Seseorang pernah menyampaikan bahwa orang Syiah itu berwudlu dengan mengusap kaki, padahal Sunnah Rasulullah saw mengharuskan kita membasuh kaki. Perlu diketahui kaum Muslim Syiah mengusap kaki karena mengikuti Al-Quran: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan mata kaki (QS Al-Maidah ayat 6).
Di bawah ini dikutipkan secara singkat penjelasan para sahabat Nabi Muhammad saw. Diriwayatkan oleh Abd al-Razaq, Ibn Abi al-Syaibah, Ibn Majah, dari Ibn ‘Abbas: Manusia bersikukuh membasuh kaki, padahal tidak aku dapatkan dari Kitab Allah kecuali mengusap (menyapu). Abd al-Razzaq dan Ibn Jarir dari Ibn Abbas: Wudlu itu dua basuhan (muka dan tangan) dan dua usapan (kepala dan kaki). Begitu pula Ibn Abi Syaibah dari ‘Ikrimah. Abd al-Razzaq dan Abd bin Hamid dari Ibn Abbas: Allah mewajibkan dua basuhan dan dua usapan. Tidakkah kamu perhatikan bahwa ketika Dia menyebutkan tayammum, Dia jadikan tayammum itu sebagai pengganti dua basuhan dan meninggalkan dua usapan (Tafsir al-Durr al-Mantsur 6:28).
Ketika Ibnu Abbas mendengar Al-Rabi’ bin Ma’udz bin ‘Afra Al-Anshariyah
menyebarkan berita bahwa Nabi Muhammad saw berwudlu di tempatnya dan membasuh
kedua kakinya, ia mendatanginya dan menanyakan peristiwa itu. Segera setelah Al-Rabi’ menyampaikan hadisnya, Ibnu
“Abbas menolaknya dengan berkata: Orang
banyak bersikukuh dengan membasuh
padahal tidak aku dapatkan dari Kitab Allah
kecuali mengusap (Ibn
Majah, 1, bab
56; Knaz al-‘Ummal 9: 432).
Ibn Hazm berkata:
Sesungguhnya Al-Quran turun untuk
mewajibkan mengusap, baik dibaca “arjulikum” atau “arjulakum”. Ada kelompok
ulama salaf yang berpendapat tentang “mengusap”, antara lain: Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Abbas, Al-Hasan, ‘Ikrimah, al-Syu’bi dan banyak lagi yang
lainnya. Ini juga
pendapat al-Thabari. Tentang
mengusap itu diriwayatkan banyak hadis (Al-Muhalla 2:56-57). Tetapi
setelah itu Ibn
Hazm mengatakan bahwa
ayat Al-Quran tentang wudlu itu
dimansukh dengan hadis “Neraka Wayl bagi
yang tidak membasuh
tumitnya” (wayl lil a’qab min al-nar).
Dalam mazhab Syi’ah, hadis tidak bisa menghapuskan Al-Quran. Hadis yang menunjukkan bahwa kaki harus dibasuh diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash (dalam Al-Shahihayn), Umar, Aisyah, Abu Hurairah: Kami ketinggalan dalam perjalanan bersama Nabi saw. Kami sampai dan waktu salat Asar telah tiba. Kami semua menyapu kaki kami. Ia berseru: Wayl lil A’qab min al-Nar! Hadis ini bagi kami justru menegaskan bahwa para sahabat mengusap kakinya. Rasulullah saw menganjurkan mereka untuk membasuh kakinya hanya karena kaki-kaki mereka sudah sangat kotor dan pasti bernajis dari perjalanan mereka. Hadis lain mengenai membasuh kaki diriwayatkan oleh Utsman bin ‘Affan. Ia membasuh kakinya tiga kali (Shahih Bukhari 1:140). Juga ada riwayat dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim (Muslim, Kitab al-Thaharah).
Karena hadis-hadis ini bertentangan dengan Al-Quran, sebagian ulama Ahlussunnah seperti Ibn Hazm menyebutkan bahwa hadis ini menghapus (nasakh) ayat Al-Quran; sebagian lagi seperti Anas dan Al-Sya’bi mengatakan: Al-Quran turun dengan perintah mengusap, tapi Sunnah yang berlaku adalah membasuh. Sebagian lagi seperti Al-Thabari menganjurkan untuk melakukan kedua-duanya: mengusap dan membasuh kaki (Al-‘Asqalani, Al-Ishabah 1:187, pada tarjamah Tamim bin Zaid).
Begitu juga Ahmad, Ibn Abi Syaibah, Ibn Abi ‘Umar,
Al-Baghawi, Al-Thabrani, Al-Mawardi dengan semua rijal yang tsiqat
meriwayatkan dari Abu Al-Aswad, dari ‘Ibad bin Tamim dari bapaknya.
Ia berkata: Aku melihat
Rasulullah saw berwudlu dan ia mengusap kedua kakinya. Begitu pula Ibnu Abbas meriwayatkan wudlu Nabi saw dan
menyebutkan bahwa beliau mengusap kedua kakinya, qadamayh (Majma’ al-Bayan 3: 207). ***