16/02/22

Kadrunisme dan Cebongisme

Terus terang saya pribadi sebenarnya sangat berkeberatan menyebut kata “kadrun” dan “cebong”, karena dua kata ini sebuah penghinaan tehadap orang dan kelompok. 

Dua kata ini sejak beberapa tahun silam hingga saat ini sudah menjadi hal lumrah, meskipun orang dan kelompok yang dipanggil dengannya akan marah dan tersinggung.

Saya tidak tahu persis apa yang melatarbelakangi kemunculan dua kata tersebut; apakah karena seorang pejabat daerah yang non Muslim salah dalam mengartikan ayat Al Qur’an lalu dipolitisasi sedemikian rupa oleh banyak kalangan yang mempunyai kepentingan dan agenda sendiri, atau muncul karena murni faktor agama? 

Ala kulli hal, saya tidak mempunyai kompetensi menganalisa masalah itu. Yang pasti adalah rakyat Indonesia saat ini secara umum terbelah menjadi dua kelompok yang berseberangan; kelompok pendukung pemerintah dan kelompok oposisi terhadap pemerintah.

Kelompok pertama secara latah dan absurd disebut cebong dan kelompok kedua disebut kadrun. Kalau penyematan dua kata untuk dua kelompok tersebut sebatas masalah politis saja, maka hal demikian tidak menjadi persoalan, dan saya anggap wajar-wajar saja. Namun kalau penyematan dua kata itu disangkut pautkan dengan sebuah pemahaman agama dan satu kelompok warga dari etnis tertentu, maka masalah ini menjadi cukup serius dan patut diwaspadai. Kenapa harus diwaspadai? Karena penyematan itu akan terus digulirkan, meskipun pemerintahan sudah diganti, dengan tujuan menciptakan perpecahan yang bisa mengakibatkan disinterigasasi dan instabilisasi bangsa dan negara.

Masalah serius yang mengancam sebuah bangsa, negara dan umat dimulai dari hal-hal yang kecil. Sejarah peradaban umat manusia mengabarkan kepada kita tentang sebab-sebab terjadinya perpecahan yang terjadi di tengah mereka, tidak terkecuali sejarah Umat Islam yang penuh dengan peperangan yang berdarah-darah sesama mereka dimulai dari hal-hal yang kecil.

Dewasa ini istilah "kadrun" secara khusus sudah bergeser makna dan subyeknya, dan tidak lagi berkaitan dengan pilihan politik. Istilah ini menjadi sebutan untuk sebuah pemahaman dan etnis tertentu. 

Karena agenda terselubung atau karena kegagalan-paham, istilah kadrun disematkan kepada pengikut ajaran Wahabi dan warga keturunan Arab. Padahal tidak semua pengikut Wahabi dan warga warga keturunan Arab kadrun.

Demikian pula halnya dengan kelompok cebong. Tidak semua cebong itu bukan pengikut Wahabi dan bukan warga keturunan Arab.

Akhir-akhir ini ada seorang penceramah Wahabi (Kh-B) yang mengharamkan wayang dan berpendapat bahwa sebaiknya wayang itu dimusnahkan. Pernyataannya ini mengundang reaksi yang keras dan luas dari banyak kalangan. 

Yang menarik, penceramah ini diframing sebagai seorang kadrun, karena dia pengikut ajaran Wahabi dan warga keturunan Arab. Kemudian berlanjut, dan mungkin akan dilanjutkan, dengan hujatan terhadap ajaran Wahabi yang dianggap radikal, dan kebencian berbau rasis terhadap warga keturunan Arab. Kebetulan ajaran Wahabi dan penceramah itu berasal dari Arab. Satu paket.

Sekali lagi saya tidak paham apa tujuan dibalik framing tersebut sekaitan dengan percaturan pepolitikan di tingkat nasional. 

Sebenarnya kalau kita ingin mengetahui sikap politik penceramah itu (Kh-B) dan kelompoknya yang sering muncul di Roja tv dan sejenisnya, maka akan dengan mudah kita ketahui bahwa mereka adalah kelompok "cebong" bukan "kadrun". Kenapa? Karena ajaran Wahabi-edeologis dan non politis yang dianut mereka mewajibkan para pengikutnya untuk mentaati penguasa (ulil amri) dan melarang untuk melawan penguasa. Juga akan dengan mudah kita memahami bahwa yang mengharamkan wayang tidak hanya warga keturunan Arab saja.

Banyak para penceramah non- keturunan Arab yang berpahamkan Wahabbi berpendapat seperti penceramah itu (Kh-B).

Menurut saya, biarkan "kadrunisme" dan "cebongisme" berada pada konteks politik bangsa saja seperti semula, dan maknanya jangan digeser ke kontesk pemahaman agama dan etnis. Dalam kelompok kadrun ada pengikut Wahabi-politik, NU, Syiah, sekuler, agnostik, warga keturunan Arab dan warga lainnya. Demikian pula di dalam kelompok cebong ada pengikut Wahabi-edeologis, NU, Syiah, sekuler, agnostik, warga keturunan Arab dan warga lainnya. 

Politik dan pemahaman agama adalah pilihan setiap warga, dan pilihan boleh dikritisi dan bisa berubah. Sementara menjadi keturunan etnis bukan sebuah pilihan sehingga tidak boleh dikritisi dan dihilangkan. 

Penceramah Wahabi-edologis dan warga keturuan Arab itu(Kh-B) ketika mengharamkan wayang dan agar wayang dimusnahkan semata-mata karena ajaran yang diyakininya bukan karena dia warga keturunan Arab sehingga jika akan diprotes, maka proteslah ajarannya yang dipilihnya agar dirubah dan ditinggalkan, bukan menyalahkan asal usulnya, karena banyak dari warga keturunan Arab yang tidak sependapat dengannya, bahkan menggandrungi wayang. Selamat menikmati wayang. *** (Husein Al-Kaff)