan hidupnya sesuai dengan syariat.

2.      Mereka mengisi hidupnya dengan iman dan amal saleh, lalu keluarganya mengikuti mereka dengan iman dan amal saleh pula.

Al-Quran menceritakan orang-orang yang pada hari  akhirat dihimpunkan Allah beserta istri-istri mereka dan keturunan mereka. Dalam surat Az-Zukhruf:70 Allah berfirman kepada mereka yang akan masuk ke surga:

 “Masuklah kamu ke surga beserta istri kamu untuk digembirakan.” Dalam surat Ar-Ra’d 23 Allah berfirman: “Surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama orang yang saleh di antara orang tua mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka.” Abdullah bin Abbas, dalam hadis yang dikeluarkan Ath-Thabrani dan Ibn Mardawiyah meriwayatkan sabda Rasulullah saw,:

            “Ketika seseorang masuk ke surga, ia menanyakan orang tuanya, istrinya, dan anak-anaknya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Mereka tidak mencapai derajat amalmu.’ Ia berkata, Ya Rabbi, aku beramal bagiku dan bagi mereka.’ Lalu Allah memerintahkan untuk menyusulkan keluarganya ke surga itu.”

Setelah itu Ibnu Abbas membaca ayat 21, Ath-Thur:

Dan orang-orang yang beriman, lalu anak cucu mereka mengikuti mereka dengan iman, Kami susulkan keturunan mereka pada mereka*, dan kami tidak mengurangi amal mereka sedikit pun.”  (Qs, Ath-Thur [52]:21)

Mungkin ada orang yang bertanya: Bukankah pada hari akhirat “orang berpisah dari saudaranya, ibu dan ayahnya, istrinya dan anak-anaknya” (Qs:80:36)? Bukankah pada hari qiyamat “tidak ada jual-beli, tidak ada persahabatan, dan tidak ada pertolongan” (Qs:2:254)? Bukankah “setiap orang akan diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya” (Qs:53:39)? Mana mungkin Allah menghimpun orang dengan seluruh keluarganya di surga ‘Adn, padahal tingkat amalnya berlainan?

Surat Az-Zukhruf 67: “Pada hari itu sahabat-sahabat menjadi musuh satu sama lain kecuali orang-orang yang takwa.” Seluruh persahabatan, seluruh ikatan kekeluargaan, seluruh tali persaudaraan akan putus kecuali di kalangan orang-orang yang takwa. Betul, pada hari akhirat istri berpisah dari suaminya, anak dari orang tuanya, pemimpin dari anak buahnya, kawan dari sahabatnya. Tetapi, ini hanya berlaku bagi orang kafir, orang durhaka, atau orang yang tidak mengisi hidupnya dengan iman dan amal saleh. Hal ini tidak berlaku bagi orang-orang yang takwa.

Oleh karena itu, bila orang lain menyatakan “hanya maut yang memisahkan kita”, suami-istri yang bertakwa akan berkata, “Bahkan maut pun tidak akan sanggup memisahkan kita.” Allah berfirman:

“Masuklah kamu ke surga berserta istri-istri kamu.”   (Qs.43:70)

Bila orang berduka karena ditinggal wafat oleh orang yang dicintainya, seorang Muslim masih menyimpan harapan, kelak pada hari akhirat, Allah akan  menghimpun mereka kembali. Syarat untuk itu hanya satu: takwa. Takwa ditampakkan dalam iman dan amal saleh. Keluarga, himpunan, kumpulan, golongan yang diikat oleh ikatan iman dan amal saleh tidak akan berpisah sampai hari akhir sekalipun. Iman sudah kita ketahui bersama, tetapi apa yang disebut amal saleh?  Amal saleh –menurut arti katanya− ialah karya yang baik, karya yang mendatangkan manfaat,

            “Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kamu yang paling baik karyanya.” (Qs,Al-Mulk [67]:2)

             Ada amal saleh yang memberi manfaat secara individual seperti salat malam, berzikir dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ibadah. Ada amal yang –selain bermanfaat bagi pelakunya− juga bermanfaat bagi orang lain, Ini adalah amal kemasyarakatan, karya-karya sosial seperti membebaskan orang dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita menyebut amal sosial ini dengan istilah ‘membangun”.  Menurut Islam, amal sosial ini dinilai lebih tinggi daripada amal-amal individual. Karya-karya kita di tengah masyarakat diberi ganjaran yang lebih besar daripada karya-karya yang hanya menguntungkan diri sendiri.

