"Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya" (QS 40:44).
Penyerahan adalah kehalusan isyarat dan keluasan makna dari tawakal. Tawakal hanya terjadi setelah sebab ditunaikan. Sedangkan penyerahan, baik sebelum atau setelah ditunaikan sebab. Penyerahan sama dengan ketundukkan atau penyerahan diri. Sedangkan tawakal adalah bagian darinya.
Penyerahan adalah
pelepasan diri dari beragam daya dan upaya serta penyucian seluruh persoalan
dari pikiran kemampuan untuk melakukannya, semata hanya Allah yang berkuasa.
Al-Haqq pelaku murni dan sesungguhnya berbeda dengan tawakal bahwa hamba yang
menyerahkan persoalan tersebut kepada al-Haqq. Pada tawakal, Salik menjadikan
al-Haqq sebagai wakil baginya dalam mengurusi persoalannya dan hal ini adalah
sikap 'melampaui batas' (jur'ah) pada Allah. Kalau bukan karena pujian Allah
atasnya tentu hamba tidak mungkin melakukannya. Lebih luas maknanya dari tawakal
karena tawakal tidak mungkin terjadi sebelum penunaian sebab. Seperti
tawakalnya Nabi Hud as.
"Sesungguhnya aku
bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu
jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh
kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak
ada suatu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus" (QS 11:54-56).
"Dan Ya'qub
berkata: Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu
gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun
demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir)
Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku
bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah
diri" (QS 12:67).
Sedangkan penyerahan,
seperti doa Rasulullah Saw sebelum tidur: "Ya Allah aku serahkan diriku
kepada-Mu, aku hadapkan diriku kepada-Mu dan Aku serahkan seluruh urusanku
kepada-Mu.”
Manzilah pertama dari
penyerahan adalah hamba menyadari bahwa dirinya tidaklah memiliki kemampuan
untuk melakukan. Tidak merasa aman dari makar, tidak berputus asa atas keadaan
kehidupannya dan tidak bersandar pada niat yang ada. Bahwa salik haruslah
memiliki kesadaran bahwa seluruh kekuatan berasal dari Allah sehingga bagaimana
mungkin dirinya memiliki kemampuan sebelum Allah menetapkan perbuatan tersebut
pada dirinya. Bagaimana mungkin muncul rasa aman pada dirinya padahal yang
mengerakkan bukan dirinya dan apa yang dilakukannya belum tentu sesuai
keridhaan-Nya. Bagaimana mungkin dirinya berputus asa padahal Dialah Zat yang
paling dermawan, "Janganlah berputus asa dari rahmat Allah” (QS 39:53).
Bagaimana dirinya bersandar pada niat yang ada dihatinya padahal,
"Sesungguhnya Allah berada di antara urat leher dan hatinya" (QS
8:24). Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya hati seorang hamba berada di
antara dua jari di antara jari Allah."
Manzilah Kedua adalah
penetapan tanpa pilihan, tidak melihat ada amal yang menyelamatkan, tidak juga
dosa yang menghancurkan, dan tidak pula sebab yang menanggungnya. Pada manzilah
ini salik sudah harus memiliki kesadaran bahwa dihadapan hukum dan ketetapan
Allah tidak ada pilihan baginya dan melepaskan segala kemampuan dan menyadari
bahwa dirinya tidak lebih budak yang faqir yang hanya menjalankan apa yang
diperintahkan. Tidak juga melihat bahwa amal yang dilakukan ada sebab keselamatan,
tetapi keselamatan sepenuhnya tergantung dari al-Haqq. Keselamatan bukan semata
karena terlepas dari dosa. Begitu pun kehancuran semata karena Rahmat dan
Ghadab Allah. Sehingga dalam konteks ini tidak ada sebab apa pun yang di luar
al-Haqq.
Manzilah Ketiga adalah
penyaksianmu semata al-Haqq yang menguasai gerak dan diam, penyempitan
(al-Qabd) dan Pelapangan (al-Basth), dan makrifatnya yang mengubah keterpisahan
dan kebersamaan. Ini adalah manzilah penyaksian. Sedangkan sebelumnya adalah manzilah
yakin.
Penyaksian pada
ketunggalan al-Haqq, pada apa yang muncul di alam, baik itu gerak, diam,
kelapangan dan kesempitan; tidak menyaksikan apa pun kecuali diri-Nya. Tidak
ada perantara dalam penyaksian terhadap-Nya dan menyaksikan manifestasi-Nya dalam
rupa semesta. Dialah yang menggerakkan diri-Nya dalam manifestasi-Nya. Seluruh
penyatuan dan keterpisahan bersumber dari-Nya. Dialah yang meliputi Manzilah
al-Jam' dan Manzilah al-Tafriqah, sehingga makrifat yang ada pada diri salik
tidak lain adalah ma'rifat-Nya tentang penyatuan dan keterpisahan. ***
Kholid Al Walid adalah Doktor lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengasuh Program Belajar Tasawuf di YouTube Misykat TV