18/02/22

USTADZ PUJAAN UMAT DAN PENGHARAMAN WAYANG

Banyak orang  mengaitkan radikalisme dengan kemiskinan. Padahal faktanya radikalisme menjangkiti orang-orang dari kelas ekonomi menengah karena gerakan ini perlu dana operasional dan logistik. 

Banyak orang mengaitkan radikalisme dengan rendahnya pendidikan. Padahal faktanya radikalisme menyasar kalangan terdidik serta "menguasai" banyak perguruan tinggi negeri dan swasta.

Banyak orang mengaitkan radikalisme dengan minimnya pengetahuan agama. Padahal faktanya dalam lembaga yang berisi sekumpulan orang yang dikenal atau mengaku ulama di pusat dan daerah, ditemukan beberapa teroris.

Banyak orang mengaitkan kekerasan aksi terorisme dan konflik dengan Timur Tengah seolah itu baru diimpor dari sana sejak konflik Suriah. Padahal DI/TII dan pemberontakan berlabel agama lainnya sudah ada di sini bahkan masih aktif hingga kini sebelum konflik Suriah. Di sini konflik mulai dari tawuran antar suporter klub bola, antar dua warga kampung, antar warga dua desa, antar dua kelompok pelajar dua sekolah dan mahasiswa dua kampus bahkan dua fakultas, antar gang dan hingga konflik berdarah dan pembantaian suku kerap terjadi.

Ternyata yang tak menggunakan logika bukan hanya mereka yang memilih hijrah ke wahabisme yang mengharamkan wayang, menendang sesajen dan mensyirikkan tradisi mulia lainnya, namun juga dicampakkan oleh sebagian orang yang lebih sibuk menyoroti etnis ustadz yang mengharamkan wayang, ketimbang menyelidiki akar pandangan dan mazhabnya yang jumud dan agresif seolah yang sikapnya mengharamkan wayang adalah etnisitasnya.

Agar tetap konsisten melawan intoleransi dan radikalisme tidak malah menyebarkan rasisme yang tak kalah buruk dari radikalisme perlu memperhatikan poin-poin sebagai berikut :

1. Narasi anti radikalisme dan intoleransi mestinya tidak dialihkah ke narasi anti ras Arab dan anti keturunan Yaman  karena faktanya membuktikan kebalikannya, atau paling tidak, merontokkan opini ngawur generalisasi semua pendakwah intoleran adalah ras Arab  dan keturunan Yaman .

2. Menentang radikalisme dan ekstremisme dengan mengangkat narasi rasisme adalah radikalisme itu sendiri dan bahwa menyebarkan provokasi anti ras dengan dalih membela NKRI dan nasionalisme adalah mengancam NKRI dan kontra nasionalisme.

3. Radikalisme, ekstremisme dan politisasi agama bisa menjangkiti siapapun, apapun suku dan etnisnya, keturunan Yaman ataupun non keturunan Yaman. Jumlah ustadz radikalis non  keturunan Yaman  lebih banyak dari yang satu atau dua orang ustadz radikalis dari keturunan Yaman. Tak hanya itu. Beberapa pendakwah muallaf dari etnis Tionghoa juga dikenal penyebar doktrin khilafah. 

4. Radikalisme dan moderasi tidak berkaitan dengan etnisitas melainkan ideologi semata. Terbukti ustad yang dianggap radikalis terdiri dari berbagai macam etnis, "pribumi" maupun etnis keturunan Yaman. Demikian pula sebaliknya. Ustadz-ustadz keturunan Yaman disukai oleh salah satu kelompok dan ditentang oleh lainnya. Begitu juga ustadz-ustadz etnis "pribumi". Ini menunjukkan sekali lagi persoalannya bukan pertentangan etnisitas tapi pada perseteruan ideologi. ***

Sumber dari FB Labib Muhsin