            Ketika Rasulullah saw. ditanya, “Amal apa yang paling utama?”

            Nabi yang mulia menjawab,“Seutama-utamanya amal ialah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang beriman –melepaskan rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan utang-utangnya.” (H.R. Ibnu Hajar al-Asqalani)

Pada riwayat lain Nabi saw. berkata:  “Tidak ada kebajikan yang lebih utama setelah iman selain mendatangkan manfaat bagi orang lain, dan tidak ada kejelekan yang lebih jahat setelah musyrik selain mendatangkan kesengsaraan pada orang lain.”

Sidang Jum’at yang mulia:

            Perkenankanlah saya membacakan sebagian hadis yang lain tentang amal saleh:

“Barang siapa pada waktu pagi berniat untuk membela orang yang teraniaya dan memenuhi kebutuhan seorang Muslim, baginya ganjaran seperti ganjaran haji yang mabrur. Hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling bermanfaat buat manusia. Seutama-utamanya amal ialah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang beriman –melepaskan lapar. Membebaskan kesulitan, atau membayarkan utang.”

“Orang yang bekerja keras untuk membantu janda dan orang miskin adalah seperti pejuang di jalan Allah atau (aku kira ia berkata) seperti yang terus-menerus salat malam atau terus-menerus puasa.”

“Barang siapa berjalan untuk memenuhi keperluan saudaranya pada satu saat di siang hari atau malam hari, ia berhasil memenuhi atau tidak berhasil, itu lebih baik baginya daripada I’tikaf dua bulan.”

“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesusahannya atau menolong orang teraniaya, diberikan Allah kepadanya 73 ampunan.”

Sidang Jum’at yang mulia.

            Bila saya harus menyimpulkan karakteristik orang-orang yang didoakan malaikat pemikiul ‘Arasy dan dihimpunkan Allah beserta keluarganya, saya hanya dapat menyebut satu kata saja: takwa. Takwa diwujudkan dalam iman dan amal saleh. Rasulullah saw. Mendengar gemuruh doa para malaikat yang memikul ‘Arasy. Kita tidak mendengarnya. Tetapi, melalui Al-Quran kita mengetahui bahwa saat ini pun mereka bertasbih dan berdoa buat orang yang takwa –buat mereka yang meyakini Allah, Rasul-Nya, dan Kitab-Nya, dan mengisi hidupnya dengan amal yang bermanfaat; buat mereka yang menemukan makna hidup dalam penyerahan diri kepada Allah dan kebajikan pada sesama manusia; buat mereka yang –seperti Rasulullah dalam lsra’ dan Mi’raj− melebarkan salatnya dari masjid, ke rumah, ke kantor, ke kota, ke seluruh negeri, bahkan keseluruh dunia; buat mereka yang memilih hidup untuk membangun jiwa dan badan orang lain.

            Izinkanlah saya mengakhiri pembicaraan saya ini dengan membaca doa yang dibacakan saat ini oleh malaikat pemikul ‘Arasy di langit yang tinggi:

            Ya Tuhan kami, kasih dan Ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.

Ampunilah mereka yang kembali dan mengikuti jalan-Mu.

Jauhkan mereka dari siksa neraka yang bernyala.

Ya Tuhan kami, masukkan mereka ke surga ‘Adn yang Kaujanjikan kepada mereka bersama orang-orang saleh di antara orang tua mereka, istri-istri, dan keturunan mereka.

Sungguh, Engkau Mahaperkasa dan Mahabijaksana. ***

 

(KH Jalaluddin Rakhmat)

 

*)  Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